Rabu, 4 Desember 2024

Begini Aroma Wewangian Balsem Mayat Mesir Kuno yang Ada di Museum Denmark

Jumat, 8 September 2023 8:40

POTRET - Penemuan ini juga mencakup makam dua imam yang berasal dari abad ke-24 dan ke-14 SM. Makam pertama milik Ne Hesut Ba, yang bertugas sebagai kepala penulis dan imam dewa Horus dan Maat pada dinasti kelima. (AP Photo/Amr Nabil)

IDENESIA.CO -  Penelitian yang dipimpin oleh Barbara Huber dari MPI Geoantropologi menyatakan aroma wewangian balsem mayat pada Mesir Kuno ternyata mempunyai ciri sendiri.

Aroma ini kemudian dimunculkan kembali melalui inovasi pada zaman ini.

Dalam upaya inovatif untuk menciptakan jembatan sensorik ke masa lalu, tim peneliti menciptakan kembali salah satu aroma yang digunakan dalam mumifikasi seorang wanita penting Mesir lebih dari 3.500 tahun yang lalu, sebagaimana dikutip dari Phys.org.

Aroma kuno yang disebut "aroma keabadian" ini akan disajikan di Museum Moesgaard di Denmark dalam pameran. Pameran ini akan menawarkan pengunjung pengalaman sensorik yang unik dengan mencoba langsung bau zaman kuno dan pengetahuan tentang proses mumifikasi Mesir kuno.

Aroma Wewangian Kuno Berasal dari Bahan Apa?

Tim penelitian menggunakan zat mumifikasi yang digunakan untuk membalsem wanita bangsawan Senetnay dari dinasti ke-18 yaitu sekitar 1450 SM. Penelitian ini telah dipublikasikan di Scientific Reports.

Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik canggih untuk menganalisis zat aroma dengan kromatografi gas, kromatografi gas suhu tinggi, dan kromatografi cair.

"Kami menganalisis residu dua toples kanopi balsem dari mumifikasi Senetnay yang ditemukan lebih dari seabad yang lalu oleh Howard Carter dari Makam KV42 di Lembah Para Raja," jelas Huber.

Kini toples tersebut disimpan di Museum August Kestner di Hannover, Jerman. Tim peneliti menemukan bahwa balsem mumifikasi mengandung campuran lilin lebah, minyak nabati, lemak, bitumen, resin Pinaceae (seperti resin larch), zat balsamic, dan resin pohon damar atau Pistacia.

"Bahan-bahan yang beragam dan unik ini dapat memberi pemahaman baru tentang canggihnya mumifikasi dan juga sebagai tanda bahwa rute perdagangan bahan di Mesir sangat luas," ungkap Christian E. Loeben, kurator Museum August Kestner.

Menurut Huber, studi ini akan mampu memberikan wawasan tentang bahan balsem yang memiliki informasi terbatas dalam sumber tulisan Mesir kuno.

Mengandung Bahan Langka

Selain itu peneliti juga menuturkan bahwa balsem Mesir kuno memiliki bahan-bahan langka yang kemudian memberi gambaran hubungan perdagangan orang Mesir pada milenium ke-2 SM.

"Bahan-bahan dalam balsem menunjukkan bahwa orang Mesir kuno menggunakan bahan yang berasal dari luar wilayahnya," jelas Prof. Nicole Boivin, peneliti senior proyek tersebut.

"Jumlah kandungan bahan impor pada balsemnya juga menandakan bahwa Senetnay adalah orang penting dalam lingkup kehidupan Firaun," imbuhnya.

Bahan-bahan seperti resin larch dimungkinkan berasal dari Mediterania utara dan pohon damar dari hutan Asia Tenggara. Jika dugaan tersebut benar, maka menunjukkan bahwa orang Mesir kuno saat itu memiliki akses ke Asia Tenggara melalui perdagangan jarak jauh.

Menciptakan Kembali Aroma Pembalseman Mesir Kuno

Tim peneliti bekerja sama dengan ahli pembuat parfum Prancis Carole Calvez dan ahli museologi sensorik Sofia Collette Ehrich, untuk menciptakan kembali aroma balsem zaman kuno tersebut.

"Aroma keabadian ini mewakili lebih dari sekedar aroma mumifikasi. Ini mewujudkan adanya signifikansi budaya, sejarah, dan spiritual dari praktik mumifikasi Mesir kuno," jelas Huber.

Melalui penciptaan aroma ini dan dipamerkan dalam museum, tim peneliti berharap dapat membantu memberikan pengalaman unik multisensori kepada pengunjung. Dengan itu mereka dapat merasa terhubung dengan masa lalu melalui cara penciuman sambil merasakan suasana mistik mumifikasi Mesir kuno.

(Redaksi)

 

Tag berita:
IDEhabitat