Langkah Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (Pemkab PPU) mencabut hibah lahan bagi ratusan PNS dinyatakan bertentangan dengan prinsip pemerintah...
IDENESIA.CO - Langkah Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (Pemkab PPU) mencabut hibah lahan bagi ratusan PNS dinyatakan bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik.
PTUN Samarinda resmi membatalkan Surat Keputusan Bupati yang menghapus status hibah dan mengubahnya menjadi sistem sewa, dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (22/5/2025). Putusan ini menjadi preseden penting dalam tata kelola aset publik dan perlindungan hak atas tanah.
Dengan begitu secara resmi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda mengabulkan gugatan warga Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah, Kecamatan Penajam, terhadap keputusan Pemkab PPU yang mencabut hibah tanah yang telah mereka terima sejak 2005.
Putusan tersebut menilai bahwa pencabutan Surat Keputusan (SK) hibah yang dilakukan melalui SK Bupati Nomor 500.17/190/2024 merupakan tindakan yang cacat secara hukum dan melanggar prinsip-prinsip asas pemerintahan yang baik, khususnya dalam aspek kepastian hukum, keadilan, dan non-retroaktif.
"SK yang mencabut hibah dinilai tidak sah karena menerapkan peraturan secara surut dan tidak memenuhi unsur substansial maupun prosedural yang layak," kata Ketua Majelis Hakim, A. Taufik Kurniawan, SH., MH., dalam pertimbangannya.
Sengketa ini bermula dari kebijakan Bupati PPU pada 2005, Yusran Aspar, yang memberikan hibah tanah kepada 869 PNS sebagai bagian dari program peningkatan kesejahteraan. Tanah seluas 59 hektare tersebut dibagi menjadi kapling hunian dan fasilitas umum, yang kemudian dikenal sebagai Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah.
Namun, sejak kepemimpinan berganti, tanah tersebut tidak dihapus dari daftar aset daerah. Situasi makin pelik ketika pada 2024, Penjabat Bupati Muhammad Zaenal Arifin mencabut SK hibah lama dan mengubah status tanah menjadi hak pemanfaatan yang harus disewa. Langkah ini membuat warga gusar karena selama hampir dua dekade, mereka telah membangun dan menempati rumah-rumah di atas tanah tersebut secara sah.
Kuasa hukum warga menggugat pencabutan ini karena dinilai melanggar asas legalitas. Peraturan baru soal larangan hibah kepada PNS tidak dapat diberlakukan pada keputusan yang sudah sah dan berlaku sejak 2005.
"Pemerintah tidak boleh menarik hak yang telah diberikan berdasarkan hukum yang berlaku saat itu. Penggunaan peraturan baru untuk membatalkan hak lama jelas bertentangan dengan prinsip non-retroaktif," tegas salah satu kuasa hukum penggugat.
Menanggapi putusan ini, Ardiansyah Kuasa, salah satu penggugat, mengatakan bahwa keputusan PTUN menjadi titik terang dalam perjuangan panjang mereka.
“Ini adalah keadilan yang sudah lama kami tunggu. Kami hanya ingin hak kami diakui secara sah. Rumah-rumah ini kami bangun dengan jerih payah sendiri, bukan hadiah dari siapa pun,” ujar Ardiansyah dalam pers rilisnya, Jumat (30/5/2025).
Ia mendesak Pemkab PPU segera menjalankan putusan dengan menghapus aset dari daftar inventaris agar proses sertifikasi tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa dilanjutkan.
"Kami hanya ingin hak kami diakui dan diproses secara sah. Jangan ada lagi tarik-ulur, karena ini menyangkut kepastian hidup ratusan keluarga," ucapnya.
(Redaksi)