IDENESIA.CO - Kota Samarinda menyimpan berbagai rentetan sejarah.
Salah satunya ada Gunung Segara di Samarinda Seberang.
Nama Gunung Segara mungkin cukup asing di telinga masyarakat Kota Tepian.
Masyarakat mengenalnya dengan banyak nama.
Ada warga yang menyebutnya Gunung RCTI.Kenapa demikian?
Di gunung itu jadi lokasi perusahaan TV swasta nasional (RCTI) pertama kali membangun menara pemancarnya.
Lokasinya strategis dengan ketinggian yang memadai untuk menjadi tempat pemancar saluran televisi dan alat komunikasi.
Berdirinya menara pemancar miliki televisi swasta nasional itu, tersematlah nama Gunung RCTI.
Selain itu, gunung ini juga memiliki nama lain.
Gunung Lonceng, begitulah warga menyebut dataran tinggi di Jalan Dwikora, Samarinda Seberang itu.
Menurut penuturan kisah warga sekitar, di atas gunung diceritakan pernah diletakan sebuah lonceng berukuran cukup besar.
Di puncak gunung, dijadikan lokasi pengintai bag pejuang pribumi, untuk memantau musuh atau datangnya kapal-kapal pedagang yang masuk ke Samarinda melalui Sungai Mahakam.
Jika dirasa datangnya ancaman, para pengintai lalu membuyikan lonceng berukuran jumbo itu sebagai isyarat.
Lonceng menurut alkisah juga diletakan di Bukit Selili, dan Batu Putih di Jalan Suryanata (saat ini), kesemuanya sebagai isyarat bahaya.
Bukan Gunung RCTI atau Gunung Lonceng, jauh sebelum itu. Bukit menjulang di Samarinda Seberang itu telah memiliki nama.
Gunung Segara, begitulah panggilannya.
Nama Gunung Segara bahkan telah tersemat dalam peta buatan era Kolonial Belanda, kisaran tahun 1800-an.
Dalam peta itu, tertera nama Gunung Segara, dengan tinggi 145 MDPL.
Belum diketahui muasal nama Gunung Segara, tapi beredar cerita di kalangan warga Samarinda Seberang.
Nama "Segara" diambil dari salah seorang tokoh keturunan raja di Kerajaan Kutai.
Tidak jelas apakah "Segara" nama raja atau pun tokoh bangsawan kerajaan.
"Apakah raja, atau bangsawan kurang tahu juga," ungkap Salmiah, warga Samarinda Seberang.
Meski begitu, kisah tokoh bernama "Segara" masih dipercayai oleh para orang tua di sekitaran Samarinda Seberang.
Selain itu, juga tersiar urban legend adanya sepasang macan, penghuni Gunung Segara.
Masyarakat percaya ada macan sepasang suami istri menunggui gunung tersebut.
"Sudah cerita turun temurun begitu. Cerita macan laki bini (suami istri)," sebut nenek berusia 71 tahun tersebut.
Tidak untuk mengancam manusia, sepasang macan itu dikisahkan justru kerap membantu warga di masa silam saat tenggah mencari kayu atau pun mencari rotan.
Benar atau tidaknya cerita itu, bukan menjadi soal.
Namun nilai-nilai yang tersemat di Gunung Segara, telah menjadi bagian berkembangnya peradaban manusia di Samarinda. (Er Riyadi)