IDENESIA.CO - Setiap orang tua memiiki taggung jawab merawat dan mendidik putra putrinya menjadi orang yang berguna bagi banyak orang. Hal ini bukanlah perkara yang mudah.
Meski berat, namun nyatanya ada saja orang tua yang berhasil membawa anak-anaknya menjadi orang yang sukses. Ibu berusia 76 tahun ini, contohnya.
Ibu bernama Nafisah Ahmad Zen Shahab berhasil mengantarkan anak-anaknyanya menjadi orang sukses. Tak tanggung-tanggung,10 dari 12 anaknya telah menjadi dokter.
Gelar dokter dari anak Nafisah mulai dari dokter spesialis di bidang kardiovaskular, penyakit dalam, anak, urologi, ortopedi, serta kulit dan kelamin.
Bahkan anak sulung Nafisah berhasil mencapai gelar profesor, yakni Prof. Dr. dr. Idrus Alwi Sp.PD, K-KV. FACC, FESC, FAPSIC, FINASIM. Sedangkan anak lainnya, yakni dr. Muhammad Syafiq, Sp.PD-KGH; dr. Suraiyah Sp.A(K); dr Nouval Shahab Sp. U, Ph.D, FICS, FACS; dr Isa An Nagib Sp. OT (K); dr. Zen Firman Sp.OT, M Biomed; dan dr. Nur Dalilah Sp.KK, sukses menjadi dokter hebat di bidang mereka masing-masing.
Selain, drg. Farida Alwi; dr. Shahabiyah MMR, dan dr. Fatinah. Dua anak Nafisah lainnya, lulus di bidang teknik kimia dan kini bekerja sebagai PNS di Depok serta seorang lagi berkarier sebagai desainer interior.
Meski sebagian besar anak-anak Nafisah berprofesi sebagai dokter, nyatanya keluarga besar ini tidak memiliki latar belakang kedokteran. Nafisah merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), sedangnya suaminya, Alwi Idrus Shahab, seorang sarjana ekonomi.
Nafisah mengatakan ia, mendidik anak-anaknya hanya menggunakan cara sederhana. Selama ini, Nafisah dan suami tidak pernah menggunakan cara yang kasar dalam mendidik dan membesarkan 12 buah hati mereka.
“Saya enggak pernah mukul, bicara dengan lemah lembut supaya masuk, enggak pernah keras. Kata orang kalau dikerasin, (anak) akan lebih keras. Kasih sayang juga sama, enggak boleh pilih kasih. Sayang semuanya,” kata ibu asal Palembang ini.
Tak hanya lembut, Nafisah juga cukup disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Saat pagi hari, anaknya akan belajara di sekolah, sementara siangnya saat pulang sekolah, mereka beristirahat dan main.
Biasanya sebelum pukul 17.00 atau ketika ayah mereka belum pulang, semua anak-anaknya sudah harus berada di rumah. Saat azan magrib, televisi harus dimatikan karena mereka semua menjalankan ibadah salat.
“Setelah salat, ngaji. Setelah itu, belajar,” ujarnya.
Nafisah menjelaskan, alasan banyak anaknya yang kuliah kedokteran lantaran termotivasi oleh anak tertuanya, Idrus Alwi.
"Yang paling tua masuk (kedokteran) dan adik nanya enak enggak. Katanya biasa aja, jadi (ikut) masuk (kuliah kedokteran),” imbuhnya.
Pada tahun 1996, saat beberapa anaknya masih duduk di bangku kuliah, suami Nafisah meninggal dunia. Sejak saat itulah, dia berjuang sebagai ibu tunggal untuk membesarkan anak-anaknya. Untuk membiayai kebutuhan hidup, Nafisah meneruskan bisnis suaminya sebagai pedagang batik.
Sementara soal biaya pendidikan tidak begitu membebani, karena anak-anaknya masuk universitas negeri. Selain itu, mereka juga bisa berhemat membeli buku lantaran sebagian besar sekolah kedokteran, sehingga kerap berbagi buku pelajaran.
Usai ditinggal sang ayah, ternyata perjuangan anak-anak Nafisah untuk sekolah tidak pernah berhenti. Selain Nafisah, anak sulungnya, yakni Idrus Alwi, memiliki peran penting dalam kesuksesan adik-adiknya.
“Tidak terlepas dari figur kakak paling tua. Dia selalu mengayomi kami untuk selalu semangat untuk mencari ilmu,” kata dr. Isa.
Saat dihadapkan dengan masalah sulit, keluarga besar ini memiliki satu kunci agar dapat mengatasi masalah tersebut, yakni saling mendukung satu sama lain.
Diakui dr. Isa, saat tengah merasa down di masa perkuliahan, mereka akan selalu mendapat dukungan dan penyemangat dari saudara-saudaranya.
“Kakak-kakak selalu support untuk tetap semangat. Kami beruntung karena dikawal oleh kakak-kakak yang baik,” ujarnya.
Lantaran itulah, mereka mampu menyelesaikan kuliah dan memiliki karier yang cemerlang. Berkat kesuksesan dalam mendidik anak-anaknya, pada Februari 2010 lalu, Nafisah mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai keluarga dengan jumlah profesi dokter terbanyak dalam keluarga.
(Redaksi)