Adapun produk MHP dan NiOH ini bisa diolah lagi menjadi bahan baku komponen baterai kendaraan listrik maupun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% (saprolite nickel), umur cadangan disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan. Hitungan ini dengan asumsi jumlah bijih saprolit sebesar 2,6 miliar ton dan kapasitas kebutuhan bijih untuk smelter dalam negeri mencapai 95,5 juta ton per tahun.
"Bijih nikel kadar tinggi biasanya menggunakan teknologi pyrometalurgi yang bisa menghasilkan produk nickel matte, Nickel Pig Iron (NPI), dan feronikel (FeNi)," tulis keterangan Booklet Nikel tersebut.
Klasifikasi dan Pemanfaatan Nikel di ANTAM
Nikel kadar tinggi dan nikel kadar rendah memiliki fungsi yang berbeda. Di Indonesia, nikel kadar tinggi atau saprolite lebih mudah dijual, karena smelter untuk mengolah nikel tersebut sudah tersedia. Sedangkan nikel kadar rendah atau limonite masih jarang terserap.
Menurut Corporate Secretary ANTAM, Syarif Faisal Alkadrie, bijih nikel laterit dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu saprolite yang merupakan bijih nikel dengan kandungan besi (Fe) yang rendah dan kadar nikel yang lebih tinggi, termasuk elemen lainnya seperti magnesia (MgO), dan kalsium (CaO).
“Sementara untuk limonite memiliki karakteristik sebaliknya dari saprolite. Bijih saprolite biasanya memiliki kadar nikel 1,5%-3% sementara untuk bijih limonite memiliki kadar nikel 0,8%-1,5%,” katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (28/6).
Faisal melanjutkan, saprolite banyak diolah melalui sistem Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang nantinya menghasilkan produk berupa Nickel Pig Iron (NPI), Feronikel (FeNi), atau Nickel Matte.