Jumat, 22 November 2024

Asal-usul dan Sejarah

Sederet Fakta Tembakau Indonesia, Ternyata Bukan Tanaman Khas Nusantara

Menelusuri Asal-usul Budaya rokok

Senin, 13 Desember 2021 17:31

Ilustrasi tembakau. Sederet fakta tembakau Indonesia, ternyata bukan tanaman khas Nusantara. Menelusuri jejak dan asal-usul budaya rokok.

IDENESIA.CO - Simak sederet fakta tembakau dan perkembangan budaya merokok di Indonesia.

Ternyata tembakau bukan tanaman khas yang berasal dari Nusantara.

Kendati Indonesia jadi negara penghasil tembakau terbaik di dunia, namun faktanya pengaruh penyebaran dibawa pelaut Spanyol.

Kala itu tembakau pertama kali diperkenalkan orang Spanyol di Asia pada abad ke-16, persisnya di Filipina.

Hal itu diungkapkan, sejarawan Belanda Berbard Hubertus Maria Vlekk dalam Nusantara: History of Indonesia.


Ilustrasi tembakau.

Pelaut Spanyol diperkirakan memperkenalkan tembakau ke Filipina, setelah dibawa dari Mexico dan tiba di Nusantara pada 1575.

Kemudian persebarannya kian masif seiring dengan penanamannya di Asia Tenggara.

Sementara dalam buku Kretek, Pusaka Nusantara tulisan Thomas Sunaryo, merekam bagaimana sejarah tembakau masuk ke Indonesia.

Pengajar tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia mengungkap bahwa masyarakat Nusantara sudah menghisap rokok, setelah mengadopsi kebiasaan para penjajah.

Hal itu terekam dalam laporan utusan VOC tentang Sultan Agung yang menghisap rokok dengan pipa.

Kemudian dalam Babad Ing Sangkala juga mengisahkan para bangsawan Jawa sudah merokok tembakau pada masa pemerintahan Senopati di Kesultanan Mataram.

Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum), bunga dan bijinya, dibatasi oleh enam adegan yang menggambarkan penggunaannya oleh manusia.

"Masyarakat bawah dan priyayi mengembangkan kebiasaan menhisap rokok dengan mencampurnya dengan beberapa unsur perasa dan aroma lokal yang ada dan sudah lebih tua sejarah penggunaannya seperti misalnya uwur, klembak, menyan hingga cengkeh," tulisnya.

"Hal ini harus dimaknai sebagai awal lahirnya sebuah kebiasaan asli dan baru masyarakat nusantara. Hal ini tidak aneh dikarenakan masyarakat agraris yang sebelah kakinya telah melangkah ke dalam alam industri ini, seperti kita ketahui bersama, masih berada pada masa kesadaran mistis."

Kebiasaan rokok, dupa, menyan, hingga opiuum saat itu menjadi hal yang 'wajib' bagi masyarakat Jawa.

Tak heran, sampai sekarang rokok kretek dan minuman favorit seperti kopi dan teh juga digunakan sebagai sesajen untuk mendoakan leluhur.

Meski demikian, Thomas yang mengutip Onghokham dan Budiman juga mengungkap, ternyata suku pegunungan Papua seperti Tapiro telah lama memiliki kebiasaan melinting dan menghisap tembakau asli Papua.

Jenisnya pun dekat dengan spesies tembakau asli Australia Nicotiana soavelens, yang perlu diteliti lebih lanjut.

Kepala Desa Colol, Valentinus, membawa hasil panen kopi, sirih pinang dan rokok sebagai syarat Torok Manu.

Thomas S. Raffles juga merekam kebiasaan orang Jawa yang suka menghisap tembakau karena diperkenalkan orang Belanda pada 1601.

Sunaryo memaparkan tahun yang disebutkan Raffles sesuai dengan naskah Babad Ing Sangkala.

Penggunaannya juga sudah masif hingga ke wilayah Banten.

"Kecil kemungkinan tembakau yang dikonsumsi didatangkan dari daratan Amerika maupun daratan Eropa, mengingat tembakau sangatlah mahal untuk konsumsi orang Jawa saat itu. Kemungkinan besar tanaman tembakau sudah ditanam di pulau Jawa untuk kebutuhan sendiri," terang Sunaryo.

Terbukti, VOC pada 1650 ternyata telah mengalihfungsikan beberapa kawasan di Nusantara sebagai perkebunan tembakau.

Beberapa daerah itu seperti Kedu, Bagtelen, Malang, dan Priangan, yang akhirnya meresap dalam keseharian masyarakat Nusantara.

Ketika Raffles menjadi Gubernur Jenderal pada 1811-1816, kebijakan seluruh tanah jajahan adalah milik kerajaan Inggris berlaku.

Isinya, bagi siapapun yang mendiami tanah koloni harus membayar pajak bumi hasil.

Kebijakan itu kemudian terwariskan ketika Belanda kembali berkuasa dan berubah menjadi cultuurstelsel pada 1830.

Salah satu turunan peraturan yang menyengsarakan pertani adalah keharusan menanam di sepertiga luas tanahnya dengan tembakau yang bisa diekspor.

Perkebunan tembakau akhirnya merebak hingga luar Jawa seperti Ternate, Kepualaun Kei, Makian, Buru, Seram, Ambon, dan Bali, dalam kurun waktu 20 tahun setelah peraturan Cultuurstelsel berlaku.

Perkawinan dengan rempah Ketika membeli rokok asli luar negeri, cobalah Anda rasakan, ada kandungan yang hampa saat dinikmati.

Bila diamati, ternyata rokok Indonesia yang ada saat ini memiliki rempah sebagai kandungannya, salah satunya cengkeh (Syzygium aromaticum).

Cengkeh menjadi salah satu kisah awal lahirnya rokok kretek, yang diperkirakan sudah ada pada 1870.

Dalam salah satu versi yang dikutip Sunaryo, Kudus memiliki industri rokok kretek lintingan di rumah tangga.

Konon, seorang warga Kudus bernama Haji Jamahri menggunakan minyak cengkeh di dada dan pinggangnya untuk meredakan sesak dadak.

Kemudian sakitnya berukurang walau belum sembuh total.

Saat itu industri rokok kretek mulai dimiliki kalangan pribumi.

Haji Jamahri kemudian mengunyah cengkeh dan hasilnya jauh lebih baik, dan terlintas untuk menggunakan rempah-rempah sebagai obat.

Ia mencoba merajang halus cengkeh, lalu dioplos dengan tembakau, dan membuat asapnya saat dihisap bisa masuk ke paru-paru.

Cengkeh adalah tanaman yang digilai bangsa Eropa di masa perburuan rempah.

Siapa sangka ternyata cengkeh menjadi ciri khas tersendiri dalam sejarah rokok di Indonesia.

Yunaidi Joepoet Cengkeh adalah tanaman yang digilai bangsa Eropa di masa perburuan rempah.

Siapa sangka ternyata cengkeh menjadi ciri khas tersendiri dalam sejarah rokok di Indonesia.

"Hasilnya menggembirakan, penyakit dada Haji Jamhari menjadi sembuh. Informasi terapi asap tembakau dicampur cengkeh tersebut segera menyebar di sekitaran Kudus. Para tetangga dan kerabat beramai-ramai ingion mencoba rokok mujarab yang menyembuhkan itu, sehingga perusahaan rokok kecil harus didirikan Haji Jamhari," tulis Sunaryo.

Selanjutnya banyak pula kisah-kisah industri rokok yang berkembang.

Beberapa menggunakan istilah buah-buahan dan rempah yang ternyata menjual di masyarakat awal abad ke-20, seperti Delima, Mrico, dan Jangkar Duren.

Rokok sebelum yang kita kenal ternyata menggunakan pembungkus dari kulit jagung kering (klobot).

Kertas pembungkus baru muncul pada 1928 yang perlahan mulai menggeser klobot.

Meski sudah marak rokok dengan bungkus kertas, ternyata klobot masih banyak diproduksi oleh industri kretek hingga saat ini.

Rokok kretek terus mencoba bertahan di Hindia Belanda hingga saat ini.

Berbagai cara untuk tetap lestari, termasuk penerapan cukai yang sangat tinggi pernah diberlakukan dari industri rokok asal Inggris-Amerika British American Tobacco yang mulai mendirikan pabrik di Cirebon (1925) dan (1928). (redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat