Site icon Idenesia

Dari Hutan Sumatra, Chris Thorogood: Orang Indonesia Beruntung Punya Kekayaan Hayati Seperti Rafflesia

Chris Thorogood menemukan Rafflesia hasseltii yang belum mekar. (Ist)

IDENESIA.CO – Perjalanan ilmuwan Inggris dan Indonesia untuk meneliti nenek moyang Rafflesia di Asia Tenggara berubah menjadi momen tak terduga ketika mereka menemukan Rafflesia hasseltii yang mulai mekar di Hutan Sumpur Kudus, Sumatra Barat. Penemuan “bonus” ini tidak hanya membuka peluang penelitian baru, tetapi juga memperlihatkan betapa rapuhnya ekosistem tempat spesies langka itu tumbuh.

Awalnya, pencarian ini merupakan bagian dari proyek besar antara Universitas Oxford dan BRIN untuk memetakan hubungan genetik 42 jenis Rafflesia di Asia Tenggara. Namun, perjalanan yang penuh risiko ini justru menghadirkan kejutan yang menggetarkan hati para penelitinya.

Dari Ekspektasi Kecil ke Keajaiban di Tengah Hutan

Chris Thorogood, ahli tumbuhan parasit dari Universitas Oxford, mengingat dengan jelas momen ajaib itu. Dia merekam dan membagikannya di media sosial X, memperlihatkan bagaimana Rafflesia hasseltii, spesies yang hidup di Indonesia mulai membuka kelopaknya.

Di sampingnya, Septian Andriki atau Deki, pemerhati Rafflesia asal Bengkulu, tidak mampu menahan tangis ketika melihat bunga langka itu. Setelah 13 tahun menunggu, Deki akhirnya berhadapan langsung dengan spesies yang belum pernah ia lihat secara nyata.

“Allahuakbar… ya Allah…” ucap Deki sambil terisak, sementara Chris berusaha menenangkan, “Tenang, kita berhasil.”

Meskipun bukan penemuan pertama di Indonesia, karena pada 2023–2024 bunga ini juga mekar di Bengkulu, momen itu menjadi pengalaman paling emosional bagi Deki.

Medan Berat dan Taruhan Besar

Untuk mencapai lokasi, tim harus menempuh perjalanan lebih dari 20 jam dari Bengkulu menuju Kecamatan Sumpur Kudus, daerah yang bahkan tidak terjangkau sinyal ponsel. Setibanya di titik masuk hutan, mereka langsung menyusuri jalur curam dengan sudut tanjakan hampir 90 derajat. Bebatuan mudah lepas dari tanah, membuat tim harus terus berhati-hati.

Iswandi, pemandu dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari, memperingatkan bahwa jalur tersebut merupakan lintasan harimau Sumatra. Informasi itu sempat membuat Deki ragu, tetapi ia tetap melangkah karena yakin bunga yang dicari sedang bersiap mekar.

Saat tiba di lokasi, kekecewaan sempat menyergap. Awalnya, Iswandi menilai bahwa kuntum itu belum akan mekar. Namun setelah diperiksa lebih teliti, justru tampak celah halus yang menandakan proses mekarnya sedang berlangsung.

Saat hari mulai gelap dan suara hutan berubah, kelopak bunga perlahan membuka. Di situ lah emosi Deki pecah, hasil penantian panjangnya akhirnya terbayar.

Bunga Langka yang Membuka Kesadaran Baru

Chris menyebut peristiwa itu sebagai “momen ajaib”. Meski ia memilih tidak menangis seperti Deki, ia menyalurkan kekagumannya lewat ilustrasi botani yang akan ia kerjakan setelah ekspedisi.

“Saya telah melihat 11 jenis Rafflesia di Asia Tenggara. Ini yang paling indah,” kata Chris.

Menurut Profesor Agus Susatya, ahli Rafflesia dari Bengkulu, emosi Deki sangat wajar karena Rafflesia hasseltii memang termasuk bunga yang paling sulit dijumpai. Coraknya berbeda dari Rafflesia arnoldii, totol putih lebih besar, warna merah marun keunguan, dan diameter sekitar 70 sentimeter.

Rafflesia: Indikator Hutan Sehat di Tengah Ancaman Ekosistem

Chris menegaskan bahwa Rafflesia tidak bisa ditanam di tempat lain. Bunga parasit ini sangat rapuh, hanya mampu hidup di hutan yang benar-benar sehat.

Ia bahkan melihat langsung aktivitas pertambangan emas di sungai sekitar jalur menuju hutan. Bagi Chris, itu menunjukkan bagaimana ancaman terhadap habitat Rafflesia kian nyata.

Profesor Agus menambahkan bahwa keberadaan Rafflesia hasseltii dan harimau Sumatra menandakan ekosistem hutan masih baik. Sayangnya, perubahan fungsi lahan, terutama menjadi perkebunan sawit dan kopi telah menghilangkan banyak habitat Rafflesia di Bengkulu.

Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu, pimpinan Sofian, terus berupaya edukasi desa ke desa agar tak lagi memangkas bunga ini yang sering disalahpahami sebagai hama.

Dari Lapangan ke Ranah Genomik

Ridha Mahyuni, ahli taksonomi BRIN, menyebut penemuan ini sebagai “bonus berharga”. Sebelumnya, lokasi spesifik keberadaan Rafflesia hasseltii belum diketahui pasti meski sudah dibahas dalam rapat ilmiah.

Proyek besar ini bertujuan memetakan asal-usul nenek moyang Rafflesia melalui metode phylogenomic, yaitu menghubungkan kekerabatan antarspesies berdasarkan informasi genetik dan persebaran geografis.

Namun prosesnya panjang, dengan ratusan ribu sekuens genom yang harus dianalisis menggunakan superkomputer. Karena itu, temuan di Sumatra Barat menjadi titik terang baru dalam rangkaian panjang eksplorasi ilmiah tersebut.

Perjalanan Panjang dan Panggilan Hati Seorang Deki

Kecintaan Deki pada Rafflesia bermula 2007, saat ia masih menjadi guru olahraga. Ketika murid-muridnya tidak bisa membedakan Amorphophallus dan Rafflesia, ia tertantang mencari langsung keduanya. Itulah awal petualangan kecil yang kemudian berkembang menjadi dedikasi penuh.

Setelah menemukan 10 lokasi Rafflesia dan membantu menemukan spesies baru Rafflesia kemumu, kecintaannya makin mendalam hingga ia menamai anak keduanya “Rhizantes”.

Pada 2025, kabar tentang potensi mekarnya Rafflesia hasseltii membuatnya kembali bergerak. Karena lokasi di Bengkulu berisiko begal, ia memilih jalur Sumatra Barat meski harus menghadapi kemungkinan bertemu harimau.

Baginya, risiko itu sepadan dengan upaya menjaga salah satu warisan alam terindah dunia.

Pertemuan Dua Dunia untuk Menjaga Bunga Paling Misterius

Perjalanan Chris dan Deki bukan hanya tentang penelitian tumbuhan langka. Ini adalah pertemuan dua dunia adanya, ilmu pengetahuan dan kecintaan lokal terhadap alam.

“Orang Indonesia beruntung hidup di tengah kekayaan mega-biodiversitas,” kata Chris.

“Dan saya datang bukan hanya untuk meneliti, tetapi juga belajar dari mereka yang hidup dekat dengan hutan.”

Penemuan Rafflesia hasseltii ini mungkin hanya satu bunga. Tetapi bagi para ilmuwan, pemerhati, dan komunitas lokal, bunga ini adalah pengingat bahwa hutan Indonesia masih menyimpan keajaiban, asalkan manusia memilih untuk menjaganya.

Dilansir dari BBCIndonesia

(Redaksi)

Exit mobile version