Minggu, 6 Oktober 2024

Keunikan Desa Bengkala Yang Masyarakatnya Tuna Rungu Wicara

Senin, 19 Desember 2022 20:0

PENARI - Para Penari Janger Kolok menggelar pertunjukan tari Babilek dan Jalak Angwuci di Balai Wantilan Desa Bengkala, Buleleng, Bali (10/10/2018). Foto: National Geographic

IDENESIA.CO - Desa Bengkala berada sekitar 15,6 kilometer dari Pusat Kota Singaraja, atau sekitar 100 kilometer dari Kota Denpasar. Desa Bengkala merupakan sebuah desa di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten buleleng Bali Utara.

GAPURA - Gapura Desa Bengkala./ Foto: Tribun

 

Yang unik dari Masyarakat Kolok Desa Bengkala Bali dikenal sebagai masyarakat tuna rungu wicara (tuli-bisu) sejak lahir namun hidup harmonis di Desa Bengkala Bali. Gapura batu khas Bali berdiri sebagai pintu masuk gang, dengan bertuliskan Selamat Datang di Desa Bengkala.

Menurut catatan berbentuk lempengan tembaga dari zaman pemerintahan Paduka Sri Maharaja Haji Jayapangus Arkaja Cihna (1133-1173 Masehi), ditemukan data mengenai desa Bengkala tetapi juga disebut Bengkala oleh masyarakat.

Prasasti ini berangka tahun saka 1103 atau 22 Juli 1181 Masehi, dan ditemukan pada tahun 1971.

Menurut catatan tersebut, sudah dapat disimpulkan bahwa Desa Bengkala telah ada sejak dahulu kala.

Prasasti ini juga memuat catatan tentang kehidupan di Bengkala, dan keluhan masyarakat terhadap perilaku pejabat kerajaan yang tidak adil dalam menarik pajak.

Tanggal yang tertera pada prasasti, yakni 22 Juli dan dijadikan sebagai Hari Peringatan Lahirnya Desa Bengkala.

Desa Bengkala merupakan sebuah desa istimewa karena memiliki komunitas tuna rungu wicara (Tuli dan bisu) cukup besar.

Sektar 2% dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Bengkala, lahir dalam keadaan kolok atau tuli dan bisu dalam Bahasa Bali.Desa Bengkala ini sering disebut juga sebagai Desa Kolok.

Desa Bengkala memiliki sekolah luar biasa khusus mengajarkan Bahasa isyarat yang digunakan di Desa Bengkala.Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Kolok, namun terbuka bagi siapapun yang ingin belajar dipersilahkan tanpa mengenal batasan usia.

Desa Bengkala memiliki sekolah luar biasa khusus mengajarkan Bahasa isyarat yang digunakan di Desa Bengkala.

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Kolok (Bahasa Isyarat), namun terbuka bagi siapapun yang ingin belajar dipersilahkan tanpa mengenal batasan usia.

Beberapa tarian yang ada di Desa Bengkala salah satunya adalah Tari Janger Kolok, yakni tarian yang semua penarinya adalah orang kolok atau bisu dan tuli.Tarian ini tidak menggunakan iringan musik seperti tari umumnya, namun menggunakan alat musik kendang sebagai pengiring.

Tari Janger Kolok sudah terkenal hingga mancanegara, hal ini tidak lepas dari warga Bengkala Buleleng sudah mulai mengenal internet dan menyebarkan tarian ini melalui media sosial hingga mancanegara. Masyarakat kolok Bengkala, yang diperankan oleh warga kolok itu sendiri. Munculnya Janger Kolok ini berkat tangan terampil salah seorang penduduk asli Desa Bengkala. Janger Kolok ini didirikan pada tahun 1969. Pendirian janger kolok ini Dikarenakan keunikan dari tarian janger, yaitu tarian yang diiringi nyanyian. Namun, dalam Tarian Janger Kolok ini yang dinyanyikan tidak sama dengan nyanyian seperti janger Biasanya, janger ini hanya menggunakan bahasa isyarat.

Kemudian ada Tari Yogi Nandini. Gerakan-gerakan yoga menjadi dasar untuk menciptakan gerakan Tari Yogi Nandini. Dinamakan yogi yang artinya orang yang melaksanakan yoga dengan penuh kepercayaan diri, suka cita, dan penghayatan jiwa raga. Sementara, Nandini yang artinya “menyenangkan” adalah simbol lembu betina yang melambangkan tak kenal takut dan kuat. Semua bermuara pada tujuan khusus agar masyarakat yang belajar tarian ini hatinya bisa menjadi lebih damai dan bahagia.

Jika Tari Yogi Nandini masih dalam tahap penyempurnaan dan belum pernah dipentaskan di depan umum sebelumnya, lain lagi dengan Tari Jalak Anguci dan Tari Bebile ciptaan Ibu Dayu. Bernama lengkap Ida Dayu Tresnawati, perempuan yang sama kreatifnya dengan Ibu Pande adalah anggota FlipMas Ngayah Bali bidang Kesenian, khususnya berkaitan dengan kesenian di Desa Bengkala. Ia sejak 2017 terlibat dalam pemberdayaan kesenian di Bengkala melalui tari-tarian.

Tari Jalak Anguci terinspirasi dari burung jalak. Jalak artinya burung, dan anguci artinya suara yang merdu. Ini menjadi perumpamaan bahwa biarpun para penari Jalak Anguci kolok, mereka bisa tetap berkomunikasi lewat tarian. Jalak Anguci ditarikan oleh dua perempuan kolok, bernama Luh Budarsih (19 tahun) dan Komang Reswanadi (13 tahun).

Sementara, Tari Baris Bebek Bingar Bengkala (Bebile) menggambarkan semangat dari masyarakat kolok yang tetap ceria melakoni apa saja yang ada dalam hidup mereka. Bebile ditarikan oleh 7 lelaki yang kesemuanya kolok, yaitu I Wayan Ngarda, Wayan Sumendra, Made Subentar, Putu Juliarta, Made Karyana, Sugita, dan Made Sudarma. Kedua tarian ini diiringi oleh pemusik yang bisa mendengar dan berbicara dengan alat musik yang berbeda-beda.

Bagi Ibu Dayu, awal mengajar masyarakat kolok cukup menantang, sebab ia sendiri semula tidak bisa berbahasa isyarat. Namun, hal itu tidak membuatnya patah semangat. Ada Pak Kanta yang membantunya menjembatani komunikasi antara dirinya dan penari kolok. Dengan semangat yang mereka miliki, mereka dengan cepat memahami gerakan-gerakan tari. Beruntung pula, kini teknologi sudah maju. Ibu Dayu merekam gerakan-gerakan tari tersebut di ponsel, lalu diperlihatkan kepada para penari sembari berlatih gerakan dasar.

Keunikannya adalah jika selama ini dalam tarian, penari mengikuti melodi musik, kini para pemusiklah yang menyesuaikan gerakan penari Kolok. 

(Redaksi) 

Tag berita:
IDEhabitat