IDENESIA.CO, SAMARINDA – Anggaran yang diperlukan untuk proyek terowongan dinilain fantastis senilai RP 400 Miliar. Proyek terowongan tersebut rencananya Pemerintah Kota (Pemkot) membangun terowongan Sungai Dama guna mengurangi kemacetan.
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Jasno turut berkomentar menanggapi proyek tersebut.
Kendati dinilai positif, namun dalam pengerjaan proyek terowongan Sungai Dama itu pemerintah diminta untuk mencari sumber anggaran lain di luar dari APBD kota Samarinda.
“Asal tidak membebani APBD kita (pembangunan terowongan Sungai Dama). Jangan sampai pembangunan terowongan dikebut, tapi mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya,” kata Jasno, Jumat (30/9/2022).
Politisi PAN itu menambahkan, terobosan membangun terowongan Sungai Dama di Jalan Otto Iskandardinata (Otista) mengurai problem kemacetan tentu merupakan hal yang sangat baik.
Nantinya diskemakan pembayarannya dengan sistem Multi Years Contract (MYC) atau tahun jamak.
“Dan perlu diingat, pembangunan terowongan ini juga membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk penyelesaian masalah sosialnya,” imbuhnya.
Terowongan Sungai Dama rencana akan dibangun sepanjang 600 meter dan menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin menuju Jalan Kakap.
Selain membutuhkan anggaran yang besar untuk urusan sosial, Jasno juga mengingatkan kawasan itu termasuk rawan longsor.
“Namun saya kira pemkot sudah memiliki kajian dan pertimbangan itu. Sehingga kita semua berharap pembangunannya bisa berjalan sesuai harapan,” jelasnya.
Ia juga meminta dari tim teknis ini bisa memberikan jaminan kepada masyarakat lantaran tidak sedikit anggaran yang akan harus disiapkan Pemkot Samarinda.
Agar tidak mubazir, tentu masyarakat juga perlu pembuktian bahwa terowongan itu dibangun sesuai kajian teknis yang tepat.
“Karena pembangunannya ini juga untuk masyarakat sebagai solusi untuk mengurai kemacetan di sekitar Jalan Otista (Otto Iskandardinata),” terangnya.
Ia pun meminta Pemkot Samarinda untuk mempertimbangkan dukungan anggaran selain APBD Kota Samarinda. Karena anggara yang diperlukan senilai Rp 400 miliar dipastikan tidak sedikit, walaupun dibayar secara bertahap.
“Bisa melalui bankeu provinsi atau APBD sekalipun,” tutup Jasno. (Advetorial)