IMG-LOGO
Home Internasional Harvard Jadi Medan Baru Ketegangan Diplomatik AS-China
internasional | umum

Harvard Jadi Medan Baru Ketegangan Diplomatik AS-China

oleh VNS - 25 Mei 2025 07:21 WITA

Harvard Jadi Medan Baru Ketegangan Diplomatik AS-China

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China kembali memuncak, kali ini di medan dunia pendidikan tinggi. Pemerintahan Presiden Donald Trump memicu gel...

IMG
Ilustrasi. Universitas Harvard. 10 Teratas QS World University Rankings 2022-2023 Berdasar Subject, Terlengkap 10 Top Universities Subjek 5 Bidang Studi Umum. /Pexels/Matthis Volquardsen

IDENESIA.CO - Ketegangan antara Amerika Serikat dan China kembali memuncak, kali ini di medan dunia pendidikan tinggi. Pemerintahan Presiden Donald Trump memicu gelombang kritik internasional setelah melarang mahasiswa asing, terutama dari China, untuk mendaftar dan melanjutkan studi di Universitas Harvard, kampus elite yang selama ini menjadi magnet bagi pelajar internasional.

Larangan itu diumumkan secara mendadak pada akhir pekan, dengan dalih bahwa Universitas Harvard "berkoordinasi secara tidak sah" dengan Partai Komunis China (PKC). Pemerintah AS menyebut bahwa langkah ini diambil demi "menjaga keamanan nasional" dan meminta semua mahasiswa asing yang saat ini menempuh pendidikan di Harvard untuk segera pindah ke kampus lain, atau kehilangan status visa mereka.

Kebijakan ini sontak mengundang kecaman, terutama dari pemerintah China. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri China menyebut keputusan tersebut sebagai “tindakan diskriminatif yang melanggar hak asasi mahasiswa” dan memperingatkan bahwa langkah sepihak ini akan berdampak serius terhadap hubungan bilateral kedua negara.

“China akan dengan tegas melindungi hak-hak sah pelajar kami di luar negeri,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China dalam konferensi pers yang dikutip Reuters, Minggu (25/5/2025).

Merespons kebijakan tersebut, Universitas Harvard segera mengeluarkan pernyataan resmi yang menolak keras tuduhan pemerintahan Trump. Dalam pernyataannya, Harvard menyebut langkah pemerintah sebagai “tidak sah secara hukum dan melanggar prinsip dasar pendidikan tinggi di Amerika Serikat.”

“Mahasiswa asing adalah bagian integral dari komunitas kami. Kami akan mengambil semua langkah hukum yang tersedia untuk melindungi mereka,” tulis Presiden Harvard dalam pernyataan tertulis.

Sebagai bentuk perlindungan awal, pengadilan distrik federal di Massachusetts telah mengeluarkan perintah pembekuan sementara terhadap kebijakan tersebut selama dua pekan, memberi waktu bagi ribuan mahasiswa untuk mencari kejelasan dan perlindungan hukum.

Keputusan Trump dinilai bukan hanya menargetkan mahasiswa China secara politis, melainkan juga menjadi sinyal kepada dunia bahwa AS semakin menjauh dari komitmennya terhadap keterbukaan dalam pendidikan. Selama bertahun-tahun, AS menjadi tujuan utama bagi pelajar internasional, dengan mahasiswa China menempati urutan teratas.

Pada 2019, jumlah mahasiswa China di AS mencapai 370.000 orang. Namun, angka itu turun drastis menjadi 277.000 pada 2024, seiring memburuknya hubungan diplomatik dan kebijakan visa yang semakin ketat.

“Ini bukan sekadar kebijakan kampus. Ini adalah pesan politik,” ujar Zhang Lifan, analis kebijakan luar negeri di Beijing. “Washington ingin menunjukkan bahwa mereka tidak lagi menganggap pelajar China sebagai mitra, melainkan ancaman.”

Sementara pemerintah saling berbalas pernyataan, mahasiswa seperti Zhang (24) dan Zhang Kaiqi (21) harus menghadapi kenyataan pahit. Zhang, mahasiswa doktoral bidang fisika, mengaku komunitas pelajar China di Harvard kini hidup dalam kecemasan.

“Teman saya menyarankan agar saya tidak tinggal di apartemen sekarang, khawatir akan ada razia dari petugas imigrasi,” ungkap Zhang, yang tak menyebutkan nama depannya demi alasan keamanan.

Zhang Kaiqi bahkan harus membatalkan penerbangannya ke China untuk mempertahankan visanya. Ia juga kehilangan kesempatan magang di sebuah LSM ternama. “Saya kira ini hanya hoaks. Tapi ketika email resmi datang, saya menangis,” katanya.

Keputusan Trump juga memicu respons dari universitas internasional. Hong Kong University of Science and Technology telah mengumumkan pembukaan jalur pendaftaran darurat tanpa syarat bagi mahasiswa terdampak dari Harvard. Negara-negara seperti Australia, Inggris, dan Singapura juga tengah mempertimbangkan skema serupa.

Konsultan pendidikan independen di Guangzhou, Pippa Ebel, menyebut langkah AS sebagai “kesalahan strategis” yang bisa mengubah arah minat pelajar global.

“Selama ini, AS adalah lambang keunggulan akademik. Tapi hari ini, banyak keluarga di China yang mulai bertanya: apakah AS masih tempat terbaik untuk menaruh harapan anak-anak mereka?” ujar Ebel.

Selama dua dekade terakhir, pendidikan di kampus elite seperti Harvard menjadi salah satu bentuk “soft diplomacy” antara AS dan China. Banyak anak pejabat elitedikenal sebagai princeling berkuliah di sana, termasuk Xi Mingze, putri Presiden Xi Jinping.

Namun, dengan sorotan tajam dari dalam negeri dan sentimen anti-China yang menguat di AS, masa depan ‘soft diplomacy’ berbasis pendidikan tampaknya semakin kabur.

(Redaksi)