"Bahkan banyak kok perempuan yang memutuskan (punya anak) satu saja. Bukan karena mereka nggak mau punya anak lagi, tetapi mereka tahu (mempunyai anak) sangat menantang ke depannya," sambungnya.
Pandangan menurut Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono menyebut 'resesi seks' bakal berujung pada krisis keluarga. Ini dipastikan berdampak pada banyak hal salah satunya yakni ekonomi, dari semula perputaran ekonomi di hal-hal terkait kebutuhan anak dan keluarga berjalan sebagaimana mestinya, menjadi 'mandet' akibat banyak orang yang tidak memiliki anak. Misalnya, tidak ada lagi kebutuhan popok, susu bayi formula, dan sebagainya.
''Nah kalau katakan 40 persen orang menarik dari situ, itu artinya 40 persen kegiatan ekonomi dalam sektor itu akan berkurang, kemudian juga orang cenderung ya mendingan kost mendingan tinggal di apartemen, tidak punya investasi rumah, dan lagian kalau dia sudah tua meninggal itu buat apa, itu akibatnya dalam beberapa hal ekonomi terganggu di situ,'' jelas dia.
Selain ekonomi, tentu berdampak pada aspek sosial. Akibat tidak berkeluarga, struktur sosial di masyarakat terganggu. Minimnya rasa peduli antarsesama lantaran masing-masing sibuk dengan pencapaian dan urusan pengembangan diri sendiri.
Sementara pada aspek psikologis, beban hidup pada wanita maupun laki-laki otonom bakal lebih tinggi karena tidak terbiasa berbagi masalah dengan orang lain.
''Ketika dia nggak mau berkeluarga, dia urus hidup dia diri sendiri dengan hidup di luar juga dia jadi acuh tak acuh nah itu masalah sosial juga akan muncul,'' tegasnya.
(Redaksi)