IMG-LOGO
Home Advertorial Stunting Bukan Cuma Soal Gizi, Pemkot Samarinda Soroti Air Bersih dan Sanitasi
advertorial | umum

Stunting Bukan Cuma Soal Gizi, Pemkot Samarinda Soroti Air Bersih dan Sanitasi

oleh VNS - 17 April 2025 15:25 WITA

Stunting Bukan Cuma Soal Gizi, Pemkot Samarinda Soroti Air Bersih dan Sanitasi

Tingginya angka stunting di Samarinda tak semata-mata karena persoalan gizi, melainkan juga karena minimnya akses air bersih dan sanitasi. Pemerintah...

IMG
POTRET - Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Isfihani menerima penghargaan yang diberikan Pemkot Samarinda pada Kamis (17/4/2025). (Istimewa)

IDENESIA.CO - Tingginya angka stunting di Samarinda tak semata-mata karena persoalan gizi, melainkan juga karena minimnya akses air bersih dan sanitasi.

Pemerintah kota menyebut intervensi kesehatan hanya mampu menangani sepertiga dari persoalan yang ada.

Plt Kepala DPPKB Samarinda, Isfihani, mengungkapkan dalam rapat bersama DPRD Kota Samarinda, Kamis (17/4/2025), bahwa 70 persen penyebab stunting justru berasal dari faktor non-kesehatan.

“Kalau ibu hamil minum air kotor dan tinggal di rumah tanpa jamban, gimana anaknya nggak stunting?” tegasnya.

Data menunjukkan sekitar 500 rumah tangga belum memiliki jamban sehat, sementara lebih dari 500 keluarga belum memiliki akses air bersih.

Ini menjadi tantangan besar yang membutuhkan keterlibatan lintas sektor, mulai dari PDAM, Dinas PUPR, hingga Dinas Perkim.

Isfihani menjelaskan bahwa angka stunting Samarinda masih 24 persen turun tipis dari 25 persen tahun lalu. Namun, laju penurunan dinilai masih belum cukup cepat.

“Intervensi itu harus menyeluruh. Dari remaja diberi tablet tambah darah, edukasi pranikah, jarak kehamilan, hingga pantauan 1.000 hari pertama kehidupan anak,” jelasnya.

Program kolaboratif seperti gerakan makan ikan dan pertanian keluarga mulai didorong untuk memperkuat ketahanan gizi.

Saat ini, DPPKB didukung oleh 969 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang diwajibkan melakukan kunjungan rutin, meski keterbatasan anggaran menjadi kendala.

“Kalau mau anak-anak kita jadi generasi emas 2045, ya mulainya dari sekarang. Jangan tunggu anak lahir baru panik,” pungkasnya.

(Adv)