IDENESIA.CO - Negara pecahan Uni Soviet, Tajikistan menerapkan larangan pemakaian hijab yang disahkan oleh majelis tinggi parlemen setempat, Majlisi Milli, Kamis pekan lalu.
Padahal lebih dari 90 persen penduduk negara pecahan Uni Soviet ini adalah pemeluk Islam.
Pemerintah menyebut, tujuan larangan hijab untuk melindungi nilai budaya lokal dan mencegah ekstremisme.
UU pelarangan yang dinamakan larangan pakaian asing, melarang pemakaian hijab, atau penutup kepala lainnya. Tidak ada penjelasan hijab seperti apa yang dilarang oleh pemerintah setempat.
Pemerintah Tajikistan mewajibkan perempuan setempat memakai pakaian nasional, demikian dikutip dari Euronews. Hijab dikategorikan pakaian asing.
Jika melanggar, maka denda siap dijatuhkan. Warga biasa akan dijatuhi denda sebesar 7.920 somoni atau setara Rp 12 juta.
Sedangkan denda bagi pejabat pemerintah mencapai 54 ribu Somoni atau Rp 82 juta. Yang paling tinggi adalah denda bagi pemuka agama sebesar 57.600 somoni atau Rp 87 juta.
Pada bulan ini pula, Pemerintah Tajikistan melarang tradisi Idul Adha lokal yang disebut Iydgardak. Tradisi itu adalah anak-anak datang dari rumah ke rumah meminta uang hari raya.
Larangan Presiden
Meski mayoritas penduduknya muslim, Presiden Tajikistan Emomali Rahmon menjalankan pemerintahan sekuler.
Dia menjadi pemimpin Tajikistan selama tiga dekade semenjak negara ini pecah dari Uni Soviet.
Selama berdekade memerintah, Rahmon memerintah dengan tangan besi. Pada 2016 dia mengamandemen konstitusi yang menghapus periode masa jabatan presiden dan melarang partai politik berdasarkan agama.
(Redaksi)