Rabu, 1 Januari 2025

"Brain Rot" Konsumsi Konten Receh Berlebihan: Buat Penurunan Fungsi Otak

Minggu, 29 Desember 2024 18:11

Ilustrasi otak . FOTO/iStockphoto

IDENESIA.CO - Istilah Brain Rot kini menjadi sorotan setelah terpilih sebagai Oxford Word of the Year 2024. Ini merupakan fenomena kekhawatiran akan dampak negatif konsumsi berlebihan konten online yang dianggap tidak menantang, tidak bermanfaat terutama di kalangan generasi muda seperti Gen Z atau Gen Alpha

Brainrot atau “pembusukan otak” adalah istilah yang menggambarkan suatu kegemaran yang berlebihan atau obsesi terhadap konten digital hingga menyebabkan “pembusukan” otak.

Sebenarnya, konsep ini  sudah ada sejak abad ke-19. Filsuf Amerika Henry David Thoreau pertama kali menggunakan istilah ini dalam bukunya Walden (1854) untuk mengkritik kecenderungan masyarakat yang lebih memilih hiburan kosong daripada kegiatan yang memperkaya pengetahuan.

Secara khusus, brain rot mengarah pada penurunan kemampuan otak dalam hal konsentrasi, daya ingat, serta kualitas pemikiran dan analisis. Gejala-gejalanya meliputi kesulitan fokus, penurunan kemampuan berpikir kritis, dan perasaan kurang puas terhadap kehidupan. Fenomena ini terutama terjadi akibat kebiasaan mengonsumsi media sosial secara kompulsif, menonton video secara berlebihan, dan terus-menerus memeriksa berita yang tidak relevan.

Penyebab utama brain rot adalah konsumsi media digital yang berlebihan, ditambah dengan stres dan pola pikir negatif. Efek dari kondisi ini sangat nyata, memengaruhi produktivitas, hubungan sosial, dan kesejahteraan emosional. Fenomena ini semakin relevan di era digital, di mana tantangan untuk mengelola informasi sangat besar.

Tanggapan Pakar Medsos dari Umsida 

Nur Maghfirah Aesthetika MMedKom, seorang pakar media sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengatakan bahwa generasi yang paling banyak terjerat di fenomena brainrot ini adalah gen Z.

Menurut dosen yang akrab disapa Fira itu, generasi Z dan generasi selanjutnya adalah generasi yang didampingi oleh teknologi sejak lahir. Oleh karena itu, mereka tidak bisa dipisahkan dengan kemajuan teknologi.

“Kalau generasi milenial masih cenderung minim sekali menggunakan teknologi, saat itu media sosial juga belum ada. Hal ini berbeda dengan gen Z yang sejak lahir sudah dimanjakan dengan kehadiran teknologi,” ujar dosen Program Studi Ilmu Komunikasi itu.

Sehingga, imbuhnya, kebiasaan sehari-hari sudah bergantung pada gadget, dan mereka tidak mengenal hal lain seperti yang dirasakan generasi sebelumnya. 

Halaman 
Tag berita:
IDEhabitat