Minggu, 6 Oktober 2024

Indonesia Mulai Alami Resesi Seks, Suami-Istri Ogah Punya Anak

Jumat, 16 Desember 2022 16:0

ILUSTRASI - Wanita dan Laki-Laki sama-sama bekerja. / Foto:IST

IDENESIA.COIndonesia berpotensi mengalami risiko resesi seks. Kondisi ini ditandai dengan penurunan angka kelahiran lantaran warga tak ingin melakukan hubungan seks, menikah, atau memiliki anak.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, mengatakan terdapat sejumlah kota/kabupaten di Indonesia yang mencatat zero growth atau nihil kelahiran baru. Gaya hidup disebut menjadi penyebab terjadinya peristiwa ini.

Bagi wanita, Hasto mengungkapkan sebagian orang sudah tak ambil pusing jika tak memiliki anak. Mereka lebih memilih fokus pada kesejahteraan hidup dan kualitas bersama suami.

"Kalau wanita misalnya, nggak apa-apa aku nikah tua, nggak apa-apa misal aku nggak punya anak karena yang penting terayomi dengan suami," jelasnya.

Adapun salah satu daerah yang disinggung adalah DI Yogyakarta. DIY secara keseluruhan memiliki angka kelahiran rata-rata 2,2 bahkan di beberapa kabupaten/kota 1,9. Artinya, kebanyakan perempuan melahirkan kurang dari dua anak.

Terdapat sejumlah faktor penyebab wanita tidak ingin menikah dan punya anak. Hal ini sempat disinggung oleh psikolog Indah Sundari Jayanti, MPsi, beberapa waktu lalu. Menurutnya, kencangnya tuntunan dan stigma pada wanita untuk menjadi ideal sesuai standar sosial bisa menjadi salah satu pemicunya.

Selain itu, terdapat kemungkinan lain bahwa keengganan untuk menikah dan mempunyai anak sudah lama dirasakan oleh seorang wanita. Dengan melihat banyak orang lain melakukan hal serupa, wanita tersebut merasa tervalidasi sehingga menjadi tidak ragu untuk mengikuti keinginannya.

"Semakin ke sini kita menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan yang semakin besar. Otomatis itu berdampak kepada bagaimana kesiapan kita untuk menikah, menjadi ibu, mengurus anak," kata Indah saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

"Bahkan banyak kok perempuan yang memutuskan (punya anak) satu saja. Bukan karena mereka nggak mau punya anak lagi, tetapi mereka tahu (mempunyai anak) sangat menantang ke depannya," sambungnya.

Pandangan menurut Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono menyebut 'resesi seks' bakal berujung pada krisis keluarga. Ini dipastikan berdampak pada banyak hal salah satunya yakni ekonomi, dari semula perputaran ekonomi di hal-hal terkait kebutuhan anak dan keluarga berjalan sebagaimana mestinya, menjadi 'mandet' akibat banyak orang yang tidak memiliki anak. Misalnya, tidak ada lagi kebutuhan popok, susu bayi formula, dan sebagainya.

''Nah kalau katakan 40 persen orang menarik dari situ, itu artinya 40 persen kegiatan ekonomi dalam sektor itu akan berkurang, kemudian juga orang cenderung ya mendingan kost mendingan tinggal di apartemen, tidak punya investasi rumah, dan lagian kalau dia sudah tua meninggal itu buat apa, itu akibatnya dalam beberapa hal ekonomi terganggu di situ,'' jelas dia.

Selain ekonomi, tentu berdampak pada aspek sosial. Akibat tidak berkeluarga, struktur sosial di masyarakat terganggu. Minimnya rasa peduli antarsesama lantaran masing-masing sibuk dengan pencapaian dan urusan pengembangan diri sendiri.

Sementara pada aspek psikologis, beban hidup pada wanita maupun laki-laki otonom bakal lebih tinggi karena tidak terbiasa berbagi masalah dengan orang lain.

''Ketika dia nggak mau berkeluarga, dia urus hidup dia diri sendiri dengan hidup di luar juga dia jadi acuh tak acuh nah itu masalah sosial juga akan muncul,'' tegasnya.

(Redaksi)

 

Tag berita:
IDEhabitat