IDENESIA.CO - Maraknya perselingkuhan dalam pernikahan kian semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat. Perselingkuhan merupakan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pasangan, baik suami atau istri yang tergoda oleh orang lain yang berarti telah mengingkari komitmen dari sebuah pernikahan.
Umumnya, perselingkuhan akan mengarah ke perbuatan yang berhubungan dengan seksual. Apabila telah terjadi persetubuhan diantara pelaku perselingkuhan dapat diartikan sebagai zina. Pelaku yang melakukan perselingkuhan dengan berzina bisa dikenakan sanksi pidana.
Di Indonesia, istilah perselingkuhan memang tidak dikenal dalam ranah hukum. Namun, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengenal mengenal istilah overspel.
Overspel merujuk pada perbuatan persetubuhan atau zina yang dilakukan antara seorang laki-laki atau perempuan yang telah menikah dengan seseorang yang bukan pasangannya.
Bagi pelaku perselingkuhan yang melakukan perzinahan dapat diancam dengan hukuman penjara paling lama 9 bulan. Hal ini tertuang dalam dalam KUHP lama Pasal 284.
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, di mana pelaku perselingkuhan dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 juta rupiah. Hal ini termaktub dalam KUHP baru - Pasal 411 (1) UU No. 1 Tahun 2023.
Namun perlu diketahui, bahwa perselingkuhan termasuk dalam delik perzinahan yakni perlu adanya pengaduan. Hanya bisa diproses atas pengaduan dari pihak yang berhak yakni suami/istri yang sah dengan bukti yang diperlukan cukup kuat.
(Redaksi)