Kamis, 12 Desember 2024

Cerita Mengerikan dari Sepasang Buaya yang Ada di Museum Kayu Tenggarong

Jumat, 20 Januari 2023 18:54

POTRET - Sepasang buaya yang dikenal sebagai "Monster Sangatta" yang ada di Museum Kayu, Tenggarong. / Foto: Istimewa

IDENESIA.CO -Sepasang Buaya yang menjadi koleksi di Museum Kayu Tenggarong, Kutai Kartanegara ini mempunyai cerita yang mengerikan sepanjang sejarah. 

Hal ini diceritakan Bapak Sofyan yang mengemban tugas sebagai Koordinator Museum Kayu

Ia menceritakan buaya tersebut berasal dari Aliran Sungai Kenyamukan di Sangatta.

"Pada Pembuka Maret 1996  buaya muara memakan korban, sepasang buaya tersebut pernah memakan orang sehingga diawetkan kemudian dijadikan koleksi, supaya masyarakat bisa berhati-hati ketika berada dialam bebas" Ucap sofyan. 

Selain itu masyarakat berbondong- bondong ke museum untuk melihat berbagai jenis kayu yang ada di Kalimantan Timur dan buaya tersebut juga menjadi wisata yang ditonjolkan kepada wisatawan yang datang.

Sofyan menceritakan seorang ibu bernama Hairani ditahun 1996, datang membawa seember pakaian kotor. Perempuan 35 tahun itu menuju pelataran kayu yang didirikan di tepi sungai kenyamukan. Di atas alas kayu tersebut, ia mulai menyikat baju. Putrinya yang masih berusia sembilan tahun turut membantu.

Kemudian pakaian yang sedang Hairani cuci tiba-tiba terlepas ke sungai.Lalu, Ia pun turun untuk mengambilnya. 

Tak berselang lama ternyata ada buaya yang sedang mengintai Hairani, Tubuh perempuan itu ditarik ke dasar sungai tepat di depan mata putrinya dan Hairani pun ditelan buaya yang langsung menghilang. 

Kabar Hairani diterkam buaya segera menyeruak di telinga masyarakat Sangatta. Setengah abad silam, ibu kota Kutai Timur ini hanyalah kecamatan di bawah Kabupaten Tingkat II Kutai.

Berita tentang Hairani semakin menyebar di luar Sangatta setelah Manuntung (kini Surat Kabar Harian Kaltim Post).

“Sejumlah petugas dari Kabupaten Kutai segera memulai pencarian. Melibatkan kepolisian, militer, pawang, serta warga setempat, pencarian berjalan kurang lebih sepekan,” terang Sofyan. 

Hal ini juga dijelaskan oleh  Sumurung Basa Silaban, yang pada saat kejadian bekerja sebagai redaktur Manuntung yang sekarang menjadi wartawan senior. 

Pencarian berjalan di bawah upaya puluhan petugas bersama sejumlah pawang. Mereka menyusuri Sungai Kenyamukan yang mengalir di utara Sangatta.

Sungai Kenyamukan terdiri dari dua anak sungai yakni Kenyamukan Kiri dan Kenyamukan Kanan.

Sejumlah permukiman berdiri dekat badan sungai yang bermuara di Selat Makassar 

Sebagian besar muara Sungai Kenyamukan berupa hutan bakau dan nipah.

Airnya tidak begitu bening dan payau, antara asin dan tawar.

Permukaannya tenang. Lingkungan demikian amat cocok dengan tempat tinggal alami buaya muara (Crocodylus porosus), spesies dari golongan reptil yang terbesar di bumi.

“Di dekat muara itulah, selama beberapa hari, petugas dan pawang mencari buaya yang memangsa Nyonya Hairani,” kembali Silaban menguraikan kisah Monster Sangatta. Menurut pemberitaan, pawang yang turut dalam perburuan sering mengucapkan mantra.

Ahli penjinak buaya itu juga menggunakan telur ayam untuk memanggil buaya. Hewan pemangsa itu diundang menampakkan diri dengan cara mengetuk telur di dinding perahu.

Ketukannya pelan-pelan saja. “Menurut pawang tersebut, buaya yang menerkam manusia akan merasa bersalah. Itulah yang bikin buaya itu ‘bisa dipanggil’ untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” terang Silaban.

Berbuah hasil sampai kira-kira pada hari ketiga tim bekerja, buaya muncul lalu kabur dalam air. Warga yang menyaksikan kehadiran binatang itu heboh dan riuh. .

Kejadian itu membuat petugas meminta warga menjauhi lokasi pencarian. Pembatasan tersebut sangat ketat.

Selain pawang, hanya anggota polisi yang boleh mendekat. Petugas kepolisian memang disiapkan untuk menembak buaya jika sewaktu-waktu muncul.

Pencarian sudah berjalan sepekan ketika buaya muncul untuk kedua kalinya di Sungai Kenyamukan. Kesempatan ini tidak disia-siakan.

Anggota polisi yang telah siaga lalu menembak binatang tersebut hingga mati. Monster Sangatta tumbang oleh timah panas pada 8 Maret 1996, hari ini tepat 25 tahun silam.

Tubuh binatang itu lantas diangkat ke darat.

Buaya jantan yang telah dilumpuhkan ini punya ukuran luar biasa. Panjangnya 6,8 meter dengan bobot 850 kilogram, setara berat selusin orang dewasa. Lingkar perutnya mencapai 1,8 meter. Usia buaya itu diperkirakan 70 tahun, sebagaimana dicatat dalam arsip Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong, Kutai Kartanegara.

Oleh dokter puskesmas setempat, perut buaya itu dibelah. Untuk pertama kalinya di Kaltim, potongan tubuh manusia yang tidak lain Hairani dikeluarkan dari monster Sangatta tersebut.

“Hampir sebulan, Manuntung memberitakan tragedi ini. Dalam ingatan saya, Monster Sangatta adalah berita yang paling dicari sepanjang sejarah media cetak di Kaltim. Ini kasus pertama buaya menerkam manusia yang diberitakan secara besar-besaran,” jelas Silaban.

Saat itu sitahun 1996 belum ada media sosial seperti sekarang hingga membuat Silaban diburu masyarakat. 

Saking tingginya rasa ingin tahu itu, Silaban mengatakan, banyak yang sampai memfotokopi koran agar bisa dibaca oleh lebih banyak orang.

Kegemparan ini terjadi secara lokal walaupun Monster Sangatta sempat beberapa kali masuk berita di televisi nasional.

Pemberitaan Monster Sangatta masih hangat ketika peristiwa berikutnya terjadi di Kecamatan Muara Badak, juga di bawah Kabupaten Kutai.priia bernama Baddu, 40 tahun, yang tinggal di Tanjung Limau, diterkam buaya.

Buaya betina yang berhasil dilumpuhkan pada 10 April 1996 itu lebih kecil dari Monster Sangatta. Panjangnya 5,25 meter dengan berat 450 kilogram.

Usianya juga lebih muda, “baru” 60 tahun. Untuk peristiwa kedua ini, kegemparan masyarakat tidaklah sebesar Monster Sangatta.

Tragedi Monster Sangatta pada 1996, ditambah buaya dari Muara Badak, menyebabkan berbagai pihak memberi masukan kepada Bupati Kutai Ahmad Maulana Sulaiman.

Buaya itu diusulkan untuk diawetkan dan ditaruh di museum. Bupati AM Sulaiman setuju.

Akhirnya sepasang buaya itu bisa dilihat di Museum Kayu Tuah Himba. Dari balik kurungan kaca, tubuh awet mereka menjadi bukti betapa mengerikannya sang Monster Sangatta

(Redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat