IDENESIA.CO - Nyamuk yang selama ini kita kenal sebagai pembawa virus dengue atau penyebab demam berdarah, bisa tidak berbahaya jika sudah mengandung Wolbachia. Sebab, replikasi virus dengue dalam nyamuk Aedes aegypti sudah ditekan oleh bakteri alami tersebut.
Wolbachia menjadi metode pelengkap program pengendalian demam berdarah di Kota Yogyakarta. Di Yogyakarta, Program WMP Yogyakarta merupakan kerja sama antara World Mosquito Program, Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (PKT- FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Yayasan Tahija. Berikut manfaat Wolbachia dalam pengentasan DBD di Kota Yogyakarta, antara lain:
Nyamuk Ae. Aegypti ber-Wolbachia itu Aman
Tentu ini yang menjadi pembeda. Gigitan nyamuk Ae. aegypti dengan Ae.aegypti ber-Wolbachia sama gatalnya. Bedanya, nyamuk Ae.aegypti ber-Wolbachia sudah tidak lagi dapat menularkan virus dengue. Wolbachia ditemukan hanya ada pada serangga, dan tidak dapat hidup dalam tubuh manusia. Studi Wild Insect Survey yang dilakukan oleh WMP Yogyakarta menunjukkan, dari 100 serangga yang ada di Yogyakarta, 22 diantaranya mengandung Wolbachia.
Tim peneliti WMP Yogyakarta mengembangbiakkan nyamuk ber-Wolbachia di Laboratorium Entomologi WMP Yogyakarta, mulai dari mengawinkan hingga memberi makan, dan memastikan keberlangsungan hidupnya. Keamanan nyamuk Ae. aegypti ber-Wolbachia juga terbukti dengan memberi darah manusia secara langsung oleh staff WMP Yogyakarta. Rata-rata, sukarelawan yang kemudian disebut blood feeder mendapat jatah 4 kandang nyamuk dalam satu sesi blood feeding, dengan populasi 600 nyamuk, setiap kandangnya, dengan estimasi 300 nyamuk betina dan 300 nyamuk jantan.
Memberi makan nyamuk Ae. Aegypti? Amankah? Itulah pertanyaan yang seringkali ditanyakan. Jawabannya, tentu aman. Sebab, nyamuk yang diberi makan blood feeder sudah dipastikan ber-Wolbachia. Buktinya, mulai dari Budi Arianto, Staf WMP Yogyakarta hingga Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur D.I. Yogyakarta pernah memberi makan nyamuk-nyamuk ber-Wolbachia di laboratorium. Nyamuk-nyamuk tersebut rutin diberi makan setiap 1-2 minggu sekali. Caranya, blood feeder cukup menaruh bagian tangan atau kaki di kotak kubus yang terdapat nyamuk ber-Wolbachia di dalamnya. Sebagai informasi, yang memakan darah manusia hanyalah nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantan diberi makan dengan cairan gula.
Tingginya Penerimaan Masyarakat
Setelah dikembangbiakkan di laboratorium, selanjutnya nyamuk-nyamuk akan dilepaskan di area pemukiman penduduk di wilayah penelitian. Sebelum dilakukan pelepasan, WMP Yogyakarta mendata penduduk yang setuju menjadi orang tua asuh nyamuk. Baru kemudian, ember-ember berisi telur nyamuk diadopsi oleh orang tua asuh, dimana ember berisi telur nyamuk tersebut ditempatkan di sekitar rumah warga.
Mengentas DBD kok malah melepaskan nyamuk? Tenang-tenang, semua nyamuk yang dilepas sudah dipastikan ber-Wolbachia. Nyamuk ber-Wolbachia diharapkan mampu berkembangbiak dengan nyamuk Ae. aegypti lokal di alam, dan secara berkelanjutan mencegah transmisi demam berdarah.
Berbagai strategi pelibatan masyarakat untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dilakukan oleh WMP Yogyakarta dalam mengenalkan teknologi Wolbachia. Mulai dari pendekatan budaya di masyarakat, pertemuan-pertemuan warga di tingkat RT, kampanye publik melalui media massa dan media sosial, serta pengelolaan keluhan masyarakat melalui Stakeholder Inquiry System (SIS). Selain itu, sebelum melakukan pelepasan, WMP Yogyakarta meminta persetujuan dari masyarakat sesuai asas Free Prior Informed Consent (FPIC). Hal tersebut dilakukan agar penerimaan warga atas teknologi Wolbachia ini benar-benar sukarela, bukan paksaan. Bahkan, masyarakat yang bertindak sebagai orang tua asuh nyamuk pun akan menjaganya dengan sepenuh hati.
Kini penerimaan warga berbuah manfaat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, kasus DBD di Kota Yogyakarta beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Tahun 2019 terdapat 474 kasus DBD, sedangkan per bulan Juni 2020 ada 239 kasus. Menilik tahun-tahun sebelumnya, kasus insidensi DBD di Kota Yogyakarta cukup fluktuatif. Puncak kasus DBD terjadi pada tahun 2016 dengan jumlah kasus 1.705 kasus. Tahun 2017 turun menjadi 414 kasus dan pada 2018 turun menjadi 113 kasus.
Seperti yang terjadi pada tahun 2018, penurunan yang signifikan tentu membawa kabar baik bagi masyarakat. Menindaklanjuti data-data tersebut, WMP Yogyakarta di bulan September akan kembali melepaskan nyamuk di area baru. Area tersebut meliputi, 24 kelurahan yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.
Teknologi Wolbachia merupakan pelengkap pengendalian DBD selain Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Secara tujuan tentu sama, yakni untuk menurunkan kasus DBD dari tahun-tahun sebelumnya. Kedepan, semoga manfaat Wolbachia bisa diperluas di daerah lainnya, untuk menurunkan kasus kejadian demam berdarah di Indonesia.
(Redaksi)