IDENESIA.CO - Pada Rabu (3/5/2023) kemarin, Sebagai upaya untuk mengurangi kasus pereceraian, DPRD Samarinda menggelar audiensi dengan Pengadilan Agama Kota Samarinda.
Dalam audiensi ini membahas perihal pengajuan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga (PPKK).
"Berawal dari beberapa kasus-kasus dan laporan-laporan dari mitra kerja bahkan dari temuan di lapangan yang membuat kami harus ke Pengadilan Agama karena banyak yang tidak kami tahu, terkait regulasi dan keadaan di pengadilan sendiri seperti apa,” ungkap Sri Puji Astuti pada Rabu (3/5/2023).
Raperda sendiri diajukan akibat tingginya kasus penceraian khususnya di Kota Samarinda.
"Ternyata angka penceraian di Kota Samarinda tertinggi di Kalimantan." Jelas Puji Astuti selaku Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda.
Tidak hanya itu, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dispensasi nikah, dan pemenuhan hak anak serta perempuan turut menjadi sorotan.
"Rata-rata kita masih di bawah angka 3000 perkara, tapi tidak semuanya penceraian, banyak kasus-kasus yang lain." Ungkap Rukayah, Wakil Ketua Pengadilan Agama Kota Samarinda.
Agar undang-undang dan regulasi pemerintah dalam penanganan kasus-kasus tersebut dapat terjalannya, perlu adanya sosialisasi, pemahaman, perubahan mindset masyarakat, dan perubahan budaya.
"Untuk dispensasi nikah, ternyata budaya jadi nomor satu karena ada beberapa daerah kalau anak perempuan sudah akil balig atau menstruasi bisa dinikahkan." Jelas Puji.
Maka, langkah awal yang dirancang dan diwacanakan DPRD adalah edukasi seksualitas di sekolah
"Kami sedang merancang apakah perlu edukasi seksual dimasukkan dalam kurikulum, kemarin kita dengan PKBI ada wacana untuk memberikan sosialisasi mulai sejak PAUD, namun sebenarnya pendidikan seksual diadakan di rumah oleh orang tua, jadi perlu juga disosialisasikan," tutupnya.
(Advertorial)