IDENESIA.CO - Dalam kepercayaan agama Hindu, manusia dari lahir sampai kematian menjemput memiliki upacara peringatan telah berakhirnya ataupun dimulainya suatu tahapan dalam hidup. Ada salah satu upacara yang akan dibahas yakni Upacara Manusa Yadnya atay metatah atau potong gigi.
Salah satu bagian dari upacara Manusa Yadnya tersebut adalah Metatah atau Mepandes atau Mesangih. Metatah adalah suatu prosesi keagamaan yang dilaksanakan sebagai penanda peralihan ke suatu tahapan kehidupan yang lebih berbahaya.
Upacara ini disebut sebagai Manusa Yadnya, atau korban suci yang tulus ikhlas untuk menyucikan kehidupan manusia.
Metatah berasal dari kata "tatah" yang berarti pahat. Secara umum, upacara Metatah dikenal dengan upacara potong gigi.
Namun nyatanya, Metatah memiliki makna penting bagi umat Hindu. Upacara ini wajib untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu untuk menghilangkan unsur-unsur jahat dalam tubuh.
Keenam rasa ini memiliki maknanya masing-masing, yakni rasa pahit dan asam melambangkan ketabahan untuk menghadapi kehidupan yang keras, rasa pedas melambangkan kemarahan yang harus dikendalikan. Lalu rasa sepat melambangkan ketaatan terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku, rasa asin melambangkan kebijaksanaan, dan rasa manis melambangkan kebahagiaan.
Bagi umat Hindu, upacara metatah memiliki makna yang dalam bagi kehidupan. Makna tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Menandai beralihnya manusia menjadi manusia sejati yang dapat mengendalikan diri dari godaan nafsu.
2. Memenuhi kewajiban orang tua terhadap anaknya agar menemukan hakekat manusia yang sejati.
3. Agar orang tua dan anak dapat bertemu kembali di surga setelah meninggal.
Tujuan Menikah
Umat Hindu meyakini setiap kelahiran manusia membawa sifat-sifat keraksasaan yang seiring dengan berjalannya waktu akan menampakkan dirinya dan sulit untuk dikendalikan. Khususnya bagi manusia yang sedang beranjak dewasa, sifat-sifat ini akan mulai terlihat dan tidak bisa dihilangkan. Namun diharapkan untuk dapat dikendalikan dan diubah menjadi sifat-sifat kebaikan.
Sifat-sifat keraksasaan ini merupakan musuh yang ada pada tiap diri manusia, yang disebut dengan Sad Ripu yang artinya enam musuh. Musuh tersebut terdiri dari kama (hawa nafsu), loba (tamak), mada (kemabukan), moha (kebingungan), krodha (kemarahan) dan matsarya (iri hati).
Untuk mengendalikan musuh-musuh ini, umat Hindu melaksanakan upacara Metatah sebagai simbol untuk membersihkan diri. Enam gigi yang dikikir dalam upacara ini pun melambangkan enam musuh yang harus dikendalikan dan dikurangi.
Mengapa demikian? karena sifat-sifat dalam Sad Ripu hanya akan membawa manusia ke dalam jurang kehancuran. Sehingga, harus dikendalikan agar manusia tidak terjerumus ke lembah kekotoran dan neraka.
Sarana Metatah
Untuk melaksanakan upacara metatah, ada banyak hal yang harus disiapkan sebagai keperluan seluruh prosesi upacara. Sarana-sarana upakara metatah yang dilakukan:
1. Sesajen
2. Bale-bale lengkap dengan dipan yang baru dibuat (sukla) disertai dengan bantal, kasur, seprai atau tikar yang berisi gambar Sang Hyang Semara dan Sang Hyang Ratih
3. Kelapa kuning yang dilubangi dan airnya dibuang yang nantinya digunakan untuk membuang air liur peserta metatah
4. Sebuah bokor yang berisi perlengkapan untuk mengikir gigi seperti cermin, pahat, dan daun sirih
5. Beberapa potong kain putih kuning yang digunakan untuk menutupi badan peserta metatah saat potong gigi berlangsung.
Tahapan Metatah
1. Magumi Padangan
Magumi Pandangan adalah tahapan pertama metatah yang dilaksanakan dengan memohon air suci di dapur untuk membersihkan diri secara sekala dan niskala. Upacara ini memiliki makna bahwa orang yang sudah dewasa (peserta metatah) sudah siap berumah tangga dan bertanggung jawab atas keluarganya.
2. Ngekeb
Upacara ngekeb dilaksanakan di meten atau gedong atau menjalani pingitan di tempat tidur yang memiliki makna bahwa peserta metatah harus berjanji untuk mengendalikan sad ripu dalam dirinya.
Sad ripu sendiri bermakna enam musuh dalam diri manusia, yang terdiri dari: Kama (hawa nafsu),Lobha (rakus), Krodha (marah), Mada (mabuk), Matsarya (iri hati), dan Moha (bingung).
3. Mabyakala
Mabyakala adalah upacara yang dilakukan di halaman depan rumah dengan tujuan untuk membersihkan diri dari roh-roh jahat yang berasal dari luar diri manusia.
4. Sembahyang ke Merajan
Selanjutnya, peserta akan diarahkan ke merajan masing-masing untuk bersembahyang. Prosesi ini memiliki beberapa arti yakni memohon kepada leluhur untuk metatah, sebagai wujud bakti kepada Sang Hyang Uma, mempersembahkan caru dengan tujuan untuk menghapus sifat-sifat buruk, dan memohon kesejahteraan serta kebahagiaan.
5. Nrgajah/Ngendag
Setelah itu, peserta kembali ke tempat metatah untuk melakukan prosesi ngendag atau ngrajah. Dipimpin oleh sangging atau orang yang mengasah gigi, peserta secara simbolis merajah alis, gigi, bahu kanan, bahu kiri, dan dada menggunakan cincin permata mirah atau tangkai daun sirih yang diolesi madu.
Kemudian, dipercikkan tirtha pemandes untuk memohon keselamatan. Maknanya adalah untuk menyatukan bhuana agung dan bhuana alit, serta menolak bala yang dapat mengganggu kehidupan manusia.
6. Upacara Metatah/Mepandes
Mependes dilakukan upacara potong gigi dimana orang yang diupacarai tidur terlentang dengan posisi tangan amustikarana, ditutup dengan kain putih kuning. Kemudian dilakukanlah prosesi potong gigi oleh sangging.
7. Mandi
Setelah upacara potong gigi selesai, peserta metatah membersihkan diri (mandi) di sungai sambil mengiringi sekah ngening. Tujuannya adalah untuk melebur sifat-sifat buruk yang melekat pada diri manusia.
8. Mejaya-jaya
Upacara metatah belum lengkap atau selesai jika belum dilaksanakan upacara mejaya-jaya. Mejaya-jaya erat hubungannya dengan memohon doa restu kepada Ida Sang Hyang Widhi agar kegiatan yang telah dilaksanakan tidak menjadi sia-sia
Terkahir, mejaya-jaya bermakna agar orang yang metatah selalu dilindungi dalam kehidupannya, kemudia peserta metatah sembahyang ke pura-pura yang menjadi tempat pujaannya.
perlu digarisbawahi, upacara Metatah menurut Hindu, biasanya rangkaian ini disesuaikan dengan desa (tempat), kala (waktu), dan patra (keadaan) masing-masing.
(Redaksi)