Tak hanya itu, kepada menteri negara juga diberikan dana operasional yang bertujuan untuk menunjang kegiatan yang bersifat strategis dan khusus. Pemberian dana operasional menteri negara tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga.
Adapun persentase dana operasional sebesar 80 persen dibayarkan secara lump sum atau sekaligus kepada menteri. Sementara 20 persen dana operasional sisanya digunakan untuk mendukung kegiatan operasional lainnya.
Kemudian, mengacu pada PP Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya, menteri negara juga berhak menerima tunjangan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil (PNS), tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, kendaraan dinas, rumah jabatan, biaya perjalanan dinas, dan jaminan kesehatan.
Berbeda halnya dengan menteri negara, utusan khusus presiden tidak mendapatkan pensiun. Namun, utusan khusus presiden memperoleh dukungan administrasi dari Sekretariat Kabinet (Setkab), dibantu paling banyak dua orang asisten, dan setiap asisten dibantu paling banyak dua orang pembantu asisten.
“Utusan khusus presiden apabila berhenti atau telah berakhir masa baktinya tidak diberikan pensiun dan/atau pesangon,” tulis Pasal 24 Perpres Nomor 137 Tahun 2024.
Selanjutnya, menurut Pasal 31 dalam beleid yang sama, disebutkan bahwa segala biaya yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas utusan khusus presiden bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melalui anggaran belanja Setkab.
Dengan demikian, utusan khusus presiden mendapatkan penghasilan sekurang-kurangnya adalah Rp18.648.000 per bulan, yang berasal dari gaji pokok dan tunjangan jabatan. Jumlah tersebut tentu bisa meningkat seiring dengan penambahan tunjangan-tunjangan lain yang setara dengan menteri.
(Redaksi)