Pun, sebelumnya, dia menyinggung China sudah lakukan kegiatan reklamasi di daerah tersebut. Dia bilang, kegiatan konstruksi serupa berlangsung di Lankiam Cay (Panata Island), Whitsun Reef (Julian Felipe Reef), dan Sandy Cay. Dia mengatakan manuver China itu sudah diberitakan sejumlah media.
"China menduduki setidaknya tujuh pulau dan bebatuan, memiliterisasi mereka dengan landasan pacu, pelabuhan, dan sistem radar di Pulau Spratly. Jangan dibiarkan” tutur Solissa. Lebih lanjut, ia menyoroti langkah China yang beberapa kali menginjak-injak kedaulatan Filipina.
Salah satunya ketika Beijing ambil paksa sisa dan puing roket miliknya yang sempat diamankan kapal angkatan laut Filipina.
Dia menyebut reklamasi baru juga tengah berlangsung di Anda Reef Eldad Reef, Whitsun Reef, Sandy Cay dan Lankiam Cay Yangsin Sand. Melihat gelagat buruk China, Direktur Keamanan Siber dan Teknologi Kritis Forum Internasional Pasifik, Mark Manantan mengingatkan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr harus perjelas "garis merah" negara itu dalam kebijakan luar negerinya dengan China. Hal itu terutama menyangkut Laut Filipina Barat.
Manantan mengingatkan jika Filipina gagal menegaskan keputusan arbitrase selama perjalanan Marcos ke China, hal itu dikhawatirkan akan rusak momentum aliansi Amerika Serikat-Filipina yang dibangun kedua negara. "Bukan hanya dengan Amerika Serikat, hobi nyeleneh China sebagai tukang klaim, tentunya merusak bahkan bisa menghancurkan hubungan antar negara di dunia,” tutur Solissa.
Dia mengingatkan lagi Filipina, Indonesia, dan negara lainnya mesti waspada terhadap tabiat buruk China sebagai tukang klaim.