IDENESIA.CO - Bunker Kaliadem sekarang merupakan tempat wisata salah satu yang di gemari warga Yogyakarta maupun turis. Namun ternyata ada kisah kelam di tempat wisata tersebut.
Bunker tersebut dibangun pada 2001 oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dan diresmikan empat tahun kemudian. Bungker ini difungsikan sebagai tempat berlindung dikala erupsi merapi.
Disebutkan Kaliadem adalah kawasan hutan pinus yang memiliki luas 25 hektare dengan ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut. Letaknya ada di lereng selatan Gunung Merapi.
Secara admistrasi, Kaliadem masuk wilayah Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman atau sekitar 30 km arah utara Kota Yogyakarta.
Pada saat erupsi tahun 2006 terjadi letusan Gunung Merapi. Tepatnya di Yogyakarta. Merapi mengalami erupsi, selain itu semburan lahar panas dan juga terjangan Wedhus Gembel alias awan panas turun dengan begitu deras dari atas Gunung Merapi.
Pada saat itu ada 2 orang sukarelawan, mereka bernama Sudarwanto dan Sarjono.
Saat terjadi erupsi mereka sebagai sukarelawan membantu evakuasi warga yang ada di Lereng Merapi, kejadian itu tepatnya pada tanggal 15 Juni Tahun 2006.
Saat itu Sudarwanto tengah melaksanakan piket di Bunker Kaliadem. Saat itu juga sempat mengabari temannya bahwa di dalam bungker ada 2 orang.
Tak lama, tiba-tiba terjadi erupsi. Karena melihat ada erupsi, Sarjono yang kala itu melihat merapi erupsi, ia langsung memperingatkan para warga untuk berlindung ke dalam Bunker agar mereka terhindar dari terkena awan panas. Namun, bukannya menurut warga malah tidak memperdulikan dan segera berlari ke sawah.
Karena tidk ada yang menurut, akhirnya mereka berdualah yang masuk kedalam Bunker dan berlindung didalamnya.
Bunker Kaliadem memang dirancang untuk tahan terhadap awan panas serta material kecil yang terjadi saat erupsi. Namun, naasnya bangunan itu tidak dirancang untuk tahan terhadap panas.
Semakin mengerikan lagi manakala Bunker itu bocor dan alahasil lahar panas pun masuk kedalam bangunan itu. Sudarwanto dan Sarjono yang ada didalam bunker tak bisa keluar karena terjebak, ditambah lagi dengan bocornya bungker membuat kondisi di dalamnya seperti oven raksasa yang akhirnya membuat mereka berdua tewas tragis.
Akibat dari lahar panas tersebut membuat bungker tertimbun material vulkanik, menyebakan jasad Sudarwanto dan Sarjono baru bisa dievakuasi dua hari kemudian. Yang tidak terbayangkan pada saat bungker dibuka suhu yang ada mencapai 700 derajat celcius.
Saat dievakuasi, jenazah Sarjono ditemukan di dekat pintu masuk dalam kondisi hangus. Sedangkan jenazah Sudarwanto ditemukan dalam bak mandi.
Sejak saat itu, pemerintah memutuskan untuk tidak menggunakan bunker sebagai tempat berlindung saat erupsi karena risiko tinggi.
Pada letusan Merapi tahun 2010, Bunker Kaliadem tertimbun material Merapi setebal 4 meter.
Tiga tahun kemudian, bunker tersebut berhasil digali. Disebutkan warga kesulitan menggali karena tanda yang menjadi petunjuk keberadaan bunker tersebut ikut hilang bersamaan dengan erupsi.
Dibutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk merekonstruksi jalan dan 54 jam untuk mengeruk material menggunakan alat berat. Jalan menuju bunker sendiri tertimbun material setebal 1,5 meter.
Sementara badan bunker bagian depan terkubur 4 meter dan bagian belakang setebal 1,5 meter.
Setelah berhasil ditemukan, warga dan pemerintah desa sepakat untuk mengelola bunker tersebut sebagai tempat wisata yang menyimpan jejak kedahsyatan erupsi Merapi. (Redaksi)