Jumat, 5 Juli 2024

Cerpen

Sutradara dan Aktor Nakal

Karya: Fachri Mahayupa, sutradara dan penulis muda Kaltim.

Selasa, 4 Januari 2022 23:29

Ilustrasi kekasih. Cerpen berjudul Sutradara dan Aktor Nakal, karya Fachri Mahayupa. (net)

"..Karena aku masih jadi sutradaramu, pertunjukan ini masih belum selesai, mari kita lanjutkan. Seberapa cepat atau seberapa jauh lagi lakon kita berdua, kali ini tidak menjadi penting. Cukup aku tahu, kamu dan aku bermain dengan perasaan yang bahagia..." - Fachri Mahayupa, Sutradara, aktor dan penulis naskah Kalimantan Timur -

IDENESIA.CO - Ada yang lain di senyummu hari ini sayang, kau mungkin bisa berbohong kepada orang lain tapi yakinlah kau tak pandai membohongi mata yang setia melihatmu setiap hari.

Memang benar bibirmu hari ini terlihat begitu merah merona, warnamu pipimu seperti apel malang yang ranum, matamu putih seperti awan sehabis hujan mengguyur bumi --- bersih.

Ya, kau sangat lihai membalut tubuhmu yang lemah itu dengan baja kualitas nomor wahid.

Tapi maaf yang kulihat hanyalah sebuah buaian imaji atas dasar kebohongan yang begitu pahit, ketir dan sadis.


Fachri Mahayupa, Sutradara dan Penulis Kalimantan Timur.
Hari itu sama seperti hari lainnya, ia menggunakan baju terusan berwarna biru cerah selutut. Corak merah muda menambahkan kesan lembut di beberapa sudut bajunya.

Pun alas kaki yang senada dengan apa yang dikenakannya menambah surga yang sebenarnya telah tertanam di dalam tubuhnya.

Apalagi hari itu ia menggunakan high heels, sempurnalah sudah sesosok bidadari yang kulihat dari kejauhan.

Kadang ingin rasanya aku menemui seseorang yang telah menciptakan benda berukuran tak lebih dari 10 cm di bawah alas kaki bagian belakang itu, aku hanya ingin bilang “Terimakasih bro, karyamu mantap,” bisikku dalam hati.

Entah mengapa angin turut bersahabat ketika aku menikmati momen tersebut. Hembusannya menambah nilai artistik untuk perangai seorang perempuan yang sedang berjalan.

Pada saat itu ia belum melihatku, ia masih asik bercengkrama dengan anak-anak yang melingkari tubuhnya.

Coba bayangkan perempuan yang tidak terlalu gemuk dan kurus berambut hitam dan panjang, kemudian ditemani angin yang bersahabat sehingga setiap helai rambutnya berterbangan hilir-mudik halus, belum lagi dikelilingi anak-anak dengan bola mata yang belum mengenal dosa.

Ia asik berecengkrama mesra, tak ragu bergelak tawa, tangannya ringan mengacak-acak rambut anak-anak itu yang semakin kegirangan terbuai oleh keanggunannya.

Apakah itu bukan surga? Itulah surga.

Aku adalah lelaki yang beruntung yang dapat melihat surga setiap mula dan akhir hari. Kupikir tepat, aku tak memilih neraka dalam tujuan hidupku kelak karena aku ingin menikmati surga yang lebih lagi di kehidupan yang kekal nanti.

“Tuhan, kau memang maha keren,” simpanku nakal.

Aku terpaku seketika itu bukan karena membeku, tapi lumer seperti es batu yang terkena sinar matahari, meleleh.

Ajaib bukan? Namun belum sempat kukedipkan mata, tiba-tiba wajahnya yang manja kini telah berada di hadapanku.

Aku tidak tahu dia menggunakan ilmu apa sehingga dengan cepat dan seketika wajahnya mendarat tepat di depan wajahku.

Astaga, percaya atau tidak mukaku langsung memerah, kepalaku mungkin saja berasap.

Kemudian ia beraksi dengan syahdu dengan menempelkan hidungnya yang tidak terlalu mancung ke hidungku, lalu ia cumbu mesra setiap sisi wajahku tanpa ampun.

Saat itu dia berhasil masuk di timing dan posisi yang tepat, ia berada diatas kedua pahaku yang sedari tadi tengah duduk di atas kursi tua kesukaanku di depan rumah, sembari mengalungkan kedua lengannya yang indah ke leherku penuh.

“Jagoanku sayang apa kabarmu hari ini, do you miss me? pasti lelah sekali hari ini, biar aku pijitin yah,” ucapnya lirih di daun telingaku.

Aku ingin menjawab, tapi belum sempat menjawab ia langsung melancarkan aksi kesukaannya dengan menggelitik beberapa bagian tubuhku.

Tubuhku menggelinjang tak karuan, kemudian kami sama-sama kehabisan nafas.

Tubuhnya yang lemas itu jatuh bersandar persis ditubuhku.

Berat badannya kini bertumpuan dengan dadaku, namun lengannya masih kuat mencengkram batang leherku.

Tak lama berselang perlahan ia mulai melepas cengkramannya, ia angkat tubuhnya dari pahaku.

Bergeser ia ke posisi yang lebih tinggi, tepat dibelakang punggungku.

Halaman 
Tag berita:
IDEhabitat