Kamis, 5 Desember 2024

Kabar Nasional Terkini

Meniti Rekam Jejak KPK Buru Kepala Daerah Korup di Kaltim, Upaya Bangun Dinasti Politik yang Berujung Bui

Enam Kepala Daerah Tersandung Korupsi Sejak 2006 hingga 2022

Jumat, 14 Januari 2022 22:45

Meniti rekam jejak KPK buru kepala daerah korup di Kaltim, upaya bangun dinasti politik yang berujung bui. (Andre)

IDENESIA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK tancap gas menghelat jumpa pers., Jumat (14/1/2022) dini hari.

Menu utama adalah penetapan Abdul Gafur Masud (AGM), Bupati Penajam Paser Utara sebagai tersangka dugaan kasus suap dan gratifikasi.

Ya, AGM diduga menerima suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa dengan nilai kontrak Rp112 miliar.

Bupati PPU juga diduga menerima suap dari proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur, dengan nilai kontrak Rp58 miliar.

Pembangunan perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Tersangka juga diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU.

Duit Rp1 miliar diamankan dalam operasi senyap penangkapan AGM. Rabu malam (12/1/2022) AGM disergap sesaat keluar dari salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) AGM oleh KPK menambah daftar panjang kasus korupsi kepala daerah di Kalimantan Timur.

Dalam sejarahnya lebih kurang lima kepala daerah ditangkap komisi anti rasuah.

Sejak didirikan akhir tahun 2003, KPK telah melumat banyak pelaku korupsi di Bumi Mulawarman.

Berikut para kepala daerah dan pejabat publik yang berhasil diburu KPKKasus pertama behasil diungkap tahun 2006.

1. Suwarna Abdul Fatah (Gubernur Kaltim 1998-2008)

Suwarna Abdul Fatah, Gubernur Kaltim periode 1998-2008, jadi tumbal pertama KPK, dalam memberantas kasus korupsi di Kalimantan Timur.

Suwarna ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 19 Juni 2006.

Gubernur Kaltim kala itu, diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pelepasan izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit satu juta hektare di wilayah Penajam Paser Utara, dan Berau, yang melibatkan Surya Dumai Group pimpinan Martias alias Pung Kian Hwa. 

Suwarna memberi tanda tangan rekomendasi kepada 10 perusahaan Surya Dumai Group, membuka lahan sawit total luas 202,8 ribu hektare.

Suwarna memasuki babak peradilan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, pada 9 November 2006.

22 Maret 2007, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memutuskan untuk memvonis Suwarna dengan hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Ia terbukti bersama-sama dengan mantan Dirjen Pengusahaan Hutan Produksi Dephutbun Waskito Soerjodibroto, mantan Kakanwil Kehutanan dan Perkebunan Kaltim Uuh Aliyudin dan mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kaltim Robian menyalah gunakan wewenang mereka sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 346,823 miliar.

Angka itu dari perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan Kaltim pada 4 Oktober 2006.

JPU melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, hakim memperberat hukuman Suwarna jadi 4 tahun penjara dikurang masa tahanan.

Ia juga dikenai denda Rp 250 juta subsidair dua bulan kurungan.

2. Syaukani Hasan Rais (Bupati Kutai Kartanegara, 1999-2010)

Korban KPK selanjutnya, Syaukani Hasan Rais, Bupati Kutai Kartanegara, periode 1999 hingga 2010.

KPK menetapkan Syaukani sebagai tersangka kasus korupsi pada 18 Desember 2006.

Apa kasusnya?

Tahun 2004, Syaukani diduga membuat dan menandatangani surat keputusan bernuansa koruptif.

Ia menetapkan uang perangsang terkait penerimaan Kukar dari minyak dan gas.

Atas penetapan itu, terjadi kerugiaan negara sekitar Rp93,2 miliar.

Kasus lain, Syaukani menunjuk pekerja studi kelayakan pembangunan Bandara Loa Kulu.

Ditunjuklah PT Mahakam Diaster Internasional (PT MDI) sebagai pekerja studi kelayakan bandara, diduga tidak sesuai prosedur.

Padahal dana APBD Kukar yang digelontorkan pada tahun 2004 berjumlah Rp15,2 miliar.

Syaukani diduga memperkaya Direktur Utama PT Mahakam Diaster Internasional (PT MDI), Vonie A Panambunan yang merupakan rekanan proyek bandara, sebesar Rp 4,047 miliar.

Masih belum cukup, pada 2005. Syaukani diduga menggunakan dana kesejahteraan rakyat atau bantuan sosial dalam APBD Kukar 2005 sebesar Rp 7,7 miliar.

Total kerugian dari temuan-temuan itu mencapai Rp 120,25 miliar, sesuai perhitungan BPKPK pada 29 Juni 2007.

Syaukani divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.

Hakim lalu memvonis 2,5 tahun dan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Syaukani juga mesti membayar uang pengganti Rp 34,1 miliar.

Di tingkat Mahkamah Agung, vonis Syaukani diperberat menjadi 6 tahun penjara.

Denda diberikan Rp250 juta, dan membayar uang pengganti Rp49,3 miliar.

3. Samsuri Aspar (Plt Bupati Kukar, 2006-2008)

Samsuri Aspar, Plt Bupati Kutai Kartanegara dicokok KPK. Ia terbukti melakukan korupsi pengadaan barang dan jasa pada Maret 2009.

Samsuri Aspar diduga melakukan penyalahgunaan Anggaran Bantuan Sosial Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005-2006.

Dalam penyidikan KPK, Samsuri kala itu menjabat Wakil Bupati Kutai Kartanegara dan Setia Budi yang menjabat Ketua Urusan Rumah Tangga DPRD Kutai Kartanegara dinilai menyalahgunakan dana bantuan sosial.

KPK juga menemukan bukti yang cukup bahwa Setia Budi menerima dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Dalam kasus yang melibatkan Setia Budi dan Samsuri Aspar, negara dirugikan Rp 19 miliar. Sedangkan atas perbuatan Setia Budi, negara dirugikan hingga Rp 10 miliar.

Kasus kedua, penggunaan anggaran bansos APBD Perubahan Kukar 2005 sebesar Rp 5 miliar.

Bansos itu disalurkan dengan alasan pengadaan peralatan band di 18 pengurus organisasi tingkat kecamatan.

Dana keseluruhan dicairkan Rp4,1 miliar.

Setelah dilakukan penelusuran, peralatan band dibelanjakan hanya Rp1,02 miliar. Sisa duit digunakan untuk kepentingan pribadi.

Atas dua kasus itu, Samsuri Aspar dituntut 5 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta.

Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta memvonis bersalah Samsuri 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Samsuri terbukti korupsi pengadaan barang dan jasa pada 16 Maret 2009.

4. Rita Widyasari (Bupati Kukar, 2010-2021)

Rita Widyasari, Bupati Kutai Kartanegara, bersama staf khusus bupati, Khairuddin bersama-sama menerima gratifikasi berhubungan dengan jabatannya.

Gratifikasi berupa uang sebesar USD 775 ribu, setara Rp 6,97 miliar.

Khairuddin diketahui berperan sebagai perantara. Ia mengumpulkan dan menerjma uang proyek untuk Rita.

Gratifikasi Rita terungkap berasal sejumlah penerbitan izin sumber daya alam.

Rita dan Khairuddin terbukti menerima gratifikasi Rp 110,2 miliar dari rekanan di Pemkab Kukar.

KPK juga menetapakan Rita dan dua orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Pemberi suap Hery Susanto alias Abun dan Khairuddin.

Dalam perjalanan kasusnya, Abun terbukti menyuap Rita Rp 6 miliar. Suap terkait pemberian izin lokasi keperluan inti plasma perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima milik Abun di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 5 Juli 2018, menghukum Rita 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.

Abun menjalani vonis penjara atas kasus megapungli di Terminal Peti Kemas Palaran. Putusan Mahkamah Agung yakni 6 tahun dan denda Rp 2 miliar. 

KPK menduga Rita dan Khairuddin menerima Rp 346 miliar dari sejumlah fee proyek, perizinan, serta lelang barang dan jasa dari APBD. Karena nilai aset sitaan jauh dari angka tersebut, KPK terus menelusuri aset-aset yang disamarkan.

5. Ismunandar (Bupati Kutai Timur, 2016-2020)

Ismunandar, Bupati Kutai Timur, kepala daerah terciduk KPK selanjutnya.

Ismu terjerat kasus suap terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Kutai Timur. Ismunandar terkena OTT oleh KPK pada Kamis (2/7/2020).

Ia menerima suap pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, tahun anggaran 2019-2020

Atad kasus Ismunandar, KPK memeriksa 69 orang saksi yang terdiri dari para aparatur sipil negara Pemkab Kutai Timur dan pihak swasta.

Saat menangkap para tersangka, KPK menemukan barang bukti uang Rp 170 juta, sejumlah buku tabungan dengan saldo total Rp 4,8 miliar dan sertifikat deposito senilai Rp 1,2 miliar.

Dalam konstruksi perkara, Ismunandar diduga menerima Rp 2,1 miliar dan Rp 550 juta dari Aditya dan Deky melalui Suriansyah dan Musyaffa.

Selain itu, Ismunandar, Suriansyah, Musyaffa, dan Aswandini juga diduga menerima THR masing-masing senilai Rp 100 juta dan transfer senilai Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar.

6. Encek Unguria Riarinda Firgasih (Ketua DPRD Kutai Timur)

Encek Unguria diciduk KPK, karena diduga dirinya turut menyetujui proyek-proyek pembangunan dari Ismunandar.

Proyek-proyek itu dikerjakan rekanan keluarga Ismunandar-Encek Unguria yang merupakan tim sukses dalam pilkada.

Keduanya ditangkap KPK secara bersamaan.

Encek juga menerima suap dari pejabat di lingkungan Pemkab Kutai Timur hingga Rp22 miliar.

Encek Unguria Riarinda Firgasih dimasukkan ke Lapas Kelas II A Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 6 tahun dikurangi selama masa penangkapan dan berada dalam tahanan.

Dia turut diwajibkan membayar pidana denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan.

Encek juga dibebankan pembayaran uang pengganti sebesar Rp629 juta.

Encek juga diberi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana penjaranya. (Er Riyadi)

Tag berita:
IDEhabitat