Kamis, 5 Desember 2024

PM Anwar Ibrahim Sebut Mendiang Ibunya Penggemar Karya-karya di Indonesia

Selasa, 10 Januari 2023 23:0

KONFERENSI - PM Malaysia Anwar Ibrahim (kiri) membagikan pandangan dan pengalaman hidupnya terkait kepemimpinan di CT Corp Leadership Forum, Senin (9/1). / Foto: CNN Indonesia/Adi Ibrahim

IDENESIA.CO - Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim mengungkapkan cintanya pada para sastrawan dan founding father Indonesia. Mulai dari karya sastra hingga pemikirannya.Kekaguman Anwar Ibrahim ini diungkapkannya dalam CT Corp Leadership Forum, di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023) dalam YouTube CNBC Indonesia yang ditengok, Selasa (10/1/2023)

"Indonesia luar biasa, saya agak sentimental bicara Indonesia. Karena almarhumah ibu saya tu penggemar karya-karya di Indonesia, semua karya, Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, HAMKA tentunya, tasawuf modern, falsafah hidup, bukan cuma dibaca, dikhatamnya, kemudian saya dibesarkan sehingga ramai yang anggap saya ini pernah studi di Indonesia, padahal ndak pernah-ndak pernah," kata Anwar Ibrahim.

Menurutnya walaupun sebagian mereka mengkritisi Indonesia, Tapi mereka merupaka tokoh-tokoh besar yang lahir di Indonesia. 

"Walaupun kita bila baca Mochtar Lubis, menghujat budaya korupsi dan lemahnya sifat orang Indonesia terutama karena sistem penguasaan Orde Baru dulunya, atau tentang puisi Taufiq Ismail, 'Malu Aku Jadi Orang Indonesia'. Tapi kalau satu spek orang seni mencurahkan rasa gelisah hati mereka, Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang tidak ada tandingannya di rantau kita," ucap Anwar.

Dari bidang politik dan kebangsaan, Anwar mengungkapkan kekagumannya pada para founding father atau para pendiri bangsa Indonesia.

"Dari berbagai tren sama ada nasionalis ya seperti Sukarno-Hatta atau yang paham Islam seperti M Natsir, (pemikiran) kirinya seperti Syutan Syahrir, pemikir seperti Sudjatmoko yang menulis satu teks yang sangat berharga dimensi manusiawi dalam pembangunan kalau saya lihat, berbanding dengan berbagai rantau kita itu, tokoh besar dn hebat dalam generasi awal. Ada yang hebat termasuk Chairul Tanjung dari kalangan pribumi," tuturnya.

Kiprah Para Sastrawan

Berikut kiprah dan profil para sastrawan dan bapak pendiri bangsa yang dilansir dari laman Kemendikbud:

 

Sutan Takdir Alisjahbana

Sutan Takdir Alisjahbana adalah pengarang Indonesia yang banyak berorientasi ke dunia Barat. Dia mengatakan bahwa otak Indonesia harus diasah menyamai otak Barat. Pemikiran yang kontroversial pada zamannya namun Sutan tetap kukuh.

Sejumlah karya ST Alisjahbana yang terkenal antara lain:
Tak Putus Dirundung Malang
Dian yang Tak Kunjung Padam
Layar Terkembang (novel)
Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel)
Tebaran Mega (kumpulan puisi)
Puisi Lama
Puisi Baru
Grotta Azzura, Kisah Cinta dan Cita (novel)
Kalah dan Menang (novel
Lagu Pemacu Ombak (kumpulan puisi)

Pria yang lahir di Natal, Tapanuli, Sumatra Utara, 11 Februari 1908 itu meninggal 31 Juli 1993. Jenazahnya dimakamkan di sebuah bukit di sekitar Bogor.

 

Armijn Pane

Armijn Pane adalah seorang sastrawan Indonesia pendiri majalah Pujangga Baru, jurnalis, penulis naskah drama hingga guru. Karya-karyanya terbit di majalah sastra seperti Poedjangga Baroe, Pandji Pustaka, Djawa Baroe. Armijn juga banyak menulis drama pada masa sebelum perang. Armijn banyak mengambil latar belakang kenyataan hidup zamannya.

Dalam menjalani tugasnya, baik di zaman Belanda, zaman Jepang, maupun zaman republik, Armijn sering menyaksikan hal yang tidak beres yang menusuk hati nuraninya.

Judul cerpennya yang terkenal antara lain:

Pujaan Cinta
Sukma
Pertemuan Rasa
Barang Tiada Berharga
Kulit Pisang
Jika Pohon Jati Berkembang
Djinak-djinak Merpati
Kisah Antara Manusia

Armijn Pane yang dilahirkan 18 Agustus 1908 di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara meninggal dunia di RSCM Jakarta pada 16 Februari 1970 setelah sebelumnya mengalami pendarahan otak hingga koma selama dua hari.

Buya Hamka

HAMKA atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang akrab dikenal sebagai Buya Hamka, merupakan seorang ulama, politisi, ahli filsafat dan sastrawan besar yang dihormati dan disegani di kawasan Asia hingga Timur Tengah.

Dalam dunia kepengarangan, Hamka juga kadang-kadang menggunakan nama samaran, yaitu AS Hamid, Indra Maha, dan Abu Zaki. Hamka muda dikenal gemar membaca mulai buku-buku agama, sastra, pantun, cerita rakyat dan sebagainya. Pengalamannya membaca buku-buku sastra itulah sebagai cikal-bakal yang kelak menjadikannya sebagai sastrawan besar.

Karya sastranya yang terkenal antara lain: Di Bawah Lindungan Ka'bah, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, dan Laila Majnun.

Pengabdian dan pengorbanan Buya Hamka dalam membangun kesadaran umat Islam mendapat apresiasi dari Pemerintah berupa gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2011.

 

Mochtar Lubis

Mochtar Lubis adalah sastrawan Angkatan 1960-an. Dia dikenal sebagai penulis novel, cerpen, penerjemah, pelukis, dan seorang jurnalis ternama.

Karya Mochtar Lubis yang terkenal berupa novel, sebagai berikut:
Jalan Tak Ada Ujung
Tak Ada Esok
Tanah Gersang
Senja di Jakarta
Maut dan Cinta
Harimau! Harimau!

Mochtar sempat ditahan oleh pemerintahan Bung Karno. Selama dalam tahanan ia menulis karya sastra, melukis, belajar main biola, dan memperdalam yoga.

Karya sastra yang ditulisnya selama dalam tahanan itu antara lain Senja di Jakarta, Tanah Gersang, Harimau! Harimau!, serta Maut dan Cinta. Mochtar yang seorang jurnalis juga cukup kritis. Karyanya Senja di Jakarta, menyoroti fenomena korupsi di era Orde Lama.

Tahun 1958 ketika masih dalam tahanan, ia mendapat penghargaan Magsaysay Journalism and Literature Award dari Manila. Penghargaan itu baru diterimanya di Filipina delapan tahun kemudian setelah ia dibebaskan dari tahanan.

Mochtar bebas dari tahanan 17 Mei 1966. Kemudian dua bulan setelahnya, Juli 1966, Mochtar menerbitkan majalah sastra Horison dan bertindak sebagai pemimpin redaksi.
Mochtar lahir di Padang, 7 Maret 1922 dari keluarga Batak Mandailing dan menutup usia di Jakarta pada tanggal, 2 Juli 2004.

 

Taufiq Ismail

Taufiq Ismail adalah seorang penyair, sastrawan hingga budayawan. Pria yang lahir di Bukittinggi Sumbar, 25 Juni 1935 ini masih aktif hingga kini.

Karya-karyanya yang terkenal antara lain Tirani, Benteng, Puisi-puisi Langit, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia hingga Sajadah Panjang, yang terakhir dimusikalisasikan kelompok musik Bimbo.

Dalam 20 tahun terakhir, sejak 2006. Taufiq bersama sejumlah sastrawan giat membawa sastra ke sekolah-sekolah di Tanah Air karena merasa prihatin dengan pelajaran sastra di sekolah.

Taufiq mengemukakan, pada zaman Hindia Belanda, sastra diajarkan di sekolah bagus sekali, setara dengan negara-negara di Eropa dan Amerika. Apa buktinya? Selama tiga tahun tiap murid AMS (setara SMA) wajib membaca 25 judul buku sastra.

Jumlah itu tidak kalah dengan di Eropa. Di Belanda, siswanya diwajibkan membaca 30 judul buku sastra, Amerika 30 buku, dan Jepang 15 buku. Selain itu, tiap minggu para siswa diwajibkan menulis artikel. Dalam tiga tahun, berarti 180 karangan.

Hasilnya, lahir satu lapisan generasi yang luar biasa. Siapa mereka? "Mereka adalah Sukarno, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Safruddin Prawiranegara, Ali Sastroamidjojo, Soemitro Djojohadikusumo, dan seterusnya," ujarnya.

Kiprah Para Founding Father

 

Soekarno, Presiden Pertama RI

Presiden pertama Republik Indonesia ini bernama Soekarno, atau mungkin kita lebih akrab mendengar panggilan Bung Karno. Soekarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa sekolah dasar hingga tamat, Soekarno indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto) yang merupakan politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.

Saat dewasa, Sukarno merumuskan ajaran Marhaenisme serta mendirikan sebuah partai yang bernama PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927. Tujuan diberdirikannya partai ini adalah untuk menuju Indonesia merdeka.

Demi memperjuangkan negara Indonesia, Sukarno keluar-masuk bui. Pada Agustus 1945 ia bersama Moh Hatta dan tokoh nasional lainnya menyusun naskah proklamasi yang akhirnya dibacakan pada 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah ini sekaligus mengukuhkan kedaulatan Republik Indonesia.

 

Mohammad Hatta

Mohammad Hatta atau yang akrab dipanggil Bung Hatta adalah seorang pemikir, negarawan, ekonom, dan sekaligus menjadi Wakil Presiden Indonesia yang pertama mendampingi Soekarno. Ia lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Hatta muda adalah seorang aktivis dan pemikir. Karena kecerdasannya, Bung Hatta mendapat beasiswa kuliah di Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda. Di sana, Hatta menambah kapasitas ilmunya dengan mempelajari hal-hal seperti tata negara dan juga ekonomi kolonial.

Hatta juga termasuk sebagai pengurus awal Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin dr Soetomo. PI ini mengumpulkan beberapa ratus gulden untuk mengirim dua orang ekonomnya, Hatta dan Syahrir mempraktikkan cara menjalankan koperasi di Denmark, Swedia, Norwegia. Kedua tokoh itu akhirnya menjadi pioner sistem koperasin di Indonesia.

Dalam perjuangan politik, seperti halnya Bung Karno, Bung Hatta juga keluar-masuk bui. Namun bersama Bung Karno, akhirnya bisa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Muhammad Natsir

Muhammad Natsir adalah seorang pemikir, pejuang, cendekiawan, ulama, diplomat, ahli politik, ahli ekonomi kelahiran Minangkabau, Sumatera Barat, 1908.

Pada sisi lain, Muhammad Natsir adalah seorang pemikir dan penulis yang produktif. Beliau mengawali kegiatan tulis-menulis sejak sekolah menengah.

Dalam buku 'Meninjau Sejarah Kisah Hidup Muhammad Natsir' dituliskan selama di Bandung, Natsir sering menghadiri musyawaratan umum Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Soekarno. Natsir menaruh minat kepada gerakan PNI yang selalu berusaha mengkritik penjajahan Belanda dan menuntut Indonesia Merdeka. Namun beliau tidak suka
dengan sikap PNI yang, menurutnya selalu mencemoohkan aturan-aturan Islam.

Pada masa inilah Muhammad Natsir banyak menulis tentang Islam dan politik. Tulisan yang lahir sebagai akibat dari fase konfrontasi yang panjang antara Natsir dan Soekarno.

Soekarno menulis dengan tajuk antara lain "Memudahkan Pengertian Islam", "Apa Sebab Turki Memisahkan Agama dari Negara", "Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal Terbang", dan "Islam Sontoloyo". Muhammad Natsir menjawab tulisan ini secara langsung. Antara lain beliau menulis dengan tajuk "Apa yang menyebabkan Turki Memisahkan Agama dari Negara" (1940). Kemudian tulisan ini ditulis secara bersambung dengan tajuk "Persatuan Agama dan Negara".

Termasuk salah satu tokoh pendiri partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Masyumi sendiri berdiri berdasarkan keputusan muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta pada

 

 

Sutan Syahrir

Sutan Syahrir adalah salah satu pejuang kemerdekaan, intelektual dan pemikir. Ia sosok pemberani, sangat anti-Jepang. Sosoknya yang pemberani dan tidak takut akan sebuah perbedaan ini, sangat berperan dalam tercapainya kemerdekaan Indonesia, terutama dalam jalur diplomasi.

Berkatnya, Indonesia mendapat pengakuan dari dunia internasional, melalui jalur diplomasi. Ia adalah negarawan humanis dan seorang demokrat sejati. Ada banyak hal pula yang dapat diteladani dari sosok Sutan Syahrir ini.

Sutan Syahrirlah yang mendesak Sukarno dan Mohammad Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaaan Indonesia pada 15 Agustus 1945. Ddesakan itu juga didukung oleh para pemuda ketika itu.

Saat Sukarno-Hatta menolak, kaum muda ketika itu menculik Sukarno dan Mohammad Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 guna menjauhkan dari pengaruh Jepang dan mendesak agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sutan Syahrir juga berkecimpung dalam aksi pendidikan 'melek' huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat). Syahrir juga merupakan perdana menteri pertama RI dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Dia juga adalah pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 1948.

 

 

Soejatmoko

Soejatmoko Juga dikenal dengan nama panggilan Bung Koko adalah seorang intelektual, diplomat, dan politikus Indonesia.

Soedjatmoko bersama dua pemuda lain dikirimkan ke Lake Success, New York, Amerika Serikat untuk mewakili Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1947, demikian dalam laman Universitas Krisna Dwipayana (Unkris). Bung Koko bersama beberapa tokoh Delegasi RI mengikuti saling berargumentasi tentang pengakuan Indonesia oleh negara lain di PBB.

Menjelang kesudahan masanya di New York, Soedjatmoko masuk di Littauer Center milik Harvard karena pada ketika itu dia sedang adalah proses delegasi PBB, dia harus pulang-pergi selang New York dan Boston selama tujuh bulan masa kuliahnya. Sesudah dibebastugaskan dari delegasi, Soedjatmoko menghabiskan hampir satu tahun di Littauer Center.

Namun, kuliahnya itu terganggu ketika selama tiga bulan dia menjadi chargé d'affaires-yang pertama untuk Indonesia-di proses Hindia-Belanda di Kedutaaan Besar Belanda di London, Inggris. Dia menjabat sementara selagi kedutaan besar Indonesia diwujudkan.

Sempat bersitegang dengan Sukarno karena tak setuju kepemimpinannya yang otoriter dan menolak kebijakan Demokrasi Terpimpin. Di masa ini Soedjatmoko kembali ke AS dan menjadi dosen di Universitas Cornell di Ithaca, New York.

Di era Soeharto, Soedjatmoko malang melintang di bidang diplomasi, menjadi Delegasi RI di PBB hingga jadi Dubes RI untuk AS. Namun Bung Koko tetap kritis pada kebijakan Orba.

Sempat menjabat Rektor Universitas PBB di Jepang dari tahun 1980-1987. Bung Koko tutup usia pada 21 Desember 1989 saat menyampaikan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta karena serangan jantung.

(Redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat