IDENESIA.CO - Perpustakaan Alexandria merupakan terbesar di dunia kuno. Perpustakaan Alexandria mulai dibangun pada pemerintahan Ptolemeus II sekitar 282 SM dan 246 SM. Perpustakaan Alexandria dibangun dengan tiang besar Hellenistik yang menggambarkan pengaruh dari Mesir. Ptolemeus II dibantu oleh seorang negarawan Athena yaitu Demetrius dari Phaleron. Tata letak Perpustakaan Alexandria tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat sebuah taman tempat perjamuan, ruang untuk membaca, balai ceramah, dan ruang pertemuan di gedung Mouseion.
Kehancuran Perpustakaan Alexandria pada 48 SM menjadi salah satu kerugian terbesar dalam sejarah dunia kuno. Berdasarkan Youtube channel TEDed dengan judul "What Really Happened to the Library of Alexandria" yang ditayangkan pada 14 Agustus 2018.
Perpustakaan Alexandria menjadi bagian dari sebuah lembaga penelitian yang lebih besar, Mouseion yang dipersembahkan untuk para Musai (sembilan dewi yang melambangkan seni). Tujuan utama dibangun Perpustakaan Alexandria adalah untuk mengumpulkan semua buku yang ditulis dalam bahasa Yunani dan buku karya bangsa lain, menyunting karya-karya penyair, dan dramawan Yunani Klaksik dalam bentuk asli, serta mendirikan perpustakaan penelitian untuk para ahli dari segala bidang.
Bahkan dalam Historia Universal de la destruction de libros (Penghancur Buku dari Masa ke Masa) yang ditulis oleh Fernando Baez, Perpustakaan Alexandria tidak hanya menjadi tempat menyimpan manuskrip tetapi juga tempat yang selalu ramai dengan diskusi para intelektual.
3 Teori Hilangnya Perpustakaan Alexandria
Namun, kejadian mengejutkan terjadi, Perpustakaan Alexandria hilang dan menjadi tragedi luar biasa di dunia akademis. Meskipun sampai saat ini masih sulit menentukan bagaimana Perpustakaan Alexandria dihancurkan, terdapat tiga teori tentang siapa yang bertanggung jawab akan kehilangan ini.
Teori Pertama
Teori mengatakan bahwa Perpustakaan Alexandria terbakar saat kota diduduki Penguasa Romawi, Julius Caesar, pada 48 SM. Julius Caesar terperangkap di istana kerajaan karena kapal-kapal Mesir menghalangi jalan keluar di pelabuhan. Julius Caesar memerintah anak buahnya untuk membakar kapal-kapal Mesir demi melarikan diri. Tetapi api membakar dengan tidak terkendali. Banyak bangunan di pantai terbakar, termasuk gudang senjata.
“Bencana-bencana yang menimpa Perpustakaan Alexandria disebabkan api yang berkobar tanpa sengaja pada saat Caesar mempertahankan dirinya.” Ungkap seorang cendekiawan Barat, Gustave Le Bone.
Akan tetapi, perkiraan Julius Caesar yang bertanggung jawab atas hilangnya Perpustakaan Alexandria masih meragukan. Strabo, seorang geographer filsuf Yunani, mengatakan bahwa ia pernah mengunjungi Mouseion pada 20 SM, beberapa dasawarsa setelah kebakaran yang dipicu oleh Julius Caesar.
Hal ini menyiratkan bahwa perpustakaan selamat dari kebakaran. Strabo mengatakan bahwa Mouseion sudah tidak semasyhur seperti sebelumnya. Strabo memang membicarakan tentang Mouseion tetapi tidak Perpustakaan Alexandria. Selain itu, dikatakan bahwa gudang tempat menyimpan manuskrip yang dihancurkan oleh Julius Caesar bukan Perpustakaan Alexandria.
Teori Kedua
Ketika teori paling dipercaya adalah Julius Caesar yang bertanggung jawab atas hancurnya Perpustakaan Alexandria, muncul teori lain. Teori tersebut adalah orang-orang Kristen-lah yang bertanggung jawab.
Orang-orang Kristen pada abad ke-4 Masehi yang berhasil menduduki kota Alexandria diduga menjadi salah satu penghancur Perpustakaan Alexandria. Pada 391 M, Kaisar Theodosius mengeluarkan dekrit yang secara resmi melarang praktik paganisme. Berdasarkan dekrit tersebut, Serapeum mendapatkan nasib buruk. Serapeum yang merupakan cabang dari Perpustakaan Alexandria dan berfungsi sebagai kuil dihancurkan. Serapeum diganti menjadi Gereja Kristen.
Demi mendukung dekrit Kaisar Theodosius banyak dokumen yang dihancurkan. Namun, dokumen-dokumen tersebut bukan berasal dari Perpustakaan Alexandria melainkan perpustakaan lain. Perpustakaan tersebut diyakini menampung sekitar sepuluh persen dokumen Alexandria.
Perpustakaan Agung Alexandria, Mesir oleh Ward and Lock’s Illustrated History of the World, diterbitkan sekitar 1882.
Namun, lagi-lagi teori kedua ini diragukan karena tidak ada sumber kuno yang menyebutkan penghancuran perpustakaan selama periode ini. Oleh karena itu, tidak ada bukti bahwa orang-orang Kristen yang menghancurkan Perpustakaan Alexandria.
Teori Ketiga
Teori ketiga pun muncul. Dalam laman resmi E-history, The Ohio State University, orang terakhir yang disalahkan atas kehancuran Perpustakaan Alexandria adalah Khalifah Umar. Pada tahun 640 M, kaum Muslim berhasil merebut kota Alexandria.
Menurut cerita yang beredar, Jenderal Amr diminta tolong oleh Johannes Philoponus, seorang cendekiawan neoplatonism, untuk menyelamatkan jutaan manuskrip di Perpustakaan Alexandria. Amr ibn Ash meminta saran kepada Khalifah Umar ibn Khattab. Lalu Umar menjawab:
Jika buku-buku itu sesuai dengan Al-Qur’an, untuk apa diselamatkan? Tetapi jika bertentangan dengan Al-Qur’an, maka hancurkan saja.”
Dalam sebuah karya The History of Dynasties yang ditulis oleh seorang Uskup Agung Gereja Siryani bernama Gregorius Caronus, ia menuduh pasukan Arab Islam pimpinan Jenderal Amr ibn Ash yang memusnahkan jutaan naskah tua koleksi Perpustakaan Alexandria.
Maka, dikumpulkan-lah jutaan naskah tua dan dibagikan ke 4.000 pemandian air panas di penginapan sepanjang Alexandria. Banyaknya gulungan dari Perpustakaan Alexandria, membuat pemandian Alexandria tetap hangat selama enam bulan.
Cerita dari Gregorius Caronus dianggap sebagai omong kosong oleh sejarawan Barat, Edward Gibbon pada abad ke-18. Gibbon menyebut isu pembakaran jutaan manuskrip tua Perpustakaan Alexandria merupakan strategi politik kubu Kristen Barat untuk menjelek-jelekan kubu Arab Islam.
Kritikan tersebut didukung oleh fakta bahwa selama lebih dari lima abad setelah penaklukan, tidak ada penyebutan dan referensi tentang kecelakaan yang terkait dengan perpustakaan Alexandria di bawah orang-orang Arab. Cerita tersebut benar-benar memiliki cita rasa fiktif dan mendapatkan kritikan berulang kali. (Redaksi)