Namun, rencana tersebut menimbulkan kontroversi lantaran kelompok-kelompok dan beberapa negara yang bersangkutan mengkritiknya sebagai tindakan terburu-buru, dan merasa kurangnya konsultasi oleh pihak Belanda menunjukkan sikap yang masih kolonial.Ada juga yang menuntut ganti rugi atas kejahatan Belanda pada masa lalu itu.
PM Belanda Mark Rutte dalam pidatonya pada Senin (19/12/2022) mengemukakan, memilih momen yang tepat adalah masalah rumit. "Tidak ada satu waktu yang tepat untuk semua orang, tidak satu kata yang tepat untuk semua orang, tidak satu tempat yang tepat untuk semua orang," ucap pria berusia 55 tahun itu.
Diketahui, permintaan maaf Belanda sudah beredar selama bertahun-tahun, tetapi langkah konkretnya baru diambil tahun lalu. Laporan setebal 272 halaman oleh sebuah komisi merekomendasikan agar Belanda mengakui perbudakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan meminta maaf. Para kritikus mengatakan, tanggal pengumuman Rutte pada Senin (19/12/2022) adalah sewenang-wenang, tetapi stasiun tv nasional NOS melaporkan bahwa alasan pemerintah pragmatis termasuk tersedianya para menteri.
Badan Riset I&O dalam surveinya menemukan, di antara 1.457 responden Belanda dari semua latar belakang, hanya sekitar 40 persen yang mendukung permintaan maaf.
(Redaksi)