Senin, 25 November 2024

Rabu Wekasan Tradisi Suku Jawa

Jumat, 9 Desember 2022 14:0

ILUSTRASI - Rabu Wekasan atau dalam bahasa jawa "Rebo Wekasan". / Foto:Net

IDENESIA.CO - Dalam masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, menganggap bahwa bulan Safar adalah bulan Tasa’um atau kesialan. Sampai saat ini, masih ada sebagian umat muslim yang meyakini anggapan tersebut, khususnya masyarakat Jawa. Untuk menghindari kesialan di hari ini, biasanya sebagian masyarakat melakukan beberapa ritual.

Rabu Wekasan merupakan sebuah tradisi turun temurun yang diperingati setiap hari Rabu terakhir bulan Safar. Pada 2022, Rabu Wekasan jatuh pada Rabu, 21 September 2022.

Hari tersebut juga dikenal dengan istilah Rabu Pungkasan. Pada hari ini, biasanya masyarakat Jawa akan menyelenggarakan banyak ritual adat dengan tujuan menolak bala serta memohon agar diberikan hasil Bumi yang melimpah.

Adapun aktivitas yang sering dilakukan, meliputi membaca tahlil, zikir bersama, berbagi makanan baik dalam bentuk gunungan maupun selamatan, hingga salat sunah tolak bala.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari skripsi yang diterbitkan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya, para ulama menyebutkan pada Safar, Allah SWT menurunkan 320.000 sampai 500.000 lebih macam penyakit atau musibah. Untuk mengantisipasi agar terhindar dari musibah tersebut, para ulama menganjurkan memperbanyak istigfar dan membaca doa ketika Rabu Wekasan. Sehingga hal tersebut menjadi tradisi seperti saat ini.

Menurut penelitian tersebut, tradisi Rabu Wekasan ternyata bukan hanya dikenal oleh masyarakat Jawa saja, melainkan Madura, Sunda, hingga Melayu. Hal ini menjadi salah satu bukti tradisi ini diwariskan secara turun temurun.

Sementara itu, di Jawa tradisi Rabu Wekasan sudah dikenal sejak 1483, termasuk di Gresik, Jawa Timur. Di Desa Suci, Gresik, Rabu Wekasan selalu diadakan kirab tumpen raksasa dan mandi di sendang ketika malam hari.

Selain di Gresik, Rabu Wekasan juga menjadi tradisi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat DIY melakukan upacara tradisional pada hari tersebut di Tempuran, tempat bertemuanya dua sungai, Kali Opak dan Kali Gajah Wong.

Mulanya, upacara ini digelar oleh Sultan Agung saat menyelenggarakan pertemuan dengan Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa Pantai Selatan.

Namun, lambat laun upacara ini dirasakan mempunyai efek negatif. Hingga akhirnya, acara ini pun diubah jadi acara adat arak-arakan gunungan hasil bumi dengan tujuan menolak bala maupun kesialan lainnya.

Ada beberapa mitos yang berkembang : 

1. Tidak Boleh Menikah

Salah satu mitos tentang Rebo Wekasan adalah tidak boleh menikah. Konon, pasangan yang menikah pada hari Rebo Wekasan akan mendapat kesialan. Bahkan, orang yang nekat menggelar pesta pernikahan pada hari ini rumah tangganya akan diliputi pertengkaran hingga perceraian.

2. Larangan Berhubungan Intim

Saat malam Rebo Wekasan, pasangan suami istri dilarang berhubungan intim. Konon, bila hal ini tetap dilakukan akan memicu hal-hal buruk apabila si istri nantinya hamil. Bahkan, ada mitos jika bayinya lahir dimungkinkan cacat.

3. Larangan Keluar Rumah

Mitos Rebo Wekasan selanjutnya, yaitu dilarang bepergian atau keluar rumah. Konon, seseorang yang keluar rumah pada saat Rebo Wekasan akan mendapat musibah dan kesialan. Maka dari itu, sebagian orang yang memercayai hal ini akan tetap berdiam di rumah atau tidak melakukan perjalanan jauh. 

(Redaksi)

 

Tag berita:
IDEhabitat