IDENESIA.CO - Mengenal tradisi Batu Poaro.
Tradisi Batu Poaro merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Buton secara turun-temurun.
Lalu apa itu tradisi Batu Poaro?
Menurut Kapitalao Matana eyo atau Panglima Bagian Timur Kesultanan Buton La Ode Muhammad Arsal, tradisi Batu Poaro merupakan cara masyarakat Kesultanan Buton untuk mengingat kembali perjuangan Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Fathani yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam pertama di tanah Kesultanan Buton.
Syekh Abdul Wahid juga diketahui merupakan orang pertama yang mengajarkan Lakilaponto atau Sultan Murhum tentang Islam.
Kemudian dijadikannya sebagai murid untuk menyebarkan agama Islam di tanah Buton.
“Sebenarnya kalau kita bicara tentang Batu Poaro ini merupakan situs, simbol dan tradisi yang menggambarkan tentang keberadaan seorang penyiar agama Islam di Buton, Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Fathani,” ujar Arsal dikutip dari Kendariinfo, Rabu (12/10/2022).
Lebih lanjut, Arsal menjelaskan Batu Poaro merupakan batu petilasan Syekh Abdul Wahid sesaat setelah meninggalkan Pulau Buton dengan cara menghilangkan diri.
Kemudian batu petilasan tersebut sebagai bukti karomah Syekh Abdul Wahid yang dipercaya masyarakat Buton yang terletak di wilayah pesisir Kelurahan Wameo, Kecamatan Batu Poaro, persis berada di sisi Masjid Islamic Center La Ode Muhammad Idrus Kaimuddin.
“Ini merupakan batu petilasan tempat terakhir pijakan daripada Syekh Abdul Wahid sebelum meninggalkan Pulau Buton menghilang Samudra laut Buton yang begitu luas,” jelasnya.
Dilansir dari berbagai sumber, Syekh Abdul Wahid mulai datang pertama kali ke Pulau Buton sekitar tahun 936 Hijriah atau 1526 Masehi.
Ia datang dengan tujuan untuk menyiarkan agama Islam di masa kerajaan Buton Rajamulae.
“Beliau dulu berada di Pulau Buton untuk menyiarkan agama Islam sekitar tahun 1526 Masehi,” ujarnya.