IDENESIA.CO - Beberapa negara di Asia menghadapi krisis populasi yang semakin mengkhawatirkan. Jepang, Korea Selatan, dan China telah lama disorot karena tren menurunnya angka kelahiran yang berpotensi menimbulkan dampak besar pada struktur sosial dan ekonomi mereka di masa depan.
Salah satu yang paling menonjol adalah Jepang, yang terus menghadapi penurunan angka kelahiran yang tajam. Bahkan, menurut prediksi Hiroshi Yoshida, seorang profesor di Universitas Tohoku, Jepang bisa menghadapi masa depan yang sangat suram, dengan hanya memiliki satu anak di bawah usia 14 tahun pada tahun 2720.
Data ini diungkapkan melalui jam konseptual yang dibuat Yoshida, yang memperlihatkan penurunan jumlah anak secara real-time sejak tahun 2012. Prediksi tersebut semakin mendekat setelah angka kelahiran pada 2023 kembali mengalami penurunan 5,7% dibandingkan tahun sebelumnya.
Para ahli menjelaskan bahwa kombinasi antara biaya hidup yang tinggi, ketidakstabilan pekerjaan, dan perubahan pandangan hidup generasi muda menjadi alasan utama mengapa mereka enggan memiliki anak. Di Jepang, masyarakat semakin cenderung memilih fokus pada karier atau gaya hidup yang lebih bebas. Ditambah lagi, beban biaya pendidikan dan perawatan anak yang tinggi menambah kekhawatiran.
Penurunan angka kelahiran ini tentu saja mempengaruhi perekonomian. Dengan menurunnya jumlah generasi muda, Jepang akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas angkatan kerja. Pekerja usia produktif yang semakin sedikit akan memperlambat laju ekonomi dan meningkatkan beban pada sistem pensiun dan kesehatan. Demografi yang semakin menua juga berpotensi menciptakan kesenjangan sosial yang lebih dalam.