
IDENESIA.CO – Setelah menutup masa jabatannya sebagai Presiden RI pada 2014, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menemukan kebebasan baru melalui dunia seni. Bagi SBY, melukis bukan sekadar hobi, melainkan medium untuk mengekspresikan gagasan, perasaan, dan pandangan hidup tanpa dibatasi protokoler kepresidenan.
“Saya lebih merdeka sekarang berbicara karena tidak lagi diikat oleh protokoler tatanan yang kadang-kadang membikin seseorang terbelenggu,” ungkap SBY dalam sebuah kesempatan berbicara di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Rutinitas sebagai seniman, kata SBY, memungkinkannya membuka dialog lebih natural dengan publik.
“I am free now as an artist, sebagai seniman. Sehingga Pak Rektor saya tidak akan menyampaikan orasi ini secara terlalu akademis. Biarkan ini sebuah conversation, biar mengalir begitu saja yang penting ada dialog antara kita,” tambahnya.
Sejak pensiun dari kursi presiden, SBY diketahui cukup aktif melukis dan telah menggelar sejumlah pameran seni rupa.
Aktivitas ini memberinya sarana menyalurkan ide dan pengalaman yang selama masa kepresidenan mungkin sulit diungkapkan secara bebas, termasuk refleksi atas dinamika global, diplomasi, dan tantangan negara menghadapi konflik internasional.
Dalam beberapa kesempatan, SBY juga menyentuh tema serius seperti ancaman Perang Dunia III dan cara mencegahnya. Meski kini lebih banyak menekuni seni, ia tetap menyadari pentingnya membangun dialog dan pemahaman internasional agar konflik berskala global tidak terjadi.
“Seni memberi saya perspektif berbeda, bukan hanya tentang estetika, tetapi juga kemanusiaan dan perdamaian,” ujarnya.
Penghargaan 10 Nopember ITS
Baru-baru ini, ITS memberikan penghargaan 10 Nopember kepada SBY sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi besarnya bagi bangsa dan negara. Penghargaan ini merupakan tradisi ITS yang sebelumnya telah diberikan kepada tokoh-tokoh nasional seperti BJ Habibie, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Emil Salim, dan Presiden RI Prabowo Subianto.
Dalam sambutannya, ITS menekankan bahwa penghargaan ini bukan hanya terkait kiprah politik, tetapi juga peran SBY dalam mendorong pemikiran kritis, kepemimpinan, serta kontribusi sosial dan budaya melalui berbagai bidang, termasuk seni.
SBY menegaskan bahwa penghargaan tersebut menjadi dorongan untuk terus berbagi gagasan melalui media seni, sekaligus membuka ruang dialog lintas generasi.
“Penghargaan ini memberi motivasi untuk tetap berbicara, tetap memberi inspirasi, meski saya tidak lagi berada di kursi pemerintahan,” jelasnya.
SBY Beberkan Potensi Perang Dunia ke-III
Mulanya, SBY mengatakan saat ini kondisi geopolitik secara global sedang tidak baik-baik saja. Hal ini berpotensi munculnya ancaman Perang Dunia III.
“Saya harus mengatakan, jujur keadaan dunia sekarang ini dalam keadaan tidak baik, berbahaya. Kita lihat sekarang ini geopolitik memanas,” kata SBY di Surabaya pada Selasa (11/11/2025).
Di saat ancaman Perang Dunia III muncul, semua negara akan mengutamakan kepentingan nasional. Tidak menutup kemungkinan persoalan hubungan politik di negara maju akan berdampak.
“Dengan nasionalisme yang ekstrem, dengan tindakan yang sepihak terutama negara-negara yang besar, negara-negara yang mempunyai veto power. Terjadi kemunduran kerja sama global baik multilateral ataupun regional,” imbuhnya.
Misalnya, rivalitas antara Amerika Serikat, China, dan Rusia. Apabila negara maju-maju tersebut saling bersitegang, tidak hanya berdampak pada negara tersebut, tetapi kondisi global
. Menurut SBY, bila pada Perang Dunia II ledakan muncul dari bom Hiroshima dan Nagasaki, maka ledakan lebih besar berpotensi mengancam seluruh bumi.
“Akibatnya perang terjadi, makin sering terjadi, perlombaan persenjataan. Dulu Perang Dunia Kedua hanya dua bom di Hiroshima dan Nagasaki. Sekarang thousands of Hulu Ledak. Bagaimana nasib bumi kita?” terangnya.
Oleh sebab itu, kerja sama antarnegara harus diutamakan dan egoisme negara maju harus dikesampingkan.
Jika tidak, Perang Dunia III menunggu di depan mata.
“This one has to stop. Kalau tidak dihentikan, pertama sangat mungkin terjadi peperangan yang lebih besar. World War III sangat mungkin terjadi, sangat mungkin,” tegas tokoh asal Pacitan tersebut.
SBY menegaskan, peringatan ini ia pahami karena latar belakangnya seorang jenderal yang mengerti tentang hubungan internasional.
“Saya jenderal, saya mengerti geopolitik, saya mengerti hubungan internasional, saya mengerti peace and security (perdamaian dan keamanan). Anytime good happen (kapan pun akan terjadi),” lanjut SBY.
Meski begitu, SBY menjelaskan acaman tersebut bisa luntur bila bergantung pada kemauan dan kebijakan yang diambil para pemimpin dunia saat ini.
“Tetapi saya termasuk barisan yang (yakin) perang dunia ke-III yang sangat menakutkan bisa dicegah. Can be prevented, can be avoided. If there is a will that is a way. Tergantung para pemimpin dunia sekarang ini,” pungkasnya.
(Redaksi)