IDENESIA.CO - Nama Amir Ali Hajzadeh disebut sebagai tokoh sentral dalam operasi Iran melancarkan serangannya ke Israel. Iran menggunakan kombinasi rudal balistik hingga drone kamikaze dalam serangan tersebut.
Brigadir Jenderal atau Brigjen Amir Ali Hajizadeh adalah komandan Pasukan Dirgantara Korps Garda Revolusi Islam Iran atau (IRGC-AF).
Brigjen Hajizadeh memainkan peran penting dalam pengembangan, proliferasi, dan penggunaan program drone dan rudal Iran.
Militer Iran hari ini bertumpu pada kekuatan rudal dan drone-drone mereka: pilihan yang lebih murah dan rasional ketimbang ikut "berlomba" di sektor pesawat tempur maupun kapal-kapal perang bertonase raksasa.
Jika hari ini kapabalitas drone dan rudal Iran mencengangkan banyak pihak, termasuk musuh-musuh mereka, hal itu tak bisa dilepaskan dari peran sentral Brigjen Hajizadeh.
Sejak kematian Qassem Soleimani, mendiang komandan Pasukan Quds IRGC, Hajizadeh telah memimpin IRGC-AF yang lebih aktif dan tegas.
Panjangnya masa jabatan sebagai Komandan IRGC-AF merupakan tanda keyakinan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, terhadap kemampuan pria kelahiran Teheran, 28 Februari 1962.
Setelah Revolusi Islam tahun 1979 dan pecahnya Perang Iran-Irak, Hajizadeh segera bergabung dengan IRGC sebagai penembak jitu dan berafiliasi dengan divisi artilerinya.
Beberapa laporan menempatkan dia sebagai kepala divisi artileri IRGC dan wakil komandan rudal permukaan ke permukaan selama perang.
Di era inilah, Hajizadeh bertemu dengan seorang pria yang akan mengubah jalan hidupnya: Hassan Tehrani Moghaddam.
Seperti yang diungkapkan sebuah sumber kepada Middle East Eye, “ketika Moghaddam dan 12 orang lainnya melakukan misi tiga bulan ke Damaskus pada tahun 1984 untuk dilatih oleh tentara Suriah untuk meluncurkan rudal Scud B yang diterima Iran dari Libya, dia melamar para komandan tertinggi bahwa Hajizadeh mengatur unit rudal pertama—bernama 'Hadid'—sebelum dia kembali ke Suriah untuk memimpin unit tersebut sendiri.”
Moghaddam menjadi komandan program rudal IRGC pada tahun 1983 dan mempelopori pengembangan rudal Shahab, yang dapat mengirimkan hulu ledak nuklir dan mencapai Israel.
Hajizadeh sebagai anak didik Moghaddam sangat membantunya mengingat kedekatan sang mentor dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei.
Sebagai informasi, IRGC-AF didirikan pada bulan September 1985 sebagai "Sayap" sektor Udara IRGC.
Pada tahun 1986, Hajizadeh dilaporkan mengunjungi Korea Utara sebagai bagian dari delegasi IRGC untuk memperoleh teknologi rudal.
Baru pada tahun 1989, yang bertepatan dengan pengangkatan Ayatullah Ali Khamenei sebagai pemimpin tertinggi, Angkatan Udara IRGC mengembangkan divisi militer dan pangkalan rudal di sekitar Iran.
Selama periode pertumbuhan ini, pada tahun 2002, Hajizadeh dilaporkan menandatangani kontrak yang melibatkan pembangunan fasilitas nuklir bawah tanah rahasia di Parchin.
Hajizadeh naik pangkat di Angkatan Udara IRGC setelah menjalani tujuh jabatannya sebagai komandan.
Pada pertengahan tahun 2000-an, Hajizadeh diangkat menjadi komandan Pertahanan Udara IRGC.
Pada tahun 2005, Moghaddam diangkat menjadi wakil komandan Angkatan Udara IRGC.
Hajizadeh kemudian menceritakan dalam sebuah wawancara bahwa panglima IRGC saat itu pernah ingin menunjuk Moghaddam sebagai komandan, tapi dia menolak.
Hajizadeh akhirnya menjadikomandan pada tahun 2009, sementara Moghaddam, sang mentor di awal karirnya, menjabat sebagai wakilnya.
Pada tahun 2009, pemimpin tertinggi Iran mereorganisasi Angkatan Udara IRGC menjadi Angkatan Dirgantara IRGC, yang menggabungkan program luar angkasa yang serius yang fokusnya mencakup pengembangan kendaraan peluncuran satelit yang menggabungkan teknologi yang relevan dengan pengembangan rudal balistik, termasuk sistem jarak jauh.
Setelah memimpin IRGC-AF, karier Hajizadeh secara umum konsisten dengan beberapa pendahulunya, terutama Hossein Dehghan, yang juga naik jabatan dari wakil komandan menjadi komandan pada tahun 1980an dan awal 1990an.
Masa Awal kepemimpinan Hajizadeh di IRGC-AF sempat terjadi masalah. Pada bulan Oktober 2010, sebuah ledakan terjadi di pangkalan rudal IRGC dekat Khorramabad.
Setahun kemudian, pada bulan November 2011, ledakan terjadi di pangkalan militer lain dekat Bidganeh, yang menewaskan Hassan Tehrani Moghaddam, sang mentor Hajizadeh.
Operasi semacam itu dianggap sebagai upaya sabotase yang dilakukan Israel.
Media Inggris, Guardian saat itu mengklaim, “pangkalan di kedua pangkalan tersebut menampung rudal Shahab-3 Iran, berdasarkan desain Korea Utara. Varian yang ditingkatkan dikatakan memiliki jangkauan 1.200 mil, yang memungkinkannya mencapai Israel."
Hajizadeh juga merupakan orang yang dapat diandalkan untuk "membanggakan diri" atas nama Republik Islam mengenai pencapaian teknologi militernya.
Pada tahun 2022, ia menyatakan IRGC dapat menerbangkan 60 UAV (drone) sekaligus dan daya tembak rudal telah meningkat lebih dari 6 hingga 7 kali lipat, dan waktu persiapan penembakan telah dikurangi.
Pada tahun yang sama dia mengklaim Iran telah mengembangkan rudal balistik hipersonik “untuk melawan perisai pertahanan udara dan diyakini mampu menembus semua sistem pertahanan anti-rudal.”
Para pejabat AS meragukan Iran benar-benar mengembangkan rudal semacam itu.
Uni Eropa memberikan sanksi kepada Hajizadeh pada tahun 2022, mereka menyatakan bahwa sang jenderal“bertanggung jawab atas pasokan UAV ke Federasi Rusia untuk digunakan dalam perang agresi melawan Ukraina.
Hajizadeh juga pernah mengungkapkan rencana peningkatan jangkauan program rudal Iran.
Program tersebut saat ini dibatasi pada jangkauan 2000 kilometer. Namun dia secara terbuka mengatakan, Iran mampu membuat rudal dengan jangkauan yang lebih luas.
"Kami tidak memiliki batasan dari sudut pandang teknis atau konvensi sehubungan dengan jangkauan rudal.”
"Jarak rudal dibatasi hingga 2.000 kilometer karena keputusan politik pemimpin tertinggi Iran, yang menolak permintaan penambahan, termasuk hingga 5.000 kilometer."
Di sisi lain, program drone Iran tampaknya "tidak tunduk" pada batasan yang sama, dengan komandan IRGC yang membanggakan drone dengan jangkauan 7.000 kilometer, seperti yang diceritakan Hajizadeh pada tahun 2020.
"Empat atau tiga tahun lalu, dalam pertemuan kami dengan pemimpin tertinggi mengenai UAV, dia mengatakan bahwa kinerjanya sangat bagus, tetapi jumlah UAV sedikit dan Anda harus meningkatkannya. Setelah ini, kami semua bergerak untuk meningkatkan jumlah UAV.”
Hal ini menunjukkan bahwa program drone menjadi semakin berharga bagi para pengambil keputusan dan pembentuk Iran—terutama sebagai potensi ekspor.
Selama bertahun-tahun, IRGC-AF telah tumbuh lebih berani di bawah kepemimpinan Hajizadeh—meninggalkan segala penyangkalan yang masuk akal dan beralih dari retorika dan kemajuan teknologi ke operasi ofensif yang lebih besar.
IRGC-AF berada di balik pembalasan terhadap teroris ISIS di Deir ez-Zour, Suriah, setelah milisi ISIS melancarkan serangan teroris terhadap parlemen Iran dan makam Imam Khomeini.
Pada tahun 2019, pasukan di bawah komando Hajizadeh menembak jatuh pesawat pengintai AS di Teluk Persia.
Tren ini meningkat terutama setelah Jenderal Qasem Soleimani, mendiang Komandan Pasukan Quds IRGC, syahid pada tahun 2020.
Menteri Pertahanan Israel pada tahun 2021 dengan geram menyebut Hajizadeh secara terbuka, bahwa dia “berada di balik lusinan serangan teror di wilayah tersebut yang menggunakan UAV dan rudal.
”Dia juga terlihat mengunjungi Suriah sepanjang 2019 dan 2020."
Di bawah kepemimpinan Hajizadeh, Komando UAV IRGC-AF sangat aktif, "mendalangi" serangan Juli 2021 di Mercer Street, sebuah kapal komersial, di lepas pantai Oman.
Mengingat rekam jejaknya dalam serangan yang disebut AS dan sekutunya sebagai "terorisme", beberapa pejabat Israel menganggap Hajizadeh sebagai penerus Qasem Soleimani.
(Redaksi)