Jumat, 22 November 2024

Nikel Kenapa Banyak Diperebutkan ?

Sabtu, 27 Januari 2024 23:12

ilustrasi Nikel

IDENESIA.CO - Jelang Pemilu 2024, Nikel menjadi bahan perbincangan yang tak henti-henti. Tak tanggung-tanggung Nikel saat ini juga disebut sebagai 'harta karun' terbesar di dunia. 

Mengutip Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, Indonesia tercatat memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite).

Jumlah cadangan nikel RI mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel.

"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku nikel dunia," ungkap Booklet Nikel Kementerian ESDM 2020 tersebut, dikutip Senin (31/01/2022).

Menyusul Indonesia, ada Australia dengan cadangan nikel mencapai 15%, lalu Brazil 8%, Rusia 5%, dan gabungan sejumlah negara lainnya seperti Filiphina, China, Kanada, dan lainnya 20%.

Terkait kandungan bijih nikel disebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel mencapai 11,7 miliar ton dan cadangan 4,5 miliar ton, termasuk nikel kadar rendah (limonite nickel) dan nikel kadar tinggi (saprolite nickel).

Adapun umur cadangan bijih nikel Indonesia disebutkan bisa mencapai 73 tahun, untuk jenis bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% (limonite nickel). Asumsi umur cadangan tersebut berasal dari jumlah cadangan bijih nikel limonit mencapai 1,7 miliar ton dan kebutuhan kapasitas pengolahan (smelter) di dalam negeri sebesar 24 juta ton per tahun.

Pengolahan bijih nikel kadar rendah ini biasanya menggunakan teknologi hydrometalurgi menjadi berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nickel hydroxide (NiOH).

Adapun produk MHP dan NiOH ini bisa diolah lagi menjadi bahan baku komponen baterai kendaraan listrik maupun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% (saprolite nickel), umur cadangan disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan. Hitungan ini dengan asumsi jumlah bijih saprolit sebesar 2,6 miliar ton dan kapasitas kebutuhan bijih untuk smelter dalam negeri mencapai 95,5 juta ton per tahun.

"Bijih nikel kadar tinggi biasanya menggunakan teknologi pyrometalurgi yang bisa menghasilkan produk nickel matte, Nickel Pig Iron (NPI), dan feronikel (FeNi)," tulis keterangan Booklet Nikel tersebut.

Klasifikasi dan Pemanfaatan Nikel di ANTAM

Nikel kadar tinggi dan nikel kadar rendah memiliki fungsi yang berbeda. Di Indonesia, nikel kadar tinggi atau saprolite lebih mudah dijual, karena smelter untuk mengolah nikel tersebut sudah tersedia. Sedangkan nikel kadar rendah atau limonite masih jarang terserap.

Menurut Corporate Secretary ANTAM, Syarif Faisal Alkadrie, bijih nikel laterit dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu saprolite yang merupakan bijih nikel dengan kandungan besi (Fe) yang rendah dan kadar nikel yang lebih tinggi, termasuk elemen lainnya seperti magnesia (MgO), dan kalsium (CaO).

“Sementara untuk limonite memiliki karakteristik sebaliknya dari saprolite. Bijih saprolite biasanya memiliki kadar nikel 1,5%-3% sementara untuk bijih limonite memiliki kadar nikel 0,8%-1,5%,” katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (28/6).

 Faisal melanjutkan, saprolite banyak diolah melalui sistem Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang nantinya menghasilkan produk berupa Nickel Pig Iron (NPI), Feronikel (FeNi), atau Nickel Matte.

“Di ANTAM sendiri, bijih saprolite digunakan untuk kebutuhan feeding (umpan) ke pabrik feronikel di Pomalaa serta penjualan ke pasar domestik,” tambah Faisal.

Sedangkan bijih limonite, umumnya diolah melalui sistem High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk menghasilkan produk berbasis nikel sulfida atau sebagai nikel hidroksida, yang biasanya digunakan untuk material logam nickel based, termasuk elemen EV Battery.

Ia menambahkan, pada dasarnya HPAL merupakan proses leaching dengan menggunakan asam sulfat pada tekanan dan temperatur yang tinggi di dalam autoclave, yang nantinya akan menghasilkan produk akhir berupa nikel sulfat dan kobalt sulfat.

“Proses hidrometalurgi, salah satunya HPAL, cenderung lebih sesuai untuk limonite yang kandungan MgO-nya rendah,” imbuhnya.

Terkait potensi pemanfaatan bijih limonite untuk proyek EV Battery, Faisal menyebut pihaknya sudah siap dengan berbagai strategi yang akan dijalankan. Terlebih saat ini ANTAM menjadi bagian proyek besar EV Battery, bersama MIND ID dan IBC.

“Kami juga optimistis dengan adanya rencana pengembangan EV Battery akan memaksimalkan pemanfaatan bijih limonite melalui pengolahan di pabrik HPAL, dan akan memberikan kontribusi pendapatan yang optimal kepada perusahaan,” tutupnya.

(Redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat