Dalam mekanismenya adalah dengan membentuk Institute of the Study and Elimination of Jewish Influence on German Church Life yang mengajarkan pembasmian Yahudi.
Kemudian mereka menampilkan kisah-kisah Kristen dengan mengubah Yesus sebagai sosok anti-Semit paling agung di dunia.
Lukisan ini dibuat oleh John Heartfield pada 1934 untuk menggambarkan bagaimana Kristen dikungkung oleh paham fasis Nazi.John Heartfield, 1934
Lukisan ini dibuat oleh John Heartfield pada 1934 untuk menggambarkan bagaimana Kristen dikungkung oleh paham fasis Nazi.
"Yesus harus dikuras dari keyahudian jika perang Jerman melawan orang Yahudi ingin berhasil," tulis Heschel.
Logika yang dipakai untuk menghancurkan bangsa Yahudi menciptakan kisah yang sangat aneh, menurutnya.
Bahkan menyasar jauh dengan menapilkan Yesus sebagai sosok anti-Yahudi yang justru merombaknya seperti pengikut agama India yang menetang Yudaisme.
Para teolog Nazi, seperti Bertram, mengisahkan bahwa Galilea dihuni oleh orang Asyur, Iran, atau India yang banyak dipaksa untuk pindah ke Yudaisme oleh orang-orang Yahudi.
Yesus, menurut mereka, sebenarnya berasal dari etnis Arya yang bersembunyi, yang kemudian keberadaannya bagi orang Yahudi ditentang dan harus dibunuh.
Maka, Perjanjian Baru diproduksi oleh institut itu dengan revisian yang menyeluruh, dan menghilangkan Perjanjian Lama.
Revisi versi Nazi menampilkan silsilah Yesus yang baru, untuk menghilangkan asal-usul keluarga Yahudi-nya.
Nama dan tempat berunsur Yahudi juga dihapus, sementara referensi Perjanjian Lama diubah untuk menggambarkan orang Yahudi secara negatif.
Sosok Yesus pun dijadikan sebagai pahlawan Arya yang memerangi orang Yahudi, seolah apa yang Nazi lakukan memang menafsirkan apa yang dilakukan Yesus.
"Institut [teolog] itu mengalihkan pandangan Kristen dari kemanusiaan Tuhan menjadi keilahian manusia: Hitler sebagai individu Kristus, Volk Jerman sebagai pengikut Kristus secara kolektif, dan Kristus sebagai lawan mematikan Yudaisme," jelas Heschel. (redaksi)