IDENESIA.CO - Simak alasan buaya jadi hewan dihormati pada zaman mesir kuno.
Ya, reptil buas itu tak hanya jadi hewan yang menakutkan namun dianggap masyarakat Mesir Kuno sebagai lambang kesuburan dan pelindung kerajaan.
Buaya juga identik dengan Dewa RA, yang konon muncul dari Nun, perairan Purba.
Lebih dari itu terdapat juga Dewa Buaya yang paling unggul bernama Sobek.
Dewa bertubuh manusia namun berkepala buaya.
Ia dianggap sebagai dewa kesuburan, tumbuh-tumbuhan, dan kekuatan kreatif.
Menurut orang Mesir Kuno, Dewa sobek dianggap juga sebgai pemberi cahaya, dan di bawah dinasti ke-13 Sobek diadopsi sebagai pelindung kerajaan.
Buaya dihormati
Bukan hanya binatang buas yang menakutkan, buaya juga membangkitkan penghormatan khusus, yang menyebabkan banyak dewa terinspirasi mengambil bentuknya.
Seperti dewa elang Horus mengubah dirinya menjadi buaya untuk membawa ayahnya Osiris keluar dari kedalaman sungai, dibunuh oleh saudaranya yang jahat, Set.
Buaya juga diidentikkan dengan dewa matahari.
Ra pada saat kebangkitannya muncul dari Nun, perairan purba.
Namun, dewa buaya yang paling unggul adalah Sobek, yang namanya berarti 'buaya'.
Pertama kali digambarkan dalam bentuk hewan ini, Sobek akhirnya digambarkan dengan tubuh manusia dan kepala buaya.
Di Kerajaan Tengah, Sobek menjadi pemberi cahaya, dan di bawah dinasti ke-13 Sobek diadopsi sebagai pelindung kerajaan.
Sobek adalah dewa kesuburan, tumbuh-tumbuhan, dan kekuatan kreatif.
Dia adalah penguasa air dan lahan basah, tetapi pada saat yang sama dia adalah dewa pelindung, karena orang Mesir mengamati bahwa dia adalah pembela telurnya yang ganas.
Dalam ikonografi Mesir ada banyak hibrida buaya dan hewan lainnya. Bentuk air Horus memiliki tubuh buaya dan kepala elang.
Selain itu, Dewi Taweret yang baik hati, dewa rumah, pelindung wanita selama kehamilan, persalinan dan kelahiran, memiliki kepala kuda nil, kaki singa, dada manusia, dan ekor buaya.
Sementara Ammit, monster yang bertanggung jawab atas melahap jiwa almarhum yang tidak lulus penilaian Osiris, dia setengah singa, setengah kuda nil, dan memiliki kepala buaya.
Buaya adalah reptil besar yang merupakan ancaman bagi mereka yang tinggal di tepi Sungai Nil, adalah objek ketakutan dan pengabdian orang Mesir kuno.
Di dalam fauna berpenduduk Sungai Nil, buaya selalu menjadi salah satu kehadiran yang paling khas dan mengganggu.
Berukuran hingga dua puluh kaki panjangnya, rahangnya yang kuat dan perisai bersisik mewakili ancaman konstan dan menyakitkan bagi orang Mesir kuno, yang terbiasa berlayar dan memancing di perahu papirus yang rapuh.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa hewan yang menakutkan ini menempati tempat yang menonjol dalam budaya Firaun.
Identik dengan bahaya
Relief Mastaba Mereruka, di Saqqara. Dinasti VI. Seekor buaya bersiap untuk melahap bayi kuda nil yang akan segera lahir.
Bagi orang Mesir kuno, buaya identik dengan bahaya.
Beberapa tanda tulisan hieroglif menunjukkan saurian dengan satu atau lebih pisau tertancap di tubuhnya.
Selain itu, beberapa istilah ditulis dengan partikel berbentuk buaya untuk mengekspresikan konsep yang terkait dengan ‘agresivitas’ dan ‘keserakahan’.
Reptil yang bersembunyi itu menjadi ancaman bagi semua orang yang mendekati pantai Sungai Nil, dimulai dengan hewan-hewan lain.
Dalam sebuah papirus Kerajaan Baru dicatat beberapa mantra yang diperlukan untuk melindungi kuda-kuda yang menyeberangi sungai.
Sementara bagi manusia sendiri, bahaya buaya malah menjadi topik sastra.
Dalam ‘Satir Dagang’, misalnya, risiko yang dihadapi oleh tukang cuci yang mencuci di tepi sungai Nil dengan buaya sebagai tetangga, atau nelayan yang bekerja di sungai bercampur dengan mereka.
Dalam Dialogue of the Desperate Man dengan Ba-nya, protagonis menyatakan: "Lihat, namaku dibenci, lebih dari bau buaya, lebih dari duduk di gundukan pasir yang penuh buaya," seperti dikutip Historical Eve.
Dalam ‘Papirus Westcar’, buaya yang fantastis mengintervensi kisah kecemburuan dan balas dendam.
Dalam cerita, pendeta Ubaoner menemukan bahwa istrinya tidak setia kepadanya dan setelah mengetahui janji yang dijadwalkan oleh para kekasih, ia menciptakan buaya lilin yang, melalui sihir, hidup kembali dan menjebak kekasih istrinya, membawanya ke dasar dari sungai.
Setelah beberapa kejadian, hewan itu memakan yang malang, sementara istrinya terbakar sampai mati. (redaksi)