IDENESIA.CO, SAMARINDA - Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda, Abdul Rofik menanggapi penggunaan keuangan negara dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang senilai Rp 54 miliar disebut akademisi surat akan muatan politik.
Sebab mengingat kegiatan yang dilakukan di luar pulau Kalimantan, dan turut melibatkan pihak yang kurang lazim, semisal para Ketua RT, Organisasi Masyarakat hingga para pengurus rumah ibadah di Bontang.
"Karena kalau orang itu baik di awal dia akan katakan itu hadiah, tapi kalau diakhir pasti ada sesuatu. Itu dugaan dugaan yang biasa, tinggal dibuktikan benar atau tidak. Apalagi ini masa-masa pilkada. Tentu erat dan sangat bisa berhubungan dengan muatan politik," jelas Abdul Rofik, Senin (30/9/2024).
Selain dari peserta Bimtek, mantan Legislator DPRD Samarinda ini juga menegaskan kalau biaya anggaran Bimtek Pemkot Bontang memiliki nilai yang sangat fantastis.
"Anggaran itu sangat fantastis. Anggaran sampai Rp 54 miliar. Itu kegiatan apa ya ? Oleh sebab itu perlu rasanya dilakukan evaluasi," kata Rofik.
Meski mengaku tidak mengetahui persis kebutuhan yang diperlukan Pemkot Bontang, namun Abdul Rofik menilai kalau penganggaran yang terlampau besar itu sangat tidak lazim.
Selain dari nominal, para peserta yang turut diajak berkegiatan di luar Kalimantan pun tak luput dari sorotannya.
"Paling tidak dengan dana yang begitu besar ini perlu dipertanyakan. Misalnya tadi ada ketua RT, Ormas dan sebagainya itu mau di Bimtekan apa ? Lain cerita kalau kunjungannya bersifat studi tiru. Itu pun pelaksanaannya tidak bisa dilakukan oleh RT karena RT bukan bagian dari pemerintah. Dia terpisah. Kecuali dari kelurahan yang merupakan perangkat terendah dari pemerintahan," tanya Rafik.
Peserta Bimtek yang terdiri dari para Ketua RT di Bontang menurut Rafik sudah menyalahi aturan.
Sebab RT bukan perangkat dari pemerintah. Lain cerita, jika yang diberangkatkan adalah para ASN di tingkat Kecamatan maupun Kelurahan yang memang bisa dibiayai oleh anggaran negara, seperti APBD.
"Kalau itu RT bisa dilakukan tapi namanya hibah. Kalau pun mereka mau, pemerintah itu harusnya mengambil pembicara dan didatangkan (ke daerah) sebagai motivator," tambahnya.
Dengan banyaknya kejanggalan yang disebut Rofik, maka akan sulit rasanya jika kegiatan Bimtek Pemkot Bontang yang menelan biaya Rp 54 miliar tidak bermuatan politik.
"Dalam penganggaran kegiatan ini, bisa jadi sarat dengan muatan politik," tegasnya lagi.
Oleh sebab itu, Rofik menyarankan agar Pemkot Bontang bisa membuka pendataan penganggaran mereka. Dengan tujuan sebagai bentuk transparansi pengguna keuangan negara.
"Penggunaan anggaran itu harusnya terbuka. Apalagi kalau di Samarinda bahkan ada perdanya. Tapi kita tidak tahu kalau di Bontang. Kalau pun itu bersifat rahasia, biasa dokumen seperti itu berada di pemerintah pusat. dan kalau di daerah saya rasa semua itu terbuka saja," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Toni Yuswanto yang kembali dikonfirmasi mengenai laporan penggunaan uang negara kegiatan Bimtek Pemkot Bontang itu menyebut kalau saat ini berkas sedang dalam penanganan Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejati Kaltim.
"Ditangani Bidang Pidsus," singkat Toni saat dikonfirmasi.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang terhimpun dalam EMAK Kaltim menemukan angka Rp 54 miliar dana Bimtek Pemkot Bontang berdasarkan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintahan). Dengan 222 item Bimtek bernilai miliaran yang dilakukan di berbagai dinas dengan melibatkan ribuan orang termasuk masyarakat umum.
"Kami hari ini melaporankan terkait dugaan korupsi, anggaran APBD Kota Bontang, sebesar Rp 54 milliar yang digunakan untuk Bimtek di luar daerah, salah satu kotanya bali, Jogja, Bandung," jelas Pradana, Ketua EMAK Kaltim pada Senin (9/9/2024) lalu.
Lanjut dijelaskannya, penggunaan anggaran Bimtek Pemkot Bontang hingga puluhan miliar itu tentu sangat tak masuk akal. Terlebih, kegiatan pelaksanaan dilakukan dengan memboyong banyak masyarakat sipil ke luar daerah.
"Seharusnya bisa diminimalisir anggarannya, bisa dengan mendatangkan pemateri ke kota Bontang," tekan Pradana.
Dana puluhan miliar itu, diduga Pradana sebagai salah satu alat politik untuk memenangkan salah satu paslon yang hendak berlaga. Dengan cara mengajak masyarakat berlibur dengan modus Bimtek ke luar pulau.
Oleh sebab itu, Pradana menegaskan bahwa dugaan penyalahgunaan anggaran Rp 54 miliar ini harus segera diusut aparat berwajib.
"Dengan laporan ini harapan kami kepada pihak Kejati bisa meneliti secara lanjut, dan pihak kejati bisa membuktikan adaanya dugaan korupsi, yang dibungkus dengan kegiatan bimtek yang memakan anggaran besar, Rp 54 milliar, melalui APBD Kota Bontang," tandasnya.
Sementara itu, informasi dihimpun media ini menyebut kalau penggunaan anggaran Rp 54 miliar itu adalah angka akhir dari kegiatan yang tersebar dibeberapa dinas.
Semisal diketahui pada Juli lalu, terhimpun informasi, Dinas Pendidikan & Kebudayaan (Disdikbud) kota Bontang mendapatkan anggaran Bimtek senilai Rp 7,9 miliar.
Selain itu, ada pula di instansi lain seperti Dispora parekraf Kota Bontang dengan belanja anggaran Rp 4,5 miliar untuk Bimtek. Sekertariat Daerah kota Bontang belanja Rp 4,4 miliar untuk bimtek.
Serta Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (DKUKMPP) senilai Rp 4,1 miliar. Sedangkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) dengan nilai Rp 1,7 untuk belanja anggaran bimtek.
Terbaru untuk anggaran Bimtek Wawasan Kebangsaan yang digelar oleh Kesbangpol Bontang untuk tahun anggaran 2024 sebesar Rp 17 miliar. Dari penggunaan dana Bimtek tersebut, berhembus kabar kalau kegiatan tersebut dilakukan hanya untuk berwisata.
Sebab tersiar kabar, kalau kegiatan Bimtek yang berlangsung di Bali, Makassar, Malang, Yogyakarta dan Bandung ini dilakukan dengan para peserta yang harus lebih dulu menyatakan dukungan kepada salah satu paslon Pilkada Bontang 2024.
Diketahui pula, kalau para peserta Bimtek ini diisi oleh semua Ketua dan Pengurus RT, organisasi paguyuban, organisasi pemuda, anggota ormas, takmir mesjid, imam mesjid dan lainnya.
"Kegiatan ini jelas pemborosan penggunaan APBD yang salah sasaran. Kami minta agar bapak Kepala Kejati Kaltim mengusut dan mengungkap kegiatan bimtek pada APBD Perubahan 2024," tekan Pradana lagi.
Menanggapi laporan tersebut, pihak Kejati Kaltim melalui Kasipenkum Toni Yuswanto langsung menerima aspirasi yang disampaikan mahasiswa tersebut. Dalam keterangannya, Toni mengatakan pihak telah menerima secara lengkap laporan awal tersebut. Mulai dari identitas pelapor, hingga bukti permulaan yang turut disertakan.
"Dari laporan ini, Kejati Kaltim akan mempelajari lebih lanjut lagi, dan memproses sesuai dengan ketentuan yang ada. Untuk proses awal, sudah ada identitas dari pelapor sesuai ketentuan, dari pelapor, bukti permulaan juga sudah dilampirkan, tahap selanjutnya akan di telaah dan pelajari," singkat Toni.
Sementara itu, pihak BPKAD Bontang yang turut dikonfirmasi memberikan tanggapannya, kalau memang benar adanya alokasi anggaran untuk kegiatan Bimtek dibeberapa OPD Pemkot Bontang. Namun untuk nilai besarannya, setiap OPD pasti berbeda-beda sesuai kebutuhan dan prioritas program.
"Kalau terkait orientasi lapangannya, itu memang di luar daerah. Terlebih ada OPD tertentu yang berkaitan sasarannya (program) dengan masyarakat, ormas, pkk, karang tarung," jelas Kepala BPKAD Kota Bontang Sony Suwito Adicahyono.
Jika terkait pengembangan masyarakat, lanjut Sony, instansi terkait memang kerap memboyong sejumlah masyarakat untuk keluar daerah.
"Kalau itu memang tergantung praktek dalam meningkatkan kapasitas, contohnya melihat kampung rehabilitasi seperti apa, jadi memang harus membawa masyarakat. Karena ada media-media kerjanya yang enggak bisa di bawa ke Bontang," bebernya.
Saat ditanya mengenai jumlah anggaran Bimtek yang dikeluarkan mencapai Rp 54 miliar, Sony mengaku kalau hal tersebut sejatinya memang tidak diatur. Sebab pengalokasian anggaran tergantung kebutuhan dari setiap instansi.
"Ada peraturan perwali, terkait jumlah uang saku perjalanan dinas masyarakat, berbeda dengan aparatur pemerintah, yang mengatur perjalanan dinas, untuk jumlah tergantung uptd masing. Contoh kelompok tani, dimana yang dibawa keterwakilannya, kuasa penuhnya dari kepala uptd terkait yang melaksanakan Bimtek," ulasnya.
Meski tak mengetahui persis, namun Sony menyebut kalau ambang batas bawah pengalokasian anggaran ada diatur dalam Permendagri.
"Nomor satu (penyerapan anggaran) itu ada Disdik. Anggarannya diatur dalam Permendagri minimal 20 persen dari anggaran APBD. Misal di perubahan ini (APBD) Rp 3,3 triliun, minimal (anggaran Disdik) 20 persennya. Lebih bisa, kalau dibawahnya enggak bisa," pungkasnya.
(Redaksi)