Sabtu, 23 November 2024

Asal-usul dan Sejarah

Mengulas Prahara Banjir Samarinda, Ternyata Potensi Daerah Rawan Banjir Sudah Diprediksi Sejak 1949

Tertuang Dalam Peta RIS

Selasa, 22 Februari 2022 23:24

Mengulas prahara banjir di Samarinda, potensi daerah rawan sudah diprediksi sejak 1949. (Er Riyadi)

IDENESIA.CO - Teletak sebuah daratan rendah, membuat Samarinda akrab dengan banjir.

Hingga anekdot "ikam hanyarkah di Samarinda" terpahat dibenak warga Kota Tepian.

Dalam catatan masa kini, banjir besar pernah menggenangi Samarinda, pada tahun 1998.

Banjir kala itu jadi yang terparah hingga menelan banyak korban jiwa.

Penyebabnya adalah fenomena La Nina, sekitaran tahun 1997-1998.

Fenomena La Nina saat itu jadi yang terparah dalam rentan waktu puluhan tahun terakhir.

Hujan seakan tidak berhenti menguyur ibu kota provinsi Kaltim ini, hingga berbulan-bulan.

Akibatnya, Waduk Benanga tidak kuat menahan beban volume air yang begitu besar.

Pada 28 Juli 1998 bendungan jebol 20 meter. Luapan air langsung menuju kota.

Sedikitnya 4 korban jiwa jatuh, dan ratusan ribu warga Kota Tepian terdapak banjir.

Kini, banjir seakan sudah jadi kawan karib kala hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Samarinda.

Jauh sebelum banjir besar 1998, catatan sejarah Samarinda telah mengungkap potensi banjir yang menghantui Kota Tepian.

Berdasarkan peta daerah kawasan tergenang air di Samarinda, tahun 1949 atau pada masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat, beberapa daerah rawan banjir telah diberi penanda.

Peta daerah rawan banjir itu, diberi judul: Petunjuk Renjana Kota Samarinda (1949), dari sumber Dokumen Nederland.

Dalam peta itu, termuat juga rencana penanganan banjir di beberapa kawasan, oleh Balai Planologi Balikpapan, Kementerian Perhubungan, Tenaga, dan Pekerjaan Umum.

Beberapa daerah rawan banjir kala itu (1949) yakni di bantaran Sungai Karang Asam, kawasan jalan pelabuhan saat ini, dan sepanjang sempadan Sungai Karang Mumus, hingga Pasar Segiri saat ini.

Sejarah sudah memperingatkan kita tentang pontensi banjir di Samarinda.

Tinggal bagaimana mencari cara berdamai dengan luapan Sang Banyu. (Er Riyadi)

Tag berita:
IDEhabitat