IDENESIA.CO - Produksi sampah yang mencapai 600 ton setiap bulan di Samarinda menjadi tantangan besar bagi kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang semakin terbatas.
Menyadari urgensi permasalahan ini, DPRD Kota Samarinda menggagas sistem pemilahan sampah bernama “Si Pesut” yang tidak hanya berfokus pada pengelolaan limbah, tetapi juga edukasi lingkungan bagi masyarakat.
Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, M. Andriansyah, menjelaskan bahwa Si Pesut tidak sekadar menjadi solusi teknis pemilahan sampah, tetapi juga dirancang untuk meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya mengelola sampah dengan lebih bijak.
“Jika kita hanya fokus pada sistem pengelolaan tanpa mengubah pola pikir masyarakat, maka masalah sampah ini akan terus berulang,” ungkapnya.
Salah satu aspek unik dari Si Pesut adalah pendekatan berbasis bank sampah digital, yang memungkinkan warga mendapatkan insentif dari hasil pemilahan sampah yang mereka lakukan.
Dalam sistem ini, warga dapat menyetorkan sampah yang dapat didaur ulang ke lokasi-lokasi tertentu dan mendapatkan poin yang dapat ditukar dengan berbagai kebutuhan rumah tangga atau potongan tagihan utilitas.
“Inovasi ini bertujuan untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekaligus menekan volume sampah yang berakhir di TPA,” kata Andriansyah.
Dengan cara ini, warga tidak hanya berkontribusi dalam menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga mendapatkan keuntungan secara langsung.
Sebagai bagian dari pengembangan sistem ini, DPRD Kota Samarinda mengkaji berbagai model pengelolaan sampah di kota-kota lain, termasuk Jakarta yang telah sukses menerapkan konsep daur ulang berbasis komunitas. Selain itu, keterlibatan sektor swasta juga menjadi strategi utama dalam implementasi Si Pesut, terutama dalam hal penyediaan fasilitas pengolahan sampah dan pendanaan.
“Kami ingin memastikan bahwa program ini berkelanjutan, bukan hanya sekadar proyek jangka pendek,” tegas Andriansyah.
Selain pemilahan sampah, Si Pesut juga mempertimbangkan penggunaan insinerator sebagai metode pengolahan sampah residu yang tidak dapat didaur ulang. Namun, hingga kini, kajian anggaran untuk pengadaan teknologi ini masih dalam tahap awal.
“Jika biaya pengadaannya dapat ditekan hingga kisaran Rp10 juta per unit, maka kita bisa memanfaatkan program Probebaya.
Sebagai langkah awal, dua RT dengan karakteristik berbeda akan dijadikan proyek percontohan untuk menerapkan Si Pesut. Satu RT di kawasan permukiman padat penduduk, dan satu lagi di lingkungan perumahan.
“Dua lingkungan ini dipilih agar kita bisa melihat bagaimana penerimaan masyarakat terhadap program ini. Jika ada kendala, kita bisa mengevaluasi dan menyempurnakan sistem sebelum diterapkan secara luas,” tambah Andriansyah.
Uji coba sistem ini dijadwalkan dimulai setelah Lebaran Idulfitri, sementara perancangan dan penyempurnaan sistem akan dilakukan selama bulan Ramadan.
Dengan berbagai inovasi yang diusung, Si Pesut diharapkan tidak hanya menjadi solusi teknis dalam pengelolaan sampah, tetapi juga mampu membangun budaya baru dalam kesadaran lingkungan di Kota Samarinda.
(Redaksi)