Jumat, 15 November 2024

Upaya Perlindungan Perempuan dan Anak terhadap Kasus Kekerasan Jadi Topik Pembahasan di Debat Publik Pilkada Samarinda 2024

Minggu, 10 November 2024 9:44

BEBRICARA - Paslon Wali Kota - Wakil Wali Kota Samarinda Nomor Urut 02, Andi Harun - Saefuddin Zuhri di Debat Publik Kedua dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Samarinda 2024./ foto: Istimewa

IDENESIA.CO - Pada Sabtu malam, 9 November 2024, Hotel Mercure di Jalan Mulawarman menjadi saksi gelaran Debat Publik Kedua dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Samarinda 2024. Dalam debat ini, berbagai isu penting dibahas, namun satu topik yang mencuri perhatian adalah permasalahan perlindungan perempuan dan anak di tengah maraknya kekerasan yang terjadi di kota Samarinda.

Debat dimulai dengan pertanyaan yang menantang pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota mengenai kebijakan mereka untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang dikelola oleh Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP3A) menunjukkan situasi yang memprihatinkan. Pada Februari 2024, Samarinda tercatat sebagai wilayah dengan kasus kekerasan terbanyak, dengan 57 laporan yang melibatkan 196 korban, 127 di antaranya adalah anak-anak. Lebih mengguncang, mayoritas korban adalah perempuan, dengan 38 orang mengalami kekerasan seksual, 30 orang mengalami kekerasan fisik, dan 15 orang mengalami kekerasan psikis.

Andi Harun: Tiga Pilar Penting dalam Penanggulangan Kekerasan

Calon Wali Kota Samarinda, Andi Harun (AH), memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah diambil dan rencana kedepannya dalam mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Andi Harun menekankan bahwa penanggulangan kekerasan ini harus dilakukan dari tiga perspektif utama: regulasi, struktural, dan kultural.

1. Regulasi yang Memadai

 Andi mengungkapkan bahwa regulasi yang mendukung perlindungan perempuan dan anak sudah cukup baik. Kota Samarinda, menurutnya, telah memiliki peraturan yang jelas dan komprehensif, seperti Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, Instruksi Wali Kota Nomor 3 Tahun 2023, dan Perda tentang Perdagangan Orang. Di samping itu, lembaga struktural seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di enam kecamatan telah dibentuk untuk menangani masalah ini secara langsung.

2. Struktural

 Selain regulasi, Andi juga menyoroti pentingnya dukungan dari struktur pemerintahan yang ada. Melalui pembentukan 23 Kelurahan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat dan Forum Kekerasan Rumah Tangga di 59 kelurahan, berbagai pihak, termasuk aparat kepolisian, telah dilibatkan dalam upaya pencegahan kekerasan. Pelatihan untuk para petugas, terutama dalam menghadapi kekerasan terhadap perempuan dan anak, menjadi bagian integral dari upaya ini.

3. Kultural 

 Namun, Andi Harun juga menyadari bahwa selain regulasi dan struktur yang baik, perubahan kultural juga sangat penting. Masyarakat perlu dilibatkan dalam gerakan ini, mulai dari tingkat kelurahan hingga RT. Ia menekankan bahwa program Kelurahan Ramah Perempuan dan Anak harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Menurutnya, masyarakat harus memiliki kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap perlindungan perempuan dan anak, dan ini harus menjadi budaya yang tumbuh dari dalam komunitas.

Evaluasi dan Penguatan Program Perlindungan

Andi Harun juga mengungkapkan pentingnya evaluasi berkelanjutan terhadap berbagai program perlindungan yang telah ada. Ia menjelaskan bahwa meskipun berbagai langkah telah dilakukan, masih banyak yang perlu diperbaiki dan diperkuat. Salah satunya adalah program penyuluhan yang selama ini sudah dilakukan, namun ia mengakui bahwa itu belum cukup. Pemerintah Kota Samarinda, di bawah kepemimpinannya, berkomitmen untuk memperkuat program-program yang lebih teknis agar masyarakat dapat lebih peduli terhadap isu ini.

Dampak Pandemi COVID-19

Dalam kesempatan ini, Andi Harun juga mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang memperburuk situasi kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah dampak pandemi COVID-19. Data dari Komnas Perempuan menunjukkan lonjakan signifikan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak pandemi. Keterbatasan ekonomi, perubahan pola hidup, serta kondisi work from home (WFH) disebut-sebut sebagai faktor pemicu peningkatan kekerasan di rumah tangga. Andi menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat maupun sektor lainnya.

Komitmen Bersama untuk Perlindungan Perempuan dan Anak

Di akhir penyampaiannya, Andi Harun menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan perlindungan perempuan dan anak di Samarinda. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk kelompok-kelompok yang peduli, untuk bersama-sama mengatasi masalah ini. Menurutnya, perlindungan terhadap perempuan dan anak harus menjadi prioritas bersama, tidak hanya pemerintah, tetapi seluruh masyarakat harus terlibat aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak.

Dengan komitmen yang kuat dan berbagai langkah yang telah dirancang, Andi Harun berharap bahwa Samarinda dapat menjadi kota yang lebih aman, ramah, dan peduli terhadap kesejahteraan perempuan dan anak. **Perlindungan perempuan dan anak**, menurut Andi, adalah tanggung jawab bersama yang harus terus diperjuangkan demi masa depan yang lebih baik.

(Redaksi) 

Tag berita:
IDEhabitat