Tragedi longsor yang menewaskan seorang ibu dan menghilangkan dua anaknya di RT 22, Jalan Belimau, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Senin...
IDENESIA.CO - Tragedi longsor yang menewaskan seorang ibu dan menghilangkan dua anaknya di RT 22, Jalan Belimau, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Senin (12/5/2025), membuka kembali luka lama soal lemahnya tata kelola kawasan rawan bencana di Kota Tepian.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada sore hari setelah hujan deras mengguyur wilayah Samarinda. Tanah di lereng yang menopang rumah-rumah warga tiba-tiba bergerak, menimbun empat rumah secara langsung. Dua di antaranya rata dengan tanah, satu rusak berat, dan satu lainnya tertimbun sebagian.
Kepala Pelaksana BPBD Samarinda, Suwarso, mengonfirmasi bahwa seorang ibu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di rumah kontrakannya, sementara dua anak perempuannya masih belum ditemukan.
“Menurut keterangan keluarga, saat longsor terjadi, ada tiga orang di dalam rumah. Kami baru menemukan sang ibu. Saat ini kami fokus pada pencarian dua anak yang masih hilang,” ujar Suwarso di lokasi kejadian.
Evakuasi dilakukan dengan menggunakan dua unit ekskavator untuk mengangkat timbunan tanah dan reruntuhan. Namun proses penyelamatan tak mudah. Cuaca yang tidak bersahabat serta kondisi tanah yang sangat labil memperlambat upaya tim gabungan dari BPBD, TNI, Polri, relawan, dan warga.
Kawasan Lempake dikenal sebagai daerah pemukiman padat yang berkembang cepat, sebagian besar di lereng-lereng bukit. Ironisnya, pembangunan hunian di kawasan ini kerap dilakukan tanpa kajian geoteknik dan mitigasi risiko bencana yang memadai.
Menurut catatan BPBD, wilayah tersebut telah diklasifikasikan sebagai zona rawan longsor sejak beberapa tahun lalu. Namun, tak ada pembatasan pembangunan atau relokasi warga secara tegas dari pemerintah.
“Ini harus jadi alarm. Perlu ada penataan ulang kawasan rawan bencana. Kalau tidak, kejadian seperti ini bisa terus terulang,” tegas Suwarso.
Tragedi ini memicu keprihatinan dari sejumlah pihak. Pengamat tata kota dan kebencanaan, serta warga setempat, mulai menyerukan agar pemerintah kota bertindak lebih tegas dalam menata ulang permukiman-permukiman yang berada di zona merah rawan longsor.
Langkah jangka pendek seperti sistem peringatan dini, penguatan lereng, serta audit bangunan yang berdiri di area rawan bencana dinilai mendesak. Namun dalam jangka panjang, diperlukan strategi relokasi berbasis data risiko agar tak ada lagi korban jiwa di masa mendatang.
(Redaksi)