Universitas Gadjah Mada (UGM) buka suara terhadap gugatan perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh Komardin, advokat dan pengama...
IDENESIA.CO - Universitas Gadjah Mada (UGM) buka suara terhadap gugatan perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh Komardin, advokat dan pengamat sosial asal Makassar, ke Pengadilan Negeri Sleman.
Gugatan itu menyasar keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai menjadi sumber kegaduhan dan berdampak luas terhadap perekonomian.
Gugatan ini menuntut negara untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp69 triliun dan imateriil hingga Rp1.000 triliun. Nilai tersebut, menurut Komardin, didasarkan pada pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) yang ia kaitkan dengan ketidakpastian politik dan keraguan publik akibat isu ijazah Presiden.
"Nilai tukar rupiah dua tahun lalu masih Rp15.500 per dolar AS, sekarang sudah Rp16.700. Kalau ini terus dibiarkan bisa menyentuh Rp20 ribu. Dampaknya besar, cicilan utang negara membengkak," kata Komardin, mengaitkan klaim tersebut dengan beban utang Indonesia yang jatuh tempo pada 2025, mencapai Rp800,33 triliun.
Komardin menilai bahwa UGM sebagai institusi akademik harus bertanggung jawab atas munculnya ketidakpercayaan publik terhadap informasi akademik Presiden Jokowi, karena dinilai tidak transparan dalam membuka data skripsi dan ijazah secara publik.
Namun UGM menanggapi dengan sikap tenang. Kepala Biro Hukum dan Organisasi UGM, Veri Antoni, menyatakan pihaknya menghormati hak warga negara untuk menggugat, namun tetap akan fokus pada pembuktian hukum di pengadilan.
“Nominal yang diajukan adalah hak penggugat. Tapi dalam sistem hukum kita, semuanya harus dibuktikan. Termasuk legal standing-nya, dasar klaim, dan relevansi dampaknya terhadap UGM,” ujar Veri, Kamis (15/5/2025).
Veri memastikan bahwa UGM tidak gentar menghadapi gugatan dan akan menjawab seluruh materi yang diajukan di persidangan dengan bukti dan dasar hukum yang kuat. Ia juga menyatakan bahwa opsi gugatan balik (counterclaim) tetap terbuka, meski belum menjadi prioritas saat ini.
“Kami lebih memilih untuk menyikapi gugatan ini secara substantif terlebih dahulu. Kami yakin bahwa pengadilan akan menjadi forum yang adil untuk menilai klaim-klaim tersebut,” tegas Veri.
(Redaksi)