Minggu, 6 Oktober 2024

Asal-usul dan Sejarah

Amina Wadud, Lady Imam Yang Menghabiskan Masa Tuanya di Indonesia

Sabtu, 3 Desember 2022 16:58

IMAM - Amina Wadud Yang Menjadi Imam Wanita dan Laki-Laki Saat menjalankan ibadah Salat. / Foto: Reuters

IDENESIA.CO - Seorang warga keturunan Amerika - Afrika, Amina Wadud menjadi wanita pertama yang memimpin solat jumat di Amerika dan di Inggris pada 2005 dan 2008. Namanya dikenal dunia dengan "Lady Imam". 

Amina Wadud nama lengkapnya Amina Wadud Muhsin. Lahir pada tanggal 25 September 1952 M. Bethesda, Maryland, Amerika. Nama kedua orang tuanya tidak diketahui, namun salah satu litelatur menyebutkan bahwa ayahnya adalah seorang pendeta yang taat. Ia merupakan warga Amerika keturunan Afrika-Amerika (kulit hitam). Amina Wadud menjadi seorang muslim kira-kira pada akhir tahun 1970-an.

Meski demikian, sebelum masuk Islam, amina memeluk dan mempraktikan agama Buddha.

"Bapak saya membesarkan saya dengan kasih sayang," kata amina kepada saya dan jurnalis BBC di Beirut, Lebanon, yang bergabung dalam sesi wawancara melalui sambungan online.


"Jadi saya tidak pernah memiliki pengalaman buruk yang membuat saya merasa perlu mencari alternatif [agama] lain. Tapi saya memang memiliki ketertarikan kuat terhadap keragaman agama," lanjut amina.

Saat usianya menginjak 19, di tahun kedua perkuliahan, pada 1972, amina mengucap dua kalimat syahadat di sebuah masjid tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya di Washington, D.C.

Pergerakan hak warga sipil keturunan Afrika di Amerika kental mewarnai latar belakang kehidupan amina kala itu.

"Di dalam komunitas warga Amerika keturunan Afrika, terdapat pemahaman Islam sebagai alternatif dari model agama Kristen, yang ada saat itu yang instrumental dalam perbudakan warga keturunan Afrika," kata amina.

Amina wadud meraih gelar doktor dari University of Michigan, Amerika Serikat untuk studi Arab dan Islam. Ia juga mengenyam pendidikan bahasa Arab di American University di Kairo, Mesir, serta Studi Quran dan Tafsir di Universitas Al-Azhar, Mesir. Ia memulai riset untuk bukunya, Quran and Woman, sebagai bagian dari disertasinya sejak 1980-an.


"Saya mempelajari bahasa Arab sebagai kunci bagi pintu pemahaman [Al-Quran], bukan sebagai pintunya," kata amina.

Sejak diterbitkan 30 tahun lalu, Quran and Woman telah diterjemahkan ke dalam setidaknya tujuh bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

"Yang paling membuat saya khawatir akan tafsir 'tradisional' adalah tafsir tersebut secara eksklusif ditulis oleh para pria. Itu berarti pria dan pengalaman pria dilibatkan [di dalam tafsir], dan wanita serta pengalaman wanita bisa jadi tidak diikutsertakan, atau diintrepertasikan lewat visi, perspektif, dan kehendak pria." Kutipan Amina di bukunya tersebut.

DIketahui saat ini amina menetap di Indonesia tepatnya di Yogyakarta. Walaupun,  telah pensiun 16 tahun lalu, amina kini mengajar sebagai profesor tamu di beberapa universitas di Indonesia, termasuk Universitas Gajah Mada dan Universitas Islam Negeri-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

"Saya cinta Indonesia, ini negara favorit saya," kata amina.

"Saya merasa lekat secara emosional terkait perkembangan saya sebagai seorang wanita Muslim selama saya tinggal di Asia Tenggara. Lucunya, ketika saya melakukan tes DNA, saya pikir mungkin saya punya darah Asia. [Ternyata] tidak sama sekali!" tutur amina.

Pemikiran Aminda Wadud 

Latar belakang dari pemikiran Amina Wadud mengeluarkan metode tafsir berawal dari asumsinya bahwa menurutnya tidak adanya metode dan kategori tafsir yang benar-benar objektif dalam melakukan penafsiran terhadap al-Qur’an. Pada dasarnya pemikiran Amina Wadud dalam menafsirkan al-Qur’an banyak dipengaruhi oleh pemikiran “Neo-Modernisme” Fazlur Rahman, terutama dengan corak penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh Amina Wadud (metode penafsiran holistic) yang menekankan telaah aspek normative dari ajaran al-Qur’an.

Mengenai metode tafsir holistik baik Amina Wadud maupun Fazlur Rahman (salah satu pengguna metode penafsiran holistic) tidak memberikan definisi secara eksplisit, namun secara umum ini merupakan metode hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur’an.

Dengan cara ini Amina Wadud menitik beratkan pemahaman pada susunan bahasa al-Qur’an yang bermakna ganda. Tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan maksud teks disertai “prior teks” (persepsi, keadaan, latar belakang) orang yang menginterpretasikan al-Qur’an.

Amina Wadud menggunakan prinsip umum al-Qur’an dalam rangka mengkontekstualisasikan al-Qur’an dengan problem yang dihadapi (contoh problem gender) dengan cara memahami al-Qur’an dengan satu kesatuan. Urgensi memahami al-Qur’an dengan satu kesatuan, dikarenakan al-Qur’an bukanlah kumpulan tulisan memiliki hubungan antar bab dan sub bab yang jelas. Sebaliknya al-Qur’an diwahyukan dengan tuntunan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Ia berharap dengan metode holistic akan diperoleh interpretasi al-Qur’an yang mempunyai makna dan kandungan selaras dengan konteks kehidupan modern. Amina Wadud menandaskan bahwa kandungan dan prinsip umum yang menjadi dasar al-Qur’an tetap bersifat abadi, karena prinsip tersebut tidak terbatas pada situasi historis saat al-Quran diwahyukan.

Asal Usul Manusia dan Kesetaraan Gender

Bahasan mengenai asal usul manusia dan kesetaraan gender, Amina Wadud merujuk pada firman Allah swt. dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 1.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا…الأية

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya.”

Dan al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Menurut Amina Wadud yang perlu dikritik ulang adalah kata nafs wahidah dan zauj. Menurutya kedua ayat tersebut menjelaskan tentang kisah asal usul manusia versi al-Qur’an, tanpa kejelasan tentang Adam dan Hawa. Namun ayat tersebut dipahami sebagai penciptaan Adam dan Hawa.

Dari akar katanya nafs adalah muannas, akan tetapi kenapa ditafsirkan sebagai lelaki (Adam). Menurut Amina Wadud nafs menunjukan bahwa seluruh manusia itu berasal dari asal yang sama.

Kata zauj sendiri sifatnya netral karena secara konseptual kebahasaan juga tidak menunjukkan bentuk muannas atau muzakkar. Kata zauj yang bentuk jamaknya azwaj ini sering digunakan untuk menyebut tanaman (QS. ar-Rahman, 52) dan hewan (QS. Hud, 40). Mengapa para mufassir tradisional menafsirkan zauj dengan makna istri, yakni Hawa? Amina Wadud tidak sependapat dengan penafsiran tersebut.

Aminan Wadud, seorang tokoh feminis perempua Islam yang memberikan penafsiran yang lebih jelas.Metode penafsirannya yang ditawarkan relative baik untuk diterapkan dalam rangka mengembangkan wacana tafsir yang sensitif gender. Akan tetapi, hal ini bukanlah hal yang baru, karena sudah diawali oleh Fazlur Rahman.


Dalam pon yang dapat diambil dari pemikirannya Amina Wadud adalah adanya upaya untuk membongkar pemikiran lama dan mitos-mitos lama yang disebabkan oleh penafsiran yang bias patriarki. (Redaksi) 

Tag berita:
IDEhabitat