Menurut WHO, para kasus suspek memiliki gejala infeksi seperti demam, kelelahan, muntah darah, hingga diare. Temuan di negara tersebut terjadi pada orang-orang yang mengikuti sebuah upacara pemakaman di Distrik Nsok-Nsomo, Provinsi Kie-Ntem.
Kasus virus Marburg di Guinea Ekuator itu adalah kesekian kalinya di benua Afrika.
Pada 2021, wabah ini sempat muncul di Guinea lalu dengan satu kasus, kemudian muncul di Ghana dengan empat kasus pada 2022, dan kini Guinea Ekuator dengan satu kasus.
Virus Marburg merupakan virus yang menyebabkan demam berdarah bagi primata. Virus ini terbilang berbahaya dan bisa menular dari paparan kelelawar buah, cairan tubuh melalui seks tanpa pengaman, atau pun luka.
Virus ini pertama kali diidentifikasi pada 1967 di Marburg, Jerman. Kala itu, sejumlah kasus infeksi terjadi di Marburg, Frankfurt, dan ibu kota Yugoslavia, Belgrade.
Setelah di Jerman, kasus Marburg pertama kali muncul di Afrika pada 1975 tepatnya di Afrika Selatan, kemudian di Kenya pada 1980 dan 1987; lalu di Uni Soviet pada 1988; kemudian di Kongo pada 1998-2000; Angola pada 2004-2005; Uganda pada 2007-2008; Belanda pada 2008; Uganda pada 2012 2014, dan 2017; serta Guinea pada 2021.
(Redaksi)