IDENESIA.CO - Skandal besar mengguncang pemerintahan Presiden Donald Trump setelah terungkap bahwa informasi sensitif terkait serangan militer A...
IDENESIA.CO - Skandal besar mengguncang pemerintahan Presiden Donald Trump setelah terungkap bahwa informasi sensitif terkait serangan militer AS di Yaman bocor ke publik.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, kini berada di tengah badai kontroversi, dengan tekanan politik dan hukum yang terus meningkat.
Kebocoran ini menjadi pukulan telak bagi pemerintahan Trump, yang sebelumnya telah menghadapi kritik terkait kebijakan luar negerinya yang agresif.
Insiden ini semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap keamanan informasi dalam lingkaran pemerintahan.
Menurut jajak pendapat terbaru oleh Pew Research Center, lebih dari 60% warga Amerika merasa bahwa pemerintah gagal melindungi informasi rahasia yang krusial bagi keamanan nasional.
Di tengah panasnya sidang di Komite Intelijen Senat, para senator dari Partai Demokrat menekan Direktur CIA John Ratcliffe dan Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard mengenai bagaimana informasi sensitif tersebut dapat bocor.
Meski keduanya membantah adanya kebocoran informasi rahasia, beberapa anggota Kongres tetap mempertanyakan transparansi pemerintahan Trump dalam menangani isu keamanan nasional.
Senator Demokrat Mark Warner menegaskan bahwa kejadian ini menandai kegagalan besar dalam menjaga integritas informasi militer.
"Jika informasi seperti ini bisa bocor, bagaimana kita bisa yakin bahwa strategi militer kita aman dari musuh?" ujarnya dalam sidang yang berlangsung pada Selasa.
Kebocoran ini juga berpotensi merusak hubungan AS dengan sekutu-sekutunya di Timur Tengah. Pejabat dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menyampaikan kekhawatiran mereka atas keamanan informasi militer yang beredar.
Sementara itu, Iran, yang sering menjadi target serangan AS, disebut-sebut memanfaatkan insiden ini untuk memperkuat klaimnya bahwa AS tidak dapat dipercaya dalam operasi militernya.
Dalam pernyataannya kepada media, Hegseth membantah bahwa ia telah membocorkan informasi strategis.
Namun, tekanan semakin meningkat setelah laporan dari The Atlantic mengungkapkan bahwa pesan-pesan yang dikirim melalui aplikasi Signal berisi rincian serangan mendatang, termasuk target dan persenjataan yang akan digunakan.
"Tidak ada yang sedang membahas rencana perang melalui teks," ujar Hegseth, namun pengamat militer menilai bahwa bahkan sekadar menyebutkan target dan senjata sudah termasuk informasi yang sangat sensitif.
Gedung Putih kini menghadapi tuntutan untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap kebocoran ini.
Dewan Keamanan Nasional dikabarkan tengah mengkaji apakah ada pelanggaran protokol dalam komunikasi internal pejabat pertahanan.
Sementara itu, anggota Kongres dari kedua partai mendesak agar Menteri Pertahanan segera memberikan klarifikasi di depan publik.
Dengan meningkatnya tekanan dari berbagai pihak, pertanyaan terbesar saat ini adalah apakah pemerintahan Trump dapat bertahan dari badai politik yang semakin besar akibat skandal ini.
(Redaksi)