IDENESIA.CO - Bait awal puisi berjudul Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu karya aktivis buruh cum penyair, Wiji Thukul.
Apa guna punya ilmu tinggi
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Wiji yang lahir pada 26 Agustus 1963 di Kampung Sorogenen, Solo, tumbuh dewasa dan sempat bekerja sebagai buruh di samping menulis dan mendeklamasikan puisi-puisinya.
Wiji adalah satu dari 13 orang hilang pada 1997-1998 menjelang tumbangnya rezim Orde Baru. Kiprah Wiji Thukul ,yang tak diketahui rimbanya hingga kini sejak dikabarkan diculik Tim Mawar, difilmkan dengan judul 'Istirahatlah Kata-kata'.
Film karya sutradara Yosep Anggi Noen yang diproduksi pada 2017 itu bakal ditayangkan TVRI sebagai bagian dari program Belajar dari Rumah (BdR) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada malam ini.
Berdasarkan jadwal program BdR dikutip dari situs resmi Kemendikbud, film Istirahatlah Kata-kata bakal tayang malam ini, Selasa (16/6) pukul 21.30 sampai 23.30 WIB.
Sebagai buruh, Wiji bukan hanya bekerja tetapi juga berjuang untuk kesejahteraan rekan-rekannya sesama kelas pekerja.
Itu pula yang akhirnya membuat puisi-puisi buah karya Wiji Thukul penuh satire mengkritik rezim penguasa yang membungkam dan membuat rakyat menderita.
Kata-kata puitisnya kerap menjadi penyemangat para aktivis ketika memperjuangkan kebenaran sejak perlawanan atas rezim Orde Baru yang tumbang pada 1998 silam setelah sekitar 32 tahun berkuasa.
Salah satunya pada puisi berjudul Peringatan yang nukilannya berikut ini:
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Perjuangannya sebagai aktivis itulah yang kemudian membuat Widji menjadi 'musuh rezim Orde Baru'.
Namanya identik dengan simbol perlawanan akar rumput terhadap penguasa Orde Baru, Soeharto, terutama lewat puisi dan syair-syairnya di banyak surat kabar dan mimbar-mimbar bebas.