IDENESIA.CO - Nazi menggunakan segala cara untuk membantai Yahudi.
Sampai-sampai mereka membuat Alkitab Anti-Semit dan Yesus Ras Arya.
Apalagi kalau bukan dijadikan senjata propaganda basmi Yahudi.
Alkitab tersebut digunakan sebagai propaganda untuk mengubah kisah Yesus sebagai anti-Semit.
Mereka menulis ulang kembali Alkitab versi mereka.
Bahkan Nazi mendirikan lembaga demi propaganda.
Lembaga itu adalah Institute of the Study and Elimination of Jewish Influence on German Church Life, yang beroperasi dari 1939 hingga 1945.
Lembaga itu berbasis di Eisenach (sekitar 200 kilometer di timur laut Frankfurt) dengan partisipasi dari 11 gereja Protestan Jerman.
Orang dibalik pendirian lembaga ini adalah Walter Grundmann, seorang teolog Kristen anti-semit, agar mewujudkan cita-cita Nazi.
Dikutip nationalgeographic.grid.id, kekristenan lahir dari Timur Tengah. Semula, ajaran ini dibawa oleh Yesus yang secara etnis termasuk Yahudi seperti penduduk sekitarnya.
Perkembangannya di Eropa dianut oleh siapa saja, termasuk kalangan fasis seperti Nazi.
Meski demikian, walau Yesus adalah sosok yang membawa Kristen adalah orang Yahudi (rumpun Semit), Nazi justru sangatlah anti-semit.
Sampai-sampai pembantaian seperti Holocaust terjadi, dimana orang Yahudi adalah korbannya.
Bagaimana bisa dengan sangat yakin mereka bisa membantai etnis yang menjadi latar belakang Yesus itu sendiri?
Rupanya demi kepentingan politik, ekonomi, dan sosial di abad ke-20, Nazi menggunakan pandangan spiritual dan praktik filosofi yang berbeda dari seharusnya.
Ketika orang Yahudi dijadikan kambinghitamkan dan diburu, kelompok Reich Ketiga bersama para teolog berupaya untuk mengubah kisah Yesus sebagai propaganda anti-Semit.
Nazi bahkan mendirikan lembaga demi propaganda ini, termasuk menulis ulang kembali Alkitab versi mereka.
Lembaga itu adalah Institute of the Study and Elimination of Jewish Influence on German Church Life, yang beroperasi dari 1939 hingga 1945.
Lembaga itu berbasis di Eisenach (sekitar 200 kilometer di timur laut Frankfurt) dengan partisipasi dari 11 gereja Protestan Jerman.
Orang dibalik pendirian lembaga ini adalah Walter Grundmann, seorang teolog Kristen anti-semit, agar mewujudkan cita-cita Nazi.
Birgit Gregor, dalam artikel Zum protestantischen Antisemitismus.
Evangelische Kirchen und Theologen in der Zeit des Nationalsozialismus, mengungkap cita-cita lembaga itu berdasarkan salah satu catatan seorang direktur, Georg Bertram.
Tujuan lembaga itu adalah "bela diri melawan semua orang Yahudi dan Yahudi terselubung, yang telah mengalir ke budaya Barat selama berabad-abad," tulisnya dalam publikasi di Jahrbuch 1998/99 zur Geschichte und Wirkung des Holocaust, terbitan Fritz Bauer Institute.
Menurut Bertram, institut itu didedikasikan tidak hanya untuk kajian dan pemberantasan pengaruh Yahudi di Jerman.
Melainkan juga memiliki "tugas positif untuk memahami keberadaan Kristen Jerman sendiri dan mengorganisasi kehidupan Jerman yang saleh berdasarkan pengetahuan ini."
Teolog Dartmouth College, Susannah Heschel dalam bukunya The Aryan Jesus: Christian Theologians and the Bible in Nazi Germany juga menyampaikan cita-cita teologis Nazi untuk menghapus orang Yahudi.
Pertama, pembuatan lembaga adalah mekanisme untuk melegalkan ajaran pembasmian Yahudi seperti holocaust. Kisah yang ada pada agama Kristen, diubah oleh institut
Dalam mekanismenya adalah dengan membentuk Institute of the Study and Elimination of Jewish Influence on German Church Life yang mengajarkan pembasmian Yahudi.
Kemudian mereka menampilkan kisah-kisah Kristen dengan mengubah Yesus sebagai sosok anti-Semit paling agung di dunia.
Lukisan ini dibuat oleh John Heartfield pada 1934 untuk menggambarkan bagaimana Kristen dikungkung oleh paham fasis Nazi.John Heartfield, 1934
Lukisan ini dibuat oleh John Heartfield pada 1934 untuk menggambarkan bagaimana Kristen dikungkung oleh paham fasis Nazi.
"Yesus harus dikuras dari keyahudian jika perang Jerman melawan orang Yahudi ingin berhasil," tulis Heschel.
Logika yang dipakai untuk menghancurkan bangsa Yahudi menciptakan kisah yang sangat aneh, menurutnya.
Bahkan menyasar jauh dengan menapilkan Yesus sebagai sosok anti-Yahudi yang justru merombaknya seperti pengikut agama India yang menetang Yudaisme.
Para teolog Nazi, seperti Bertram, mengisahkan bahwa Galilea dihuni oleh orang Asyur, Iran, atau India yang banyak dipaksa untuk pindah ke Yudaisme oleh orang-orang Yahudi.
Yesus, menurut mereka, sebenarnya berasal dari etnis Arya yang bersembunyi, yang kemudian keberadaannya bagi orang Yahudi ditentang dan harus dibunuh.
Maka, Perjanjian Baru diproduksi oleh institut itu dengan revisian yang menyeluruh, dan menghilangkan Perjanjian Lama.
Revisi versi Nazi menampilkan silsilah Yesus yang baru, untuk menghilangkan asal-usul keluarga Yahudi-nya.
Nama dan tempat berunsur Yahudi juga dihapus, sementara referensi Perjanjian Lama diubah untuk menggambarkan orang Yahudi secara negatif.
Sosok Yesus pun dijadikan sebagai pahlawan Arya yang memerangi orang Yahudi, seolah apa yang Nazi lakukan memang menafsirkan apa yang dilakukan Yesus.
"Institut [teolog] itu mengalihkan pandangan Kristen dari kemanusiaan Tuhan menjadi keilahian manusia: Hitler sebagai individu Kristus, Volk Jerman sebagai pengikut Kristus secara kolektif, dan Kristus sebagai lawan mematikan Yudaisme," jelas Heschel. (redaksi)