IDENESIA.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur Nomor Urut 1, Isran Noor-Hadi Mulyadi, terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur Kalimantan Timur.
Keputusan tersebut disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam Sidang Pengucapan Putusan pada Rabu, 5 Februari 2025. Dalam sidang tersebut, MK memutuskan untuk menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
"Dalam perkara ini, permohonan Pemohon tidak dapat diterima," tegas Suhartoyo didampingi oleh delapan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta.
Salah satu isu utama yang dibahas dalam persidangan ini adalah dugaan kartel politik yang dilontarkan oleh Pemohon. Pemohon menuding adanya upaya pembentukan pasangan calon tunggal dalam Pilgub Kalimantan Timur.
Namun, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa partai politik tetap memiliki hak untuk mengajukan calon kepala daerah. Lebih lanjut, Arief menyebutkan bahwa Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 telah menetapkan batas ambang pengajuan pasangan calon kepala daerah oleh partai politik, yang berkisar antara 6,5 persen hingga 10 persen.
"Putusan tersebut dibuat untuk menghindari dominasi satu partai politik dalam mengusung pasangan calon, yang berpotensi menghadirkan calon tunggal. Dengan adanya keputusan tersebut, kemunculan calon tunggal dapat diminimalisasi," ujar Arief.
Arief juga menambahkan bahwa dalam konteks Pilgub Kalimantan Timur, fakta hukum menunjukkan tidak ada praktik kartel politik sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon. Bahkan, kontestasi Pilgub kali ini diikuti oleh dua pasangan calon, sehingga tidak dapat disimpulkan adanya kartel politik. Oleh karena itu, permohonan dari Pemohon dinilai tidak beralasan menurut hukum.
Selain itu, Arief menegaskan bahwa permohonan Pemohon juga tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 158 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), yang mengatur ambang batas untuk mengajukan permohonan sengketa hasil pemilihan. Dengan selisih 202.606 suara (11,3 persen), Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
Sebagai informasi, dalam persidangan yang berlangsung sebelumnya pada 9 Januari 2025, Pemohon mengajukan empat dugaan pelanggaran yang mempengaruhi hasil Pilgub Kalimantan Timur, yaitu kartel politik, politik uang (money politic), pelibatan aparat dan struktur pemerintahan, serta ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Namun, MK tidak menemukan bukti yang cukup untuk mendukung klaim-klaim tersebut.
Dengan ditolaknya permohonan ini, hasil Pilgub Kalimantan Timur yang menyatakan pasangan calon nomor urut 2 sebagai pemenang tetap sah.
(Redaksi)