Minggu, 6 Oktober 2024

Esai

Nasib Teater di Tengah Pandemi, Pertarungan Antara Keteguhan dan Keterbatasan

Penulis: Risti Gyro

Minggu, 2 Januari 2022 16:11

Teater di kala pandemi.

Pertunjukan teater tidak lantas menjadi penyerahan mentah kepada kondisi “bermain peran” secara habis-habisan. Teater merupakan sarana “menikmati peran” yang dilakukan secara rela demi suatu penghiburan. Rasanya hampa sekali ketika menciptakan sesuatu yang hebat namun tiada satu pun yang menikmatinya. Di tengah pandemi ini, menjadi besar dan nyata adalah hasil dari suatu keteguhan. - Risty Gyro, Sutradara dan Penulis Naskah Teater Yupa Unmul -

IDENESIA.CO - Dini hari, seseorang melontarkan pertanyaan kepada saya mengenai kemungkinan tetap berteater di tengah pandemi.

Saya hanya mengangkat bahu seraya menghela nafas.

Jawaban yang agak malas-malasan, kebiasaan jika ditanya sesuatu yang kurang disukai, kurang diketahui atau kurang dikuasai.

Maksudnya kurang lebih seperti “Ya, begitu deh,”

Padahal kalau dipikir-pikir, pertanyaan ini jelas menggambarkan pahitnya kebuntuan cara berpikir dan cara berbuat.

Kelihatannya satu-satunya yang dapat kita lakukan hanyalah menunggu dan berharap datangnya tanda-tanda kehidupan.

Sekalipun sengsara, menyakitkan dan penuh pengorbanan.

Karya-karya kini lahir bukan karena renungan, tapi merupakan sebuah kebutuhan berekspresi.

Luapan emosi yang terkukung di dalam diri, ikut terbatasi oleh situasi yang tidak tahu kapan habisnya ini.

Hadir membanjir, meneror, mengguncang-guncang, sesuai dengan gejolak dan dinamika di tengah keterbatasan.

Kesulitannya adalah ketika suatu teater atau pengkaryaan teater harus dibatasi ruang geraknya.

Bukan soal ide, tapi soal proses kebersamaannya.


Risty Gyro, Sutradara dan Penulis Naskah Teater Yupa Unmul.
Tidak berlebihan rasanya jika saya turut berpendapat bahwa naskah drama untuk menjadi sebuah karya teater harus menjalani proses transformasi yang panjang dan kompleks.

Digarap oleh banyak orang dalam suatu perenungan bersama.

Ketika tampil di pentas, para penggiat teater secara kreatif mengajak penontonnya menafsirkan naskah kedalam berbagai perspektif garapan.

Ketika menggarap naskah ke dalam seni pertunjukan teater, yang penting bukan hanya situasi romantis di atas panggung.

Tapi juga geliat-geliat tajam yang menyoroti keromantisan panggung tersebut.

Pertunjukan teater tidak lantas menjadi penyerahan mentah kepada kondisi “bermain peran” secara habis-habisan.

Teater merupakan sarana “menikmati peran” yang dilakukan secara rela demi suatu penghiburan.

Rasanya hampa sekali ketika menciptakan sesuatu yang hebat namun tiada satu pun yang menikmatinya.

Di tengah pandemi ini, menjadi besar dan nyata adalah hasil dari suatu keteguhan.

Sekarang bukan lagi soal siapa yang bisa mengungguli siapa, tapi sanggupkah kita mengalahkan ruang dan waktu untuk tetap menikmati degup teater yang nyata? (redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat