Site icon Idenesia

Siapa Sebenarnya Cloudflare, Jaringan Raksasa yang Menopang Situs Gelap hingga ChatGPT?

Cloudflare. Foto:Ist

IDENESIA.CO – Nama Cloudflare tiba-tiba mencuat dan menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Indonesia, bukan karena inovasinya, melainkan karena dua isu besar yang beririsan pertama, layanan jaringan global ini mengalami pemadaman massal pada Selasa malam (18/11/2025) yang melumpuhkan akses ke berbagai situs populer seperti X, Canva, hingga ChatGPT. 

Kedua, yang lebih krusial, platform ini disorot tajam oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena dianggap tidak kooperatif dalam penegakan aturan di Indonesia, terutama terkait upaya pemblokiran situs-situs ilegal, termasuk judi online.

Insiden pemadaman global pada pertengahan November itu memberikan gambaran nyata seberapa besar peran Cloudflare dalam menopang arsitektur internet modern. Ketika layanan ini tumbang, dampaknya terasa instan, menyebabkan jutaan pengguna tidak dapat mengakses aplikasi dan situs web secara bersamaan. 

Fenomena ini membuktikan bahwa perusahaan penyedia infrastruktur internet seperti Cloudflare, yang seringkali bekerja tanpa terlihat, memegang kendali vital atas keberlangsungan operasional digital dunia.

Mengenal Jaringan Raksasa di Balik Internet

Lalu, apa sebenarnya Cloudflare? Mengutip laman resminya, Cloudflare mendefinisikan dirinya sebagai salah satu jaringan terbesar yang beroperasi di internet. Secara esensial, layanan ini berfungsi sebagai lapisan antara perangkat pengguna internet dengan server situs web yang mereka kunjungi. Fungsinya ganda: meningkatkan keamanan dan kinerja situs web serta layanannya.

“Kini bisnis, organisasi nirlaba, blogger, dan siapa pun dengan akses internet bisa menikmati situs web dan aplikasi lebih cepat serta aman berkat Cloudflare,” jelas perusahaan tersebut.

Cloudflare menyediakan sejumlah layanan penting, namun yang paling terkenal adalah kemampuannya untuk memastikan sebuah situs tetap online meskipun menerima lonjakan lalu lintas data yang masif. Lonjakan ini bisa disebabkan oleh jumlah pengunjung yang tinggi (popularitas) atau yang lebih sering terjadi serangan siber berbahaya seperti Distributed Denial of Service (DDoS) yang bertujuan melumpuhkan situs.

Cara Kerja Cloudflare

Secara sederhana, Cloudflare menggunakan jaringan pusat data global (edge network) untuk menyimpan salinan data situs dan mengirimkannya kepada pengguna dengan cepat dan andal. 

Cara kerjanya mengatasi masalah klasik di dunia maya ketika pengguna ingin memuat situs, permintaannya harus berpindah dari perangkat menuju server utama. Permintaan yang terlalu banyak sekaligus dapat membuat server kewalahan, lambat, dan tidak responsif.

Cloudflare meringankan masalah ini dengan menyediakan layanan yang membuat situs, aplikasi, dan blog tetap aman dan berkinerja tinggi. 

“Ini dilakukan dengan penggunaan jaringan edge yang kuat menyediakan konten dan layanan lain sedekat mungkin dengan Anda, jadi bisa mendapatkan informasi secepat mungkin,” terang Cloudflare, menjelaskan mengapa situs yang menggunakan layanannya terasa lebih cepat diakses.

Seperti yang ditulis oleh The Independent, perusahaan-perusahaan ini biasanya beroperasi di balik layar, membuat keberadaan mereka nyaris tidak disadari oleh pengguna internet. Namun, ketika Cloudflare dan layanan serupa mengalami gangguan, dampaknya terasa global, melumpuhkan banyak situs dalam waktu singkat dan memaksa publik mengakui peran mereka sebagai tulang punggung (backbone) internet.

Kontroversi Cloudflare di Indonesia

Kontroversi Cloudflare di Indonesia memuncak ketika Kominfo menyoroti peran layanan ini dalam melindungi situs-situs yang seharusnya diblokir, termasuk situs judi online. Teknologi perlindungan keamanan dan anonimitas yang ditawarkan Cloudflare secara tidak langsung mempersulit upaya pemerintah untuk menutup akses ke konten-konten ilegal.

Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kementerian Kominfo, Alexander Sabar, menyampaikan peringatan keras kepada platform dan pemilik properti internet di Indonesia. Ia mendesak agar mereka mulai mencari alternatif layanan sejenis jika Cloudflare tidak menunjukkan niat kooperatif terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia.

“Dia harus mencari yang lain. Alternatifnya begitu. Karena dia tidak mau kooperatif. Kalau dia kooperatif ya, dan kita bisa memberikan waktu nih,” kata Alex, Rabu (19/11/2025).

Dampak Ketidakpatuhan Cloudflare di Indonesia

Pernyataan Alex Sabar ini mencerminkan frustrasi pemerintah terhadap perusahaan infrastruktur global yang dinilai enggan mematuhi permintaan pemblokiran konten yang melanggar hukum Indonesia. Menurut Kominfo, ketidakpatuhan ini memungkinkan situs-situs terlarang, seperti bandar judi daring, untuk tetap beroperasi secara online dan menghindari pemblokiran.

“Cloudflare-nya sendiri sebagai perusahaan tidak comply (patuh) aturan kita terus gimana dong?” ujarnya, menekankan bahwa ketergantungan pada penyedia layanan yang tidak patuh secara regulasi merupakan risiko besar bagi ekosistem digital nasional.

Peringatan Kominfo ini bukan hanya sekadar gertakan, melainkan sinyal serius mengenai kemungkinan pemblokiran layanan Cloudflare di Indonesia. Jika hal itu terjadi, dampaknya tentu akan jauh lebih besar daripada insiden down massal pada Selasa malam. 

Sejumlah besar situs dan aplikasi Indonesia, maupun situs asing yang digunakan di Indonesia, yang mengandalkan Cloudflare untuk keamanan dan kecepatan, bisa mengalami gangguan serius atau bahkan tidak dapat diakses sama sekali.

(Redaksi)

Exit mobile version